Showing posts with label campus. Show all posts
Showing posts with label campus. Show all posts

Biaya Kuliah di ITB: UKT yang Tak Lagi Tunggal


Karena ramainya pembahasan dan komplain seputar biaya kuliah dan UKT PTN, saya coba untuk eksplor berapa angka pastinya supaya lebih obyektif kalau berpendapat. Saya coba cari informasi biaya kuliah di ITB karena itu yang saya paling kenal dan tahu dimana harus mencari infonya. Kesimpulan awal yang saya dapat adalah tidak seperti satu dekade lalu dimana UKT adalah satu-satunya biaya yang harus dibayar, sesuai namanya Uang Kuliah Tunggal, kini di ITB ada komponen atau kategori biaya lain seperti UKT IUP, Iuran Pengembangan Institusi (IPI) SM, dan IPI IUP. Sepertinya ini yang membuat biaya kuliah tampak semakin tinggi. 

Sebenarnya tidak semua mahasiswa membayar semua komponen biaya di atas. Saya coba buat matriks untuk menggambarkan siapa membayar apa. 


Saya mulai dengan UKT Reguler yang akan dibayarkan mayoritas mahasiswa. Berikut adalah besaran UKT Reguler berdasarkan fakultas/sekolah di ITB tahun 2024



Sayangnya saya belum menemukan detail per masing-masing golongan UKT untuk tahun ini. Saya hanya menemukan informasi tahun 2023 dimana untuk golongan 1 Rp0, golongan 2 Rp1.000.000, golongan 3 RP5.000.000, golongan 4 Rp8.750.000, dan golongan 5 Rp12.500.000. Saya pikir penggolongan tahun ini tidak akan banyak berbeda dengan tahun lalu, terutama untuk FMIPA dan kampus Cirebon yang batas atasnya sama. Hanya saja UKT golongan 1 secara aturan di tahun ini menjadi Rp500.000. Sebagai catatan, SBM akan punya UKT yang sama dengan mayoritas, berbeda dengan sebelumnya yang dua kali lipat dari lainnya. UKT Reguler ini dibayarkan per semester.

Kalau dilihat dari tabel di atas, selain FMIPA nilai UKT ITB merata untuk semua program studi. Sehingga variabel biaya kuliah tidak jadi pertimbangan ketika memilih fakultas dan jurusan. Mahasiswa bisa memilih fakultas berdasarkan minat dan bakat yang dimiliki, karena biayanya sama besar. Nilai untuk masing-masing golongan juga relatif terdistribusi dengan spacing yang merata dan tidak banyak berubah dari jaman saya dulu (dulu golongan 3 Rp4.000.000, golongan 4 Rp8.000.000, dan golongan 5 Ro10.000.000). Kemarin saya lihat di tempat lain ada yang golongan 3-nya di atas 10 juta, jauh sekali lompatannya dari golongan 2.

Itu tadi sisi baiknya, tapi di sisi yang lain proses dan kriteria penggolongan UKT ini masih sulit untuk kita ketahui. Apakah universitas bisa menilai secara akurat prosperity masing-masing keluarga mahasiswa? Jika tidak, maka sangat mungkin ada mahasiswa yang mendapat UKT lebih besar dari kesanggupannya. Lalu setelah itu seberapa mudah untuk melakukan advokasi guna meminta golongan UKT yang lebih rendah. Undang-undang hanya mengatur bahwa UKT golongan 1 dan 2 diterima oleh minimal 20% mahasiswa, sedangkan untuk golongan 3, 4, 5 agak susah dipegang.

Selanjutnya untuk kelas internasional (IUP) UKT yang ditetapkan adalah 30 juta per semester merata untuk seluruh mahasiswa IUP di seluruh program studi. Oh ya, semua info biaya yang saya kutip di sini adalah untuk program sarjana. Program magister dan doktoral punya biaya yang berbeda. Saya pikir biaya S2 S3 tidak terlalu urgen dibahas karena masih bisa diterima kalau magister dan doktoral dikatakan 'tersier' atau tidak semua orang harus ambil, tapi kalau tingkat sarjana mestinya negara mau berkontribusi lebih.

Selanjutnya ada Iuran Pengembangan Institusi (IPI), untuk mahasiswa reguler yang masuk melalui SNBP dan SNBT sesuai matriks di atas tidak perlu membayar, namun mahasiswa yang masuk lewat Seleksi Mandiri harus membayar dengan jumlah berikut

  • Semester 1: 25 juta 
  • Semester 2: 25 juta
  • Semester 3: 12.5 juta
  • Semester 4: 12.5 juta
  • Semester 5: 12.5 juta
  • Semester 6: 12.5 juta
  • Semester 7: 12.5 juta
  • Semester 8: 12.5 juta
*Ini simplifikasi, beberapa fakultas punya ketentuan IPI semester 1 dan 2 sebesar 27 juta lalu berikutnya 14 juta. Untuk mendapatkan info paling akurat silakan meluncur ke website Admission ITB langsung.

IPI ini dibayarkan tiap semester on top of UKT yang telah ditetapkan. Yes, ini mahal, 37.5 juta di dua semester pertama lalu 25 juta per semester hingga lulus bukan untuk semua kalangan. Sementara itu untuk mahasiswa IUP, IPI dibayarkan satu kali di depan saat daftar ulang sebesar 35 juta. Selanjutnya mahasiswa IUP membayar 30 juta UKT tiap semesternya, tidak ditambah dengan IPI.

Jadi kalau diresume, uang kuliah yang harus dibayarkan mahasiswa baru ITB adalah sebagai berikut:
  • Untuk mahasiswa reguler jalur SNBP dan SNBT, membayar UKT dengan range 500 ribu - 14.5 juta per semester, tidak ada uang pangkal, tidak ada IPI.
  • Untuk mahasiswa reguler jalur Seleksi Mandiri, membayar UKT dengan range 500 ribu - 14.5 juta per semester, plus membayar IPI tiap semester (25 juta di semester 1 dan 2, lalu 12.5 juta di semester-semester berikutnya). Tidak ada subsidi untuk mahasiswa jalur SM.
  • Untuk mahasiswa kelas internasional (IUP), membayar IPI saat daftar ulang sebesar 35 juta, lalu tiap semesternya membayar UKT sebesar 30 juta.
  • Mahasiswa reguler (SNBP, SNBT, dan SM) eligible untuk KIP-K, namun ITB akan melakukan verifikasi data sesuai aturan yang berlaku.

Kalau saya lihat skema baru ini tidak serta merta menghilangkan jatah kursi calon mahasiswa yang masuk berbekal kompetensi (SNBP dan SNBT). Hanya saja karena adanya komponen biaya lain di luar UKT maka average dan median biaya kuliah secara keseluruhan akan terkerek naik. Karena biaya kuliah ini adalah isu skala nasional maka naiknya average dan median ini efeknya besar. Tidak heran jika muncul protes dimana-mana. Apalagi secara terang-terangan pemerintah malah mengeluarkan banyak sekali uang untuk membangun ibukota baru. Padahal para mahasiswa ini adalah investasi, nantinya setelah lulus mereka akan mengembalikan pada negara dalam bentuk pajak. 

Lebih jauh saya melihat isu lain yang muncul dengan adanya skema baru ini. Dulu di jaman saya penerimaan mahasiswa hanya ada 2 jalur: SNMPTN dan SBMPTN. Sebenarnya dua jalur ini bisa dianggap satu, karena setelah masuk sama sekali tidak ada yang berbeda, perbedaan hanya teknis seleksinya saja. Kalau mau masuk ITB pipeline-nya hanya itu, tidak ada opsi lain.

Sementara sekarang ada opsi SM dan terutama kelas internasional yang masuknya lebih mudah tapi bayarnya lebih mahal. Dari POV orang tua calon mahasiswa, pasti ada keinginan untuk menyekolahkan anaknya secara proper, atau ingin memfasilitasi anaknya sebaik mungkin untuk masuk ke kampus idamannya. Ini tidak jadi masalah jika memang punya komitmen dan mampu untuk memenuhi segala kewajiban utamanya pembayaran. Sayangnya ada yang memanfaatkan ini dengan yang penting masuk dulu, bayarnya dipikir kemudian. Efeknya semua pihak jadi mendapat kesulitan dan serba salah. Bayar lebih untuk dapat jalur yang lebih mudah kadang works, masalahnya dalam konteks kuliah ini bukan sekali bayar, tapi setidaknya 8 kali dalam jangka waktu 4 tahun ke depan. 

Jadi kesimpulannya keresahan soal biaya kuliah yang muncul di media sosial adalah valid. Walaupun ada beberapa cuitan yang mengunggah bukti transfer ratusan juta tanpa penjelasan apa yang dibayar. Uang pangkal? UKT kelas internasional? IPI yang dibayar sekaligus di depan? atau apa. Alangkah baiknya kalau mau mengkritisi secara obyektif mesti menjelaskan detailnya, misal dengan mengunggah informasi UKT beserta prodi/fakultas dan golongan yang didapat. Dari situ advokasi bisa dilakukan dengan benar dan efektif.

Utamanya yang perlu kita advokasi dan perbesar suaranya adalah golongan menengah mayoritas yang tidak punya kuasa untuk menentukan masuk UKT golongan berapa. Jangan sampai pendidikan tinggi jadi pay to win. Apalagi yang harus disiapkan bukan hanya biaya kuliah, ada biaya hidup dan tempat tinggal juga terutama bagi mahasiswa perantau. Sungguh kalau ada saya ingin lihat data persebaran kota/kabupaten asal mahasiswa ITB dari tahun ke tahun, I want to see something.


Thanks,

Chandra




Tips Untuk Maba


Kalau ditanya tips untuk masa kuliah dan memulai karir oleh maba, saya sulit juga jawabnya karena merasa tidak maksimal dan sukses-sukses amat juga waktu menjalaninya. Paling salah satu jawaban yang bisa saya kasih adalah perhatikan kakak tingkat yang beda 2-3 tahun di atasmu. Saya berpikir begitu sumbernya dari pengalaman dan pengamatan yang saya lakukan di lingkungan saya.

Saya perhatikan setiap angkatan itu biasanya secara overall satu langkah lebih maju dari angkatan sebelumnya. Bisa dalam hal apapun, mungkin ada sektor yang unda-undi, tapi kalau dilihat secara menyeluruh kecenderungannya begitu. Itu karena adik tingkat bisa melihat peluang yang diambil katingnya lalu jadi lebih siap untuk memanfaatkan peluang yang sama. Mereka juga bisa melihat kesalahan yang pernah dilakukan dan berusaha untuk tidak mengulanginya.

Kenapa 2-3 tahun? Karena selain fakta bahwa sempat bertemu langsung (asumsi kuliah 4 tahun), jika selisihnya hanya segitu relatif lanskapnya belum banyak yang berubah. Sistem penerimaan mahasiswa masih mirip sehingga orang yang masuk kira-kira tipenya sama. Kurikulum, budaya perkuliahan, dan organisasi intra kampus belum banyak berubah. Program luar kampus seperti konferensi, lomba, pemagangan, dan lain sebagainya tidak banyak bertambah dan berkurang. Setelah lulus pun peta lapangan kerja dan peluang beasiswa masih relatif serupa.

Kakak tingkat ikut lomba dan hanya juara 3 misalnya. Adik tingkat yang ingin ikut lomba yang sama bisa persiapan lebih awal dan menerima sharing dari yang sebelumnya ikut, peluang menangnya jadi lebih besar. Di waktu yang lain ketika melihat katingnya lulus dan bekerja, adik tingkat punya gambaran sejak awal tentang peluang kerja dan beasiswa yang bisa diambil setelah lulus, karena itu ia bisa eksplor dan belajar apa yang diperlukan sejak awal perkuliahan. Kumpulan informasi yang didapat dari kakak tingkat bisa jadi head start dan akan sangat menguntungkan bagi adik tingkat. Ini jenis privilege yang bisa diusahakan.

Dengan melihat kakak tingkat, adik tingkat tahu belokan mana yang harus diambil agar peluang mencapai prestasi yang lebih baik lebih besar, dalam hal apapun. Itu juga sebabnya tidak terlalu ideal untuk melihat yang hanya 1 tahun di depan karena walaupun kita dapat informasinya, kadang sudah telat untuk belok. Begitu juga yang 4 tahun ke atas, terlalu jauh jadi tidak kelihatan beloknya kemana.

Faktor X bisa terjadi sih, misal covid kemarin yang membuat cara kuliah angkatan pandemi sangat berbeda. Tapi selain itu biasanya perubahan yang terjadi sifatnya gradual. Di ITB ada update kurikulum 5 tahunan, tapi core-nya masih sama menurut saya. Munculnya kelas internasional dan jalur masuk mandiri sedikit mengubah demografi, tapi mayoritasnya tetap via tes masuk umum nasional.

Untuk prakteknya, memperhatikan lewat pergaulan sudah cukup membantu. Tapi kalau mau lebih baik ada 2 yang dapat dicoba. Pertama kerja bareng kakak tingkat, bisa di organisasi atau laboratorium penelitian. Kedua dengan forum mentoring.


Chandra

Time Capsule


Siang tadi buka-buka lemari nemu tablet samsung lawas yang saya beli tahun 2013 dengan uang refund UKT semester 1. Baterai jelas tekor karena sudah lebih dari 3 tahun nggak nyala, untung masih ada kabel charger yang cocok buat tab ini. Butuh waktu agak lama sampai baterainya cukup untuk dia bangun. Begitu nyala makdeg wallpapernya masih gambar Imperial College, cita-cita yang dulu pernah ada wkwk

Ada dua tablet lagi di tumpukan yang sama, satu merk 'cina' hasil tryout sbmptn TO Bareng Teknik (Tobat) UGM 2013, satu lagi Ipad 3 saya beli seken steal-deal dapat dari FJB ITB tahun 2016. Sayang sudah nggak punya charger yang bisa masuk. Mungkin nanti cari di Jakarta, lumayan kalau nyala bisa buat istri ngajar.

Kembali ke tablet samsung, meskipun tidak semua tapi sebagian perjalanan awal kuliah saya terekam di gadget ini. Waktu itu HP saya tidak cukup powerful untuk menghandle semua keperluan akademik dan nonakademik. Sebagian file saya transfer ke tab terutama video-video praktikum dan aplikasi berat. Senangnya dulu pas ospek mau masuk jurusan bisa bikin glider yang sekedar bisa terbang dengan imbang.

Galeri adalah yang paling banyak menyimpan kenangan. Ada foto-foto slide kuliah yang akhirnya nggak dibuka lagi, dokumentasi anak robotika waktu KRI, meme tentang engineering dan aerospace, foto jalan-jalan yang agak bikin malu kalau dilihat lagi sekarang, beberapa foto tugas tour kosan waktu osjur, sampai screenshot-screenshot yang banyaknya minta ampun. Tentu konten yang berpotensi mengganggu ketentraman segera dihapus demi kemaslahatan :p

No no no, jangan berpikir itu konten berhubungan sama porn, drug abuse, atau human trafficking ya. Senakal-nakalnya yo nggak segitunya. Lagi pula semua bisa dijelaskan karena file-file disitu semua bertanggal 2016 ke bawah...gimana ya jelasinnya...ya tahulah maksudnya wkwk

Saya pernah bilang bahwa kalau punya mesin waktu yang hanya bisa dipakai satu kali, saya memilih balik ke tahun 2013. Disanalah banyak keputusan-keputusan diambil yang membuat saya berada di state yang sekarang. Tidak boleh berandai-andai berlebihan, tapi saya merasa jika bisa kembali ke tahun itu dengan bekal pengetahuan yang sekarang, rasanya banyak keputusan bisa saya perbaiki sehingga jadi orang yang lebih benyak berguna dan lebih sedikit merepotkan. 

Mesin waktu mungkin tidak akan terjadi, tapi ketemunya tab lama ini mengembalikan sebagian ingatan saya tentang diri saya 7-8 tahun lalu, bagaimana saya berpikir, apa yang saya cita-citakan saat itu, siapa teman saya, apa yang saya lakukan, siapa inspirasi saya, apa kebaikan yang dulu ada dan kini saya tinggalkan, apa yang berubah dan apa yang tidak. 

Terpenting dari itu semua adalah setelah beberapa jam menyusuri folder dan aplikasi-aplikasi yang sudah vakum beberapa tahun saya mendapat gambaran bahwa saya dulu pernah punya api. Di satu sisi ekpresi dari api itu adalah sifat naif, sombong, keminter, dan merasa berada di puncak dunia. Padahal puncak adalah tempat paling mungkin untuk jatuh. After all, api itu terlalu besar buat saya yang sempit, hingga tanpa sadar membakar beberapa hal yang seharusnya dipelihara.

Tapi di sisi yang lain api itulah yang membuat saya tetap kuat menjalani masa-masa penuh tempaan sambil tetap menjaga asa menolak menjadi sekedar rata-rata. Bahkan saya yang sekarang merasa malu bagaimana dulu jiwa raga ini mampu bekerja nyaris 24/7 hingga akhirnya menemukan bentuk nyamannya. Di masa-masa itulah paling sering saya merasa batas saya diuji.

Semakin mendewasa, rasanya api itu tidak sepanas dulu. Bisa jadi karena saya tidak memeliharanya dengan baik, atau hakikatnya memang api itu teredam seiring pemahaman soal realita kehidupan. Tapi sebagai manusia yang ditugaskan untuk selalu berusaha, setidaknya dari time capsule ini saya jadi tahu ada hal yang perlu saya coba.

Saya harus menjaga nyala api itu sama atau bahkan lebih berkobar daripada 7 tahun lalu. Tapi di saat yang sama harus memastikan bahwa api itu tidak membuat apapun dan siapapun di sekitar saya tidak nyaman. Syukur kalau api itu bisa menyalakan beberapa api lainnya yang mulai padam. Tapi setidaknya saya harus cukup amba untuk menjadikan segalanya seimbang. 

Kalau mau lebih baik dari 7 tahun lalu mungkin saya harus lebih presisi, sisanya biar mengikuti.

Maaf atas segala kesalahan

Chandra

Wisuda




Pertengahan tahun begini kampus-kampus mewisuda mahasiswanya. Para mahasiswa yang sudah 4,5,6 tahun berada di bawah tekanan akhirnya menemukan hari dimana mereka berhak bersuka cita. Untuk sebagian mahasiswa mungkin hari itu pertama kalinya mereka bertemu rektor dan bersalaman dengannya. Bagi sebagian orang tua bisa jadi itu kali pertama datang ke kampus anaknya. Intinya banyak cerita dalam sebuah acara wisuda.

Kami wisuda di Sasana Budaya Ganesha alias Sabuga. Di setiap acara wisuda, selalu ada pemandangan sebuah keluarga besar menunggu cucu, ponakan, atau kakak adiknya dengan membentangkan tikar di lapangan samping Sabuga. Sambil makan bekal layaknya mereka menunggu wisudawan keluar dari gedung, kadang-kadang sampai menjelang sore. Karena yang boleh menemani masuk ke dalam hanya dua orang, biasanya bapak ibu wisudawan.

Di sepanjang jalan Tamansari berjejer penjual bunga dan boneka gajah. Semakin mendekat ke Sabuga barisannya semakin rapat. Mereka menunggu teman sesama mahasiswa atau keluarga membeli dagangannya untuk diberikan pada orang yang wisuda. Profesi lain yang tidak ketinggalan ketiban rejeki sibuk adalah penjahit selempang dan mamang balon di Balubur.

Dari pintu Sabuga sampai gerbang depan ITB panitia arak-arakan yang kebanyakan mahasiswa tingkat satu berjejer mengamankan jalan yang akan dilalui massa himpunan. Ya, di kampus kami selesai prosesi tidak langsung pulang, semua (benar-benar semua) himpunan mahasiswa akan mengarak wisudawannya keliling jalan-jalan kampus. Entah dulu inisiatif siapa, tapi sekarang ini jadi agenda resmi kampus.

Untuk agenda yang sama massa masing-masing himpunan bergerombol di berbagai tempat. Begitu wisudawan keluar akan disambut dengan mars atau minimal salam himpunan. Berdasarkan warna jaket para pengaraknya kita bisa tahu itu wisudawan dari jurusan apa. Teman-teman lain dan saudara silakan datangi mereka jika ingin foto bersama.

Sementara anaknya diarak, orang tua kembali ke rumah atau penginapannya. Tapi bagi yang merasa masih bertenaga dipersilakan untuk ikut mengarak. Tentu dengan resiko terkena cipratan air, telinga perih karena pekikan yel-yel, dan kaki pegal berdiri lama. Keluarga besar yang datang biasanya makan-makan karena menunggu itu melelahkan.

Wisuda juga momen bagi wisudawan untuk memamerkan gandengannya, bagi yang punya. Sebagian kecil sudah resmi suami istri, tapi yang lainnya sih datang wisudaan tapi belum tentu sampai pelaminan. Pendamping ini dipastikan ikut mengarak. Sebagai sebuah deklarasi hubungan di depan seluruh warga kampus. Lagian sudah dandan, sayang kalau nggak dipamerkan.

Yang belum punya gandengan atau masih ragu mau mengajaknya ke wisudaan tidak perlu khawatir. Ada adik tingkat yang ditugaskan oleh himpunan untuk membantu segala kebutuhan wisudawan. Mulai dari memandu orang tua, membawakan bunga dan, sampai jadi fotografer dadakan. Kalau wisudawannya peka, biasanya LO begini diajak makan-makan sekalian.

Tidak banyak yang tahu di kampus kami ada tunnel (terowongan). Tunnel ini jadi saksi mbak Nyoman Anjani memimpin yellboys para mahasiswa mesin. Ini di bawah saya kasih linknya silakan dibuka. Dia role model ketika angkatan kami baru masuk ITB. Sekarang dia sudah menikah, berhijab, dan kalau tidak salah akan melanjutkan studi di MIT.

Nyoman Anjadi Pimpin Yellboys

Dibuka ya, menghargai seriusnya anak sini merayakan wisudaan sampai rela mukanya dicoreng-coreng seperti itu. Kadang-kadang ada yang disuruh potong gundul dan mau.

Wisuda meninggalkan kesan yang beraneka warna bagi setiap yang terlibat di dalamnya. Para wisudawan wisudawati memanfaatkan hak berbahagia yang berlaku untuk beberapa hari saja sebelum menyadari tanggung jawab selanjutnya. Para orang tua melangitkan syukur anaknya telah berhasil menyelesaikan studinya. Para penjual bunga, selempang, dan balon berharap segera tiba pekan wisuda berikutnya.

Adik tingkat termotivasi mengikuti jejak kakak-kakaknya untuk segera lulus dari sini. Panitia arak-arakan bersyukur akhirnya bisa istirahat setelah berminggu-minggu persiapan demi pagelaran yang membanggakan. Mayarakat menyaksikan lahirnya sarjana-sarjana baru. Sambil bertanya-tanya apa yang akan dikontribusikan oleh mereka.

Wisuda datang dengan berbagai ceritanya. Wisudawan pergi untuk meneruskan cita-citanya. Selamat wisuda!

Here I Am



"Iya Pak sekarang banyak waktu luang ini saya, kalau ada kerjaan boleh lah saya diajak"
"Wess tenang, akeh kerjaan, tak bagi"

Itu adalah kutipan percakapan saya dengan mantan dosen pembimbing semasa kuliah. Percakapan itu terjadi awal November kemarin dan saya kutip apa adanya. Memang dosen saya ini sering bicara dalam bahasa daerah di kampus sekalipun kalau lawan bicaranya orang Jawa.

Jadi sejak awal oktober saya sudah tidak bekerja di perusahaan yang lama. Bukan karena saya nggak betah lalu resign, tapi perusahaan ini terkena masalah yang membuatnya terpaksa merumahkan seluruh karyawannya. Agak pahit memang awalnya. Sama-sama pengangguran, tapi kalau sudah pernah bekerja sebelumnya ternyata lebih berat daripada kalau baru lulus kuliah.

Pertengahan Oktober saya masih mempunyai sebuah agenda penting sehingga waktu dan pikiran pasca keluar dari pekerjaan saya arahkan kesana. Namun lepas itu saya jadi merasa kaku, waktu luang jadi terasa melimpah. Maklumlah, berubah dari bekerja setiap hari jadi tidak ada aktivitas sama sekali. Sebelum keadaan memburuk sampai merasa diri ini tidak berguna, saya tahu kemana harus menuju : FTMD.

Alhamdulillah tidak sulit untuk kembali dan 'bekerja' di FTMD. Walaupun dulu selepas lulus saya langsung ngilang karena harus bekerja di perusahaan, mereka ternyata dengan senang hati menerima saya bergabung kembali. Bergabung dalam apa ? dalam tim penelitian yang sebenarnya tidak resmi tapi karena banyaknya proyek yang dikerjakan di sini jadi tenaga dosen saja tidaklah cukup, butuh lebih banyak personel.

Hanya dengan menjelaskan bahwa sekarang saya sudah tidak bekerja, available di Bandung, dan bisa ke kampus setiap hari saya langsung diberi pekerjaan. Pertama-tama baru satu proyek, tapi sekarang setelah 1,5 bulan kembali ke FTMD alhamdulillah saya ditugaskan dalam 3 proyek sekaligus, Skala proyek ini tidak kalah besarnya dengan proyek-proyek yang saya kerjakan di perusahaan dulu.

Saya bersyukur sekali atas kepercayaan yang diberikan oleh dosen-dosen dan senior. Saya jadi merasa seperti pemain bola yang ditransfer dari satu klub ke klub lain, lalu di klub barunya langsung menjadi pemain utama tanpa harus mulai dari bangku cadangan. ahaha

Itu bukan karena saya hebat, tapi karena kebutuhan personel memang mendesak. Sebelumnya beberapa proyek sampai didelegasikan ke mahasiswa tingkat 3. Jadi ketika saya menyatakan ingin bergabung langsung terbuka pintu lebar-lebar. Kedekatan saya dengan dosen saat kuliah dulu juga sangat membantu, koneksi memang penting.

Pekerjaan saya sekarang tidak jauh berbeda dengan ketika di perusahaan kemarin. Setelah saya pikir-pikir FTMD itu sendiri sudah seperti sebuah perusahaan -- disamping tugasnya sebagai institusi pendidikan. Jika kemarin saya mengerjakan proyek dari Pusdikkav TNI AD dan Sesko AU, proyek yang sekarang saya ikuti di FTMD adalah dari BIN dan PTDI.

Namun hal yang saya rasa berbeda. Bekerja dengan orang-orang di FTMD bukan hanya soal gaji, tapi lebih dari itu ada unsur trust disana, kebanggaan, apresiasi, dan...rekomendasi.

Hampir semua dosen dan asisten yang ada di FTMD adalah alumni sini juga. Ada rasa kekeluargaan karena dulu sejak mahasiswa sudah satu himpunan. Rasanya sudah bukan atasan dan bawahan, tapi hanya beda angkatan, kakak tingkat. Ini hal yang benar-benar membuat saya nyaman di lingkungan ini. Sulit dijelaskan betapa cairnya interaksi antara (mantan) mahasiswa dan dosen.

Intinya saya kagum.

Ada lagi contoh. ITB punya agenda tahunan berupa lari maraton, ITB Ultra Marathon Jakarta-Bandung, 170 km, hmm..

Kalau kuat boleh dilaju sendiri 170 km, setengah juga boleh, dibagi empat orang boleh, boleh membuat tim maksimal 16 orang. Dua tahun penyelenggaraan ITB Ultra Marathon ITB selalu mengirimkan tim, bahkan tahun ini 2 tim, relay 16 orang dan relay 8 orang.



Nama timnya Dosen Lari FTMD 2018, anggotanya dosen dan asdos. Tertua Prof Ichsan angkatan 77, termuda seangkatan sama saya 2013. Sudah nggak ada perbedaan antara pejabat rektorat, kaprodi, kepala lab, dosen galak, sampai anak yang baru lulus, laki-laki dan perempuan, semua tergabung dalam satu tim, berlari masing-masing 10 dan 20 km, dengan seragam yang sama.

Mungkin teman-teman yang membaca biasa saja, tapi saya yang mengenal beliau-beliau merinding. Pertama perlu diingat bahwa medan yang dilalui adalah jalan raya Jakarta-Bandung (bukan tol), non-stop relay artinya ada yg kebagian lari tengah malam, lalu sebagiannya udah sepuh. Kalau bukan karena latihan serius dan solidaritas lalu apa lagi?

Saya berdiri agak lama di lobby FTMD memandangi foto-foto ketika beliau-beliau berlari dan melakukan relay di titik-titik cekpoin. Kalau ada kesempatan di tahun-tahun mendatang saya ingin ikut :)

Alhamdulillah


Salam,
Chandra

Swiss Cheese Model


Saya suka keju, tapi ini bukan soal keju makanan, melainkan dugaan kasus pemerkosaan. Walah..

Sekitar seminggu yang lalu warganet dihebohkan oleh berita dugaan tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh sesama mahasiswa KKN asal sebuah perguruan tinggi negeri di Jogja. Kejadiannya sudah cukup lama, yaitu pertengahan tahun 2017 di Maluku. Kasus ini kembali viral setelah diulas oleh salah satu media kampus.


Menanggapi berita ini, orang-orang terbagi menjadi dua kubu. Mayoritas netizen tentu berada di belakang Mbak Agni (ini nama samaran kan ya?), korban yang saat ini terus berusaha mengadvokasi dirinya. Mereka mengutuk perbuatan HS dan bahkan menyamakannya dengan binatang. Kubu kedua adalah pihak-pihak yang menganggap ini bukan semata-mata kesalahan HS tapi juga ada kontribusi dari Agni.

Kubu pertama menganggap yang kedua tidak punya hati dan melakukan victim blamming. Sebaliknya, kubu kedua menganggap netizen melakukan public shaming kepada HS hanya bersumber dari satu tulisan dengan satu sudut pandang. Tawuran online terjadi di banyak media sosial selama beberapa hari.

Tawuran online bagi saya sangat memuakkan. Sudah tahu "aku maunya begini kamu maunya begitu" tapi tetap bales-balesan. Padahal susah tercapai mufakat kalau cuma lewat tulisan. Adu argumen ilmiah masih mending nambah pengetahuan orang yang baca, tapi seringnya cuma adu sindiran sambil berusaha memancing emosi lawan. Lebih menjijikkan lagi kalau ada yang berani beda pendapat langsung rame-rame dibully.

Selain kasus itu, minggu-minggu ini media juga dipenuhi berita kecelakaan pesawat Lion Air JT610 yang rencananya terbang dari Jakarta menuju Pangkal Pinang namun hilang di Perairan Karawang. Turut berduka cita untuk seluruh korban dan keluarga yang ditinggalkan.

Dalam sebuah acara diskusi di TV hadir seorang pengamat penerbangan. Beliau berbicara soal apa yang seharusnya dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencegah kecelakaan yang sama kembali terjadi. Beliau adalah Bapak Gerry Soejatman, dari penjelasannya saya jadi punya ide untuk berpendapat soal kasus HS-Agni tadi dengan lebih rapi dan nggak perlu emosi.

Beliau berbicara soal Swiss Cheese Model, yaitu sebuah cara pandang yang menjelaskan bagaimana sebuah kecelakaan terjadi. Biasanya metode ini dilakukan untuk mengukur resiko kegagalan engineering, termasuk dalam dunia penerbangan.



Perhatikan gambar di atas, ada 4 "layer keju berlubang". Pada suatu kondisi ketika keempat lubang itu terletak segaris maka terjadilah kecelakaan yang dimaksud. Lubang-lubang ini boleh jadi tidak bisa ditutup. Setiap produk engineering memiliki margin error, manusia bisa mengantuk dan lalai, manajemen belum tentu berjalan baik, cuaca bisa tidak bersahabat, dan lain sebagainya. Faktor resiko itu selalu ada.

Regulasi, hukum, norma, dan peringatan dibuat agar lubang-lubang tadi - meskipun tidak bisa ditutup - tidak segaris sehingga kecelakaan bisa dihindari. Cuaca boleh kurang baik, tapi jika pilot cakap secara skill dan bugar karena penjadwalan yang longgar maka diharapkan masalah cuaca bisa diatasi dengan baik dan selamat. Itu salah satu contohnya kalau bicara soal dunia penerbangan.

Kembali ke dugaan kasus pemerkosaan. Empat layer keju di atas dapat diterapkan : unsafe actions, preconditions for unsafe actions, weak supervision, dan organizational influence. Secara umum begitu, tapi bisa berbeda tergantung pada apa kasusnya.

Melihat musibah yang menimpa Agni melalui kacamata Swiss Cheese Model memberikan pendangan yang lebih rasional. Mungkin cara ini tidak akan banyak membantu penyelesaikan kasus yang sudah terjadi. Tapi ini membuat kita lebih mudah memahami faktor-faktor yang menyebabkan perkosaan terjadi. Dengan mengetahui hal itu, semoga kejadian serupa dapat dicegah di masa yang akan datang.

Untuk kasus Agni, unsafe actions adalah peristiwa perkosaan itu sendiri. Lalu preconditions for unsafe action adalah menginap, sekamar berdua laki-laki dan perempuan, pergi sendirian di daerah asing, dan latar belakang yang membuat Agni pergi. Sampai sini mulai muncul pertanyaan misalnya kenapa sih harus menginap ? kenapa harus keluar sore-sore ? terlalu penting kah sampai tidak bisa ditunda besok paginya ?

Lalu ketiga masalah weak supervision. Kemana teman-teman KKN yang lain sehingga (1)Agni pergi sendirian, (2) bisa-bisanya hanya berdua di pondokan laki-laki. Tidak ada induk semangnya kah ? Apa tidak ada inisiatif untuk mengantar Agni pulang ke pondokan perempuan daripada harus menginap ?

Keempat, soal organisasi, yaitu kebijakan kampus untuk mengirim KKN ke seluruh Indonesia, sebagiannya di tempat yang masih tertinggal alias pelosok. Ini sebenarnya baik dan bukan sebuah kesalahan. Oleh karenanya tadi saya bilang belum tentu lubang keju bisa ditutup, yang penting tidak segaris.

Sekarang coba bayangkan, jika saja Agni tidak menginap tentu ini tidak terjadi, atau jika di pondokan itu ada orang lain pasti ada yang masih berakal sehat dan mencegah kejadian ini, jika saja sore itu Agni ada kegiatan dengan teman KKN lain, jika saja Agni tidak tergabung dalam kelompok KKN ini, dan jika jika yang lain.

Tapi kok ya ndilalah lubangnya tuh sinkron. Kok ya sore itu keluar sendirian, kok ya nginep, kok ya berdua tok dengan HS, kok pas teman-temannya gak ada yang bareng, kok ya terjadi padahal banyak skenario lain agar kecelakaan ini tidak pernah ada...

Pada akhirnya Swiss Cheese menjelaskan tentang kebetulan yang luar biasa.

Nasi sudah menjadi bubur, semoga semua yang terlibat mendapat keadilannya masing-masing. Tapi setidaknya sekarang kita sudah mempunyai pertanyaan untuk dijawab. Daripada berdebat siapa yang lebih salah mending dirumuskan apa yang harus dilakukan untuk mencegah kejadian yang sama.

Ada usulan dalam satu kelompok KKN dibuat laki-laki saja atau perempuan saja. Ada yang usul KKN di tempat jauh dihapuskan, ada yang bilang dosen pembimbing ditambah dan harus sering berkunjung. Ada juga yang usul KKN dihilangkan saja karena dimana-mana rawan pelecehan oleh sesama mahasiswa atau warga setempat.

Boleh nggak setuju karena toh itu cuma gertakan netizen yang emosi. Tapi perhatikan bahwa pada intinya harus segera dilakukan perbaikan dalam berbagai sisi untuk mencegah lubang tadi segaris lagi.

Entah membaca ini membuat Anda lebih tercerahkan atau malah makin pusing. Tapi kalau ditanya saya akan menjawab dengan cara ini. Mencoba memilah-milah masalah agar lebih jelas apa sebabnya.

Setidaknya hikmah yang dapat diambil dari publikasi balairungpress yang meledak ini adalah orang-orang sadar dan berani menyuarakan tindak pelecehan seksual serta mengutuk pelakunya. Resiko yang diambil Agni untuk menceritakan peristiwa tersebut, walaupun sebagian orang mencacinya, tapi membuat semakin banyak pula pihak yang berdiri di belakangnya. Semoga dengan ini masalah dapat segera diselesaikan dengan seadil-adilnya.

Aamiin

Salam,
Chandra

TOEIC, Lebih Mudah dari IELTS ?



Tulisan ini adalah bagian kedua dari cerita soal ujian bahasa Inggris. Sebelum membaca ini, supaya nyambung, pastikan baca bagian pertamanya dulu di sini (IELTS).

Buat jaga-jaga andaikata pahitnya nilai IELTS saya nggak cukup tinggi untuk mendaftar beasiswa yang saya tuju, saya memutuskan ambil tes TOEIC (Test of English for International Communication). Lembaga yang menyelenggarakan TOEIC ini salah satunya adalah ITC (itc-indonesia.com). Ada beberapa alasan mengapa TOEIC ini perfect dijadikan sebagai Plan B.

Pertama, tidak seperti IELTS dimana peserta harus mengikuti semua section listening, reading, writing, dan speaking, untuk TOEIC kita bisa memilih untuk mengambil antara TOEIC Listening-Reading atau TOEIC Writing-Speaking. Saya sangat menyarankan untuk mengambil yang listening-reading saja karena menurut saya lebih mudah (sifatnya pasif) dan yang jelas lebih murah. Selanjutnya pembahasan pada tulisan ini berlaku untuk TOEIC Listening-Reading(LR) ya.

Alasan kedua, soal biaya yang lebih murah. Biaya untuk tes TOEIC resmi hanya 675 ribu rupiah. Lumayan sih, tapi jauh lebih murah daripada IELTS yang 2,9 juta. Biaya itu sudah meliputi biaya tes dan selembar Score Report. Score Report berbeda dengan sertifikat ya. Jika ingin mencetak sertifikat dikenakan biaya tambahan 220 ribu rupiah per lembar. Jadi total biaya TOEIC adalah 895 ribu. Tapi pencetakan sertifikat ini sifatnya tidak wajib, jika nilai belum sesuai target sebaiknya jangan cetak sertifikat dulu, tes lagi dan kalau sudah sesuai baru cetak.

Ketiga, hasil tes TOEIC ini sudah bisa dilihat 2 hari setelah tes. Setelah 2 hari nilai sudah bisa dilihat secara online di http://www.itc-indonesia.co.id/itcosv/logintaker.php dan score report sudah bisa diambil di tempat ujian atau dikirim via JNE. Tapi waktu 2 hari ini hanya berlaku untuk tes di Jakarta ya, cabang lain memakan waktu 7-14 hari. Berhubung saya kemarin ambil tes di Kelapa Gading Jakarta, dalam tempo 2 hari saya sudah tahu dapat skor berapa dan pada hari ketiga score report sudah mendarat di rumah atas bantuan JNE YES, ongkir dibayar peserta tes tentu saja.

Keempat, menurut saya pribadi TOEIC lebih gampang daripada IELTS. Selain cakupan tesnya yang lebih sempit (listening dan reading saja), soal TOEIC relatif lebih sederhana. Tidak banyak rumus yang perlu dipegang, belajar English secara casual dari baca artikel, buku, dan nonton video berbahasa Inggris saya rasa cukup.

Berbeda dengan IELTS, kebanyakan peserta TOEIC (yang saya temui) adalah golongan profesional yang mengambil tes ini untuk keperluan rekrutmen, naik jabatan, akreditasi, atau untuk mengikuti event tertentu di tempatnya bekerja. Kebanyakan peserta sudah berumur, bapak-bapak ibu-ibu gitu lah, ada ekspatriat juga.

Kesimpulannya, kalau Anda belum yakin untuk mengambil IELTS, TOEIC ini bisa jadi alternatif yang lebih friendly, lagipula beasiswa seperti LPDP menerima sertifikat TOEIC. Walaupun tidak semua universitas di luar negeri mempersilakan calon mahasiswanya menggunakan tes ini.

Ini adalah tes TOEIC kedua saya setelah dulu pernah mengambilnya waktu SMP. Tapi bisa dianggap ini yang pertama karena dulu saya belum paham esensi tes bahasa Inggris dan sudah lupa sama sekali kontennya. Saya nyaris tidak belajar TOEIC secara khusus karena terlalu repot dengan persiapan IELTS. Meski begitu karena ujiannya berupa listening dan reading belajarnya bisa dianggap paralel dengan IELTS. Dengan itu alhamdulillah saya mendapat skor di kisaran 9xx.

Tips dari saya pribadi, jangan lupa mempersiapkan diri dalam hal penggunaan LJK (lembar jawab komputer). Saya yang terakhir menggunakan LJK sekitar 5 tahun yang lalu sempat agak kesulitan untuk menghitamkan jawaban dengan cepat. Hal ini sangat merugikan karena waktu ujian sangat terbatas.

Silakan jika ada pertanyaan bisa tulis di kolom komentar atau via email chandranrhmn@gmail.com, InsyaAllah direspon


Salam,
Chandra

Pertama Kali Ujian IELTS



Ini adalah tulisan soal pengalaman saya mengambil tes IELTS alias International English Language Testing System. Mahasiswa atau alumni yang lagi bernafsu ingin daftar beasiswa ke luar negeri (for example LPDP) pasti tahu dan sebagian diantaranya galau karena : (1) biayanya lumayan mahal, (2) soalnya terkenal agak susah, (3) tidak ada kesempatan mengulang kalau nilainya kurang dari target, uang yang sudah dibayar hilang.

Akibatnya tidak sedikit yang berkali-kali ikut simulasi tapi ragu untuk mendaftar tes yang sesungguhnya, termasuk saya yang akhirnya mau tidak mau harus ambil tes bulan ini dengan harapan dapat band score diatas ambang batas dan bisa langsung digunakan untuk daftar beasiswa bulan September nanti. Ini ceritanya.

Lembaga yang resmi menyelenggarakan tes IELTS di Indonesia diantaranya British Council (indonesia.ielts.britishcouncil.org) dan IDP (www.idp.com). Silakan pilih salah satu lembaga diantara itu. Saya nggak tahu apakah ada lembaga resmi lain tapi dari sekian banyak teman saya yang ambil tes IELTS biasanya akan memilih antara BC atau IDP.

Saya berdomisili di Bandung dan kemarin mengambil tes melalui IDP. Alasannya simpel, karena ketika saya berusaha mencari kantor British Council Bandung nggak ketemu walaupun sudah mengikuti apa kata Google Maps. Alhasil saya meluncur ke IDP Bandung yang terletak di Jalan Naripan. Sebenarnya nggak perlu datang ke kantor begini karena toh semua proses pendaftarannya online. Tapi berhubung ini pertama kalinya saya ambil IELTS, saya merasa perlu bertanya beberapa hal.

Apa itu IELTS ?

IELTS sekarang ini jadi salah satu english testing system paling populer di dunia. Kebanyakan universitas di luar negeri mensyaratkan nilai IELTS tertentu untuk calon mahasiswa overseas. Mengingat beberapa universitas menjadikan IELTS sebagai kriteria utama (bahkan mengesampingkan the legendary TOEFL), popularitas IELTS kian meroket.

Tes IELTS terdiri dari 4 bagian yang semuanya harus dilalui oleh peserta : Listening, Reading, Writing, dan Speaking. Listening terdiri dari 40 soal dan dikerjakan dalam waktu kira-kira 40 menit. Reading punya jumlah soal yang sama dengan waktu 60 menit.

Untuk writing peserta akan diberi 2 tugas (Task 1 dan Task 2). Task 1 biasanya berupa perintah untuk mendeskripsikan grafik, tabel, peta, gambar, proses, bagan, dll. Sedangkan untuk Task 2 peserta diminta menguraikan pendapatnya tentang suatu isu secara tertulis. Speaking, seperti namanya, berbentuk seperti interview selama 13-15 menit, bersama native speaker.

Pendaftaran

Semua proses registrasi IELTS dilakukan secara online. Silakan buka link BC atau IDP di atas untuk info lebih lanjut sekaligus mendaftar tes. Pilih lokasi dan waktu yang cocok sesuai domisili dan kesibukan masing-masing. Baik BC maupun IDP punya cabang di beberapa kota besar di Indonesia dengan jadwal tes masing-masing. Perlu diingat bahwa sertifikat IELTS akan keluar 13 hari setelah tes jadi pemilihan waktu tes jangan mepet deadline submission beasiswa atau apapun keperluan Anda.

Kemarin di IDP Bandung ada salah satu peserta yang berasal dari Yogyakarta. Waktu saya tanya kenapa ambil tes di Bandung dia jawab karena di Jogja sudah penuh kuotanya dan pendaftaran sudah ditutup. Jadi, buat yang mau ambil tes IELTS daftarnya jangan mepet-mepet ya...

Proses pendaftaran IELTS tidak susah, ikuti saja petunjuk di website. Jika ada kesulitan bisa kontak customer service BC atau IDP, pasti dibantu. Jangan lupa untuk menyiapkan identitas berupa KTP atau paspor. KTP atau paspor asli ini harus dibawa ketika tes, yang asli ya.

Biaya IELTS adalah $215. Karena kurs rupiah terhadap dollar terus berubah maka biaya yang harus dibayarkan dalam rupiah juga berubah. Tapi biayanya direview dalam periode satu bulanan kok, jadi nggak tiap hari fluktuasi. Bulan Agustus ini angkanya di 2,9 juta. September nanti bisa naik, tetap, atau turun tergantung kurs rupiah. Pembayarannya via transfer ya.

Oh ya, kebanyakan tes IELTS diselenggarakan di akhir pekan.

Persiapan Tes IELTS

Seiring pertumbuhan jumlah peserta tes IELTS, makin banyak pula lembaga yang menyelenggarakan bimbingan belajar internsif persiapan IELTS. Kalau kamu kamu punya waktu saya sarankan ambil saja bimbingan seperti ini agar lebih mantap menghadapi tes berbiaya mahal dan tidak bisa diulang ini.

Tapi untuk orang yang bekerja rasanya agak susah untuk melakukan itu. Solusinya adalah otodidak alias belajar sendiri. Ada beberapa metode yang disarankan untuk belajar IELTS secara mandiri.

1. Ada beberapa website yang layak jadi referensi dalam belajar IELTS mandiri, silakan buka ieltsliz.comielts-simon.com, dan akun YouTube-nya Engvid (www.youtube.com/user/engvidenglish). Saya rasa itu cukup, terlalu banyak malah pusing nanti.

2. Silakan download buku IELTS Cambridge edisi 1-12. Kerjakan sebanyak mungkin soal dan catat progres simulasi mandiri dari hari ke hari. Katanya indikasi siap maju ke tes yang sesungguhnya adalah ketika kita sudah secara konsisten bisa dapat nilai 1 poin di atas target. Maksudnya jika kita mentargetkan band score 6.5, pastikan dalam simulasi mandiri ini sudah konsisten dapat band score 7.5 atau lebih. Buku IELTS Cambridge ini dilengkapi kunci jawaban walaupun tetap agak susah mengevaluasi speaking dan writing.

3. Gunakan lembar jawaban official IELTS ketika belajar dan melakukan simulasi. Tujuannya agar familiar dengan metode pengisiannya sekaligus membantu penghitungan jumlah kata pada section writing.

4. Ikuti simulasi IELTS yang diselenggarakan oleh lembaga bimbingan belajar atau semacamnya. Sangat berguna untuk familiarisasi dan biayanya pun relatif murah, antara 100 sampai 150 ribu rupiah.

5. Untuk speaking, latihanlah di depan cermin sambil direkam untuk meningkatkan kepercayaan diri. Banyak tersedia contoh video speaking dengan berbagai band score di YouTube.

6. Jangan lupa metode belajar English yang casual seperti baca buku berbahasa Inggris, nonton film tanpa subtitle, nonton video YouTube berbahasa Inggris tanpa caption. Simpel dan berguna.

Banyak orang yang menulis tips n trick IELTS. Dari saya cukup sekian saja kalau ada pertanyaan bisa tulis di kolom komentar atau via email. InsyaAllah direspon.

Sampai tulisan ini dipublish sebenarnya saya belum tahu berapa band score IELTS saya karena belum 13 hari sejak hari ujian. Nah mengingat menurut hitung-hitungan saya tidak ada lagi kesempatan tes IELTS yang cukup untuk mengejar deadline pendaftaran beasiswa yang saya tuju, saya mengambil plan B dengan mendaftar TOEIC.

Apa itu TOEIC ? Lebih mudah kah daripada IELTS ? Berapa biayanya ? Simak di postingan berikutnya..


Salam,
Chandra

Mens Sana in Corpore Sano




Badan gampang capek, ngantukan, kaku, perut mengembang karena lemak menumpuk. Itu keluhan-keluhan saya beberapa semester yang lalu. Awalnya seneng dibilang gendut karena sejak TK selalu dipuji kurus. Waktu lulus SMP dulu BMI saya cuma 17 koma. Sekarang lumayan, plus minus di angka 22, idealnya 18 sampai 24 kan ya, masih oke. Kalau membandingkan foto kartu pelajar SMA sama KTM sekarang orang-orang selalu ngakak. Pangling.

Tapi lama-lama jengah juga karena gendutnya karena lemak. Parahnya dulu sering begadang nglembur tugas jadi lupa pola hidup sehat. Everything is getting worse. Ketika kesadaran tentang kesehatan muncul dan ada anekdot diantara teman-teman : #wisudabadanbagus, saya coba hijrah.

Masalahnya saya bingung mau mulai dari mana. Sampai akhirnya ada ajakan untuk ikut latihan futsal lagi, persiapan Olimpiade KM ITB kalau nggak salah waktu itu. Bangga aku, pernah dilatih sama pemain timnas futsal, Eko Sutrisno wkwk nuhun coach. Latihan bersama Futsal KMPN mulai keliatan efeknya. Badan jadi enteng, segar, daya tahan meningkat juga karena sering happy-happy main futsal. Latihan berlanjut untuk persiapan Kampoeng Bola. Lumayan minimal seminggu latihan 2 x 2++ jam. Belum lagi ada fun futsal kadang-kadang.

Akhirnya motivasi untuk lebih sehat lewat olahraga meningkat. Untuk urusan meningkatkan muscle mass saya pakai panduan aplikasi, supaya ada unsur gamifikasinya. Karena objective-nya sekedar untuk sehat, bukan jadi binaragawan, nggak perlu lah pakai suplemen aneh-aneh atau diet ketat.

Olahraga makin gencar setelah masuk virus badminton. Sekarang kami punya agenda rutin badminton tiap kamis malam. Kami daftar member di salah satu GOR di dekat Itenas Bandung. Saya juga beli raket yang lumayan oke lah untuk pemain amatir, selain untuk gizi makan, jargon 'jangan kurang-kurang' juga berlaku untuk olahraga lah.

Selanjutnya panahan. Gegara sering bergaul di TES, saya jadi tertular virus jemparingan. Karena masih ragu awalnya saya mulai dengan panah kayu 300rb-an yang saya beli di Tokopedia. Tapi cuma sebulan dipakai udah patah. Karena mulai suka saya ganti yang lebih serius. Atas rekomendasi teman yang ikut Pasopati ITB (UKM Panahan di ITB), saya coba datang ke Vieneth di dekat Stasiun Bandung. Ternyata rekomendasinya jitu, di sana semua kebutuhan olahraga panahan lengkap pooll. Terakhir kemarin saya akhirnya membuat archery range di kosan biar bisa main kapanpun, lumayan ada ruang kosong 6 meter.

Sekarang tambah lagi, futsal rutin setiap rabu sore sama teman-teman kampus. Jadi sekarang tiap minggu ada jadwal futsal rabu sore, futsal minggu pagi, badminton kamis malem, plus badminton lagi yang jadwalnya ganti-ganti, ada juga panahan di kosan dan setiap sore di TES plus kadang sabtu pagi di Tahura. hahaha alhamdulillah. Dulu ini sebatas doa.

Jer basuki mawa bea. Saya percaya bahwa investment di aktivitas olahraga itu sangat baik, apalagi untuk laki-laki. Yang pertama jelas bahwa olahraga itu penting untuk kesehatan. Badan ini bukan barang sewaan yang bisa ditukar kalau terlanjut rusak. Jadi mumpung masih muda being active itu penting. Kedua, tipikal laki-laki membutuhkan hobi untuk penyaluran kebutuhan emosinya. Belum lagi kalau sudah punya duit lanang, makanya saya maklum kalau ada bapak-bapak yang spend uang dalam jumlah besar untuk beli alat pancing atau sepeda.

Memang butuh energi aktivasi yang lumayan besar untuk memulai berolahraga. Tapi karena (katanya) olahraga merangsang produksi hormon kebahagian yang sifatnya candu, pasti lama-lama nagih. Faktanya setiap rabu dan kamis saya jadi semangat ngapa-ngapain karena tahu sore dan malemnya hepi hepi. Daripada menghabiskan waktu untuk yang tidak tidak, mending olahraga yok.

Yasudah begitu dulu, aku tak badminton sek ya teman-teman :)


Chandra.

Di Penghujung #4 : Amanah Baru




Software Engineer

Waktu itu Bulan Juni, saya mempresentasikan progress report TA di perusahaan, terakhir sebelum mudik lebaran. Saat itu saya agak terkejut ketika secara langsung ditanya, "kamu setelah ini mau ngapain ? kalau mau gabung di sini bisa". Saat itu saya belum menyusun CV dengan proper, belum punya ijazah atau SKL, tidak ada sertifikat bahasa inggris, bahkan tugas akhir belum ditulis (ini beneran, cerita tentang TA bisa dilihat di sini dan di sini)

Sedikit flashback, dulu di tingkat 1 ada kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (TTKI), semua mahasiswa ITB mendapat kuliah ini. Isi dari kuliah ini adalah latihan membuat karya tulis ilmiah. Tugas besarnya yaitu menulis sebuah KTI yang berhubungan dengan bidang studi masing-masing, berkelompok 3 orang. Waktu itu kelompok saya berencana menulis tentang pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di daerah Dago Pakar, Bandung. Kami sempat kesana tapi ternyata untuk wawancara atau meminta data harus disertai surat pengantar dan lain sebagainya. Kami memilih mencari topik lain yang lebih mudah dicari datanya.

Saya ingat punya saudara yang bekerja di sebuah perusahaan simulator di Bandung. Saya coba hubungi dan menjelaskan tugas yang sedang kami kerjakan. Ternyata kami di ajak langsung ke kantor melakukan wawancara dan jalan-jalan melihat workshop mereka. Workshop yang lokasinya di daerah Mekarwangi, Dago atas itu berisi perangkat-perangkat simulator pesawat, helikopter, dan tank.

Di tingkat tiga saya mengajukan kerja praktek (KP) di sana selama kurang lebih 2 bulan. Alasan awalnya hanya 'birokrasinya gampang' karena sudah punya koneksi. Cerita tentang kerja praktek ada di sini. Selesai kerja praktek saya malah ditawari beberapa topik tugas akhir untuk dikerjakan di sana. Jadi sekarang pembimbing TA saya ada 2, satu dosen dari kampus, dan satu dari perusahaan itu.

Ternyata tidak selesai sampai di situ. Banyaknya proyek yang dikerjakan memaksa mereka untuk mencari SDM baru, terutama di bagian software engineering. Jadilah saya ditawari untuk bergabung, seperti yang saya ceritakan di atas. Mengingat biasanya momok bagi mahasiswa yang baru lulus adalah masa menganggur, tawaran ini sangat saya syukuri. Alhamdulillah sekali, saya bersyukur masih Juni sudah mendapat tawaran pekerjaan.

Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan ?

Bersyukur

Alhamdulillah tugas akhir saya selesai lebih cepat daripada rencana. Itu bukan karena saya over-rajin, tapi memang pekerjaannya dikurangi. Dosen pembimbing memutuskan bahwa saya tidak perlu sampai melakukan implementasi hardware, which is itu mungkin sekitar 30% dari pekerjaan.

And you know kenapa saya malah dapat 'keringanan' ?

Pak dosen memang nggak menyampaikan langsung secara jelas, tapi sepertinya beliau berencana memperbantukan saya pada proyek yang sedang dikerjakan dosen-dosen. Saya tahu rencana itu dari senior di penerbangan yang sekarang menjadi asisten akademik FTMD yang juga sekosan sama saya.

Pihak perusahaan tempat saya bernaung juga begitu. Daripada mengerjakan proyek simulator aerobatik yang sifatnya sekunder ini, mending saya ikut di proyek yang lebih serius dan sudah dekat deadline. Sampai akhirnya terjadi diskusi asik di BTC sore-sore itu.

Dosen : "Chandra, anda ada motor ?"

Me : "Ada Pak, bagaimana ?

Dosen : "Ketemunya di Dunkin donut BTC saja bisa ? daripada saya bolak-balik"

Me : "Oh siap Pak, tapi saya agak telat 15 menit"

Dosen : "Oke nggak papa saya tunggu"

Kebetulan saat itu saya ada janji juga dengan saudara saya yang di perusahaan itu. Rencana ketemu bada maghrib tapi ternyata urusannya selesai lebih cepat.

Me : "Mas, aku sore posisi di dunkin BTC, ketemu di sana aja yo"

Dia : "Oke aku jam 5an dah beres"

Bimbingan pun dimulai, ditemani donat dan segelas  lemon tea karena dipaksa Pak Dosen untuk pesen, ditraktir. Ternyata saudara saya ini cocok ngobrol dengan pak dosen karena backgroundnya sama-sama industri di bidang software dan simulator. Mereka punya pengalaman yang sama dalam dunia simulator tempur. Jadilah lebih banyak ngobrol ngalor-ngidulnya daripada bahas TA. Saya lebih banyak menyimak karena memang belum paham betul soal ini. Tapi obrolannya sangat berbobot, so interesting.

Jam 6 lebih obrolan berakhir karena kami belum salat maghtib. Di akhir seperti terjadi kesepahaman antara kami bertiga. Kesepahaman bahwa dari Agustus (sidang) - Oktober (wisuda) saya masih digondeli untuk tetap di kampus mengerjakan proyek. Lalu setelah Oktober saya ditarik full time ke perusahaan. Selain itu, di periode Agustus-Oktober itu jika memungkinkan saya diminta sudah mulai part-time di perusahaan dan selepas Oktober kalau bisa masih bantu-bantu di kampus.

"Halah kerjanya jam berapa sampai jam berapa to, sabtu minggu kosong juga to", kata dosen. Bagaimana saya nggak tersanjung ? atau malah terbebani...

Dibilang beban ya memang beban. Kadang saya merasa masih belum cukup belajar selama 4 tahun di kampus. Tapi saya nggak boleh kejam pada diri sendiri. Kalau memang dipercaya ya laksanakan sebaik mungkin. Kesempatan tidak selalu ada. Amanah tidak memilih pundak yang salah. Di sisi lain mungkin ini jawaban dari doa saya untuk 'mandiri semuda mungkin'.

Alhamdulillah. Doakan ya, semoga lancar :)

Tapi...revisian dulu


Saya memulai studi hanya bermodal seneng dengan pesawat terbang, tak jelas apa yang akan saya lakukan nanti dengan ilmu yang didapat di sini. Tapi ada hal-hal yang bekerja dengan modal iman. Sesimpel minum obat, saya tidak tahu bagaimana obat bekerja, tapi percaya bahwa itu berguna. Begitu juga dengan belajar, jangan mendustakan ilmu.


Chandra

Di Penghujung #3 : Akhirnya Sidang Juga




Tahun 2013 hari raya Idul Fitri jatuh pada tanggal 8 Agustus. Masih saya ingat waktu itu hari ke-3 lebaran saya sudah harus berangkat ke Bandung untuk memulai petualangan di kehidupan kampus. Waktu itu saya berangkat sendirian, belum punya kos, berbekal resource yang serba terbatas, dll, konyol kalau diingat-ingat.

***

Nearly 4 tahun kemudian, 15 Agustus 2017, bermodal rasa syukur dan optimisme saya melangkah masuk ke ruang sidang untuk mempresentasikan dan mempertanggungjawabkan tugas akhir saya yang telah saya kerjakan kurang lebih 6 bulan terakhir.

Setelah kemarin sempat ada sedikit problem dengan urusan administrasi, ternyata yang saya khawatirkan tidak terjadi. Memang begitu, bahkan untuk berharap sama Allah kita (saya terutama) masih butuh belajar. Padahal kita sadar bahwa punya banyak keterbatasan, tidak seperti Dia yang Tak Terbatas. Itulah mengapa perlu yang namanya iman.

Setelah menjalani berbagai proses dan mengurus beberapa persyaratan, alhamdulillah hari Senin minggu lalu saya bisa maju seminar, sebuah syarat untuk sidang. Draft tugas akhir saya kumpulkan ke TU FTMD awal Agustus kemarin. Selanjutnya saya menyusun presentasi dan melakukan rehearsal.

Presentasi jadi sangat vital buat saya. Pertama, karena jelas ini menjadi komponen penilaian. Kejelasan penyampaian dan penguasaan materi jelas penting. Tapi ada requirement lain yaitu harus dipenuhi : waktu. Jatah waktu presentasi ketika sidang adalah 30 menit. Selanjutnya 1,5 jam digunakan untuk tanya jawab dll. Berkali-kali saya melakukan rehearsal untuk memastikan dapat menyampaikan semua point penting dalam waktu 30 menit. Hasilnya lumayan, waktu presentasi saya saat seminar 29 menit 47 detik dan saat sidang 29 menit 30 detik. Thank you Keynote..

Alasan kedua kenapa presentasi penting : Words disguise thought. Saya mengerjakan TA selama kurang lebih 6 bulan, cukup banyak yang dikerjakan. Jadi sejujutnya saya sudah agak lupa detail-detail pekerjaan yang saya lakukan bulan Maret atau April lalu. Jadilah saya usahakan untuk melakukan presentasi seelegan mungkin, mengedepankan yang saya kuasai dan menghindarkan sisi lemah dari tugas akhir saya ini. Ternyata saya selamat hahaha

Total presentasi + tanya jawab memakan waktu 1 jam 48 menit. Selanjutnya saya diminta untuk mematikan layar dan keluar ruangan sebentar, penguji rapat dulu. Ketika saya diminta untuk masuk kembali ke ruangan saya diminta berdiri di depan.

"Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan, Anda dinyatakan lulus dengan nilai total 85.3, atau setara indeks A"

Alhamdulillaah. Walaupun ada beberapa pertanyaan penguji yang tidak dapat saya jawab sempurna tapi overall saya bersyukur telah menyelesaikannya dengan baik. Sekitar 70% revisi justru revisi penulisan. Memang saya berinisiatif menulis TA berbahasa Inggris haha. Saya belum punya banyak pengalaman menulis naskah ilmiah, apalagi in English, berpuluh-puluh halaman. Jadinya masih banyak terbawa kalimat blogging, pendek-pendek dan tidak memenuhi standar, masih ada juga vocab-vocab yang tidak cocok untuk naskah akademik <-- seperti kalimat ini. Saya diberi waktu 2 minggu untuk merevisi dan mengumpulkan dokumen akhir. Shaap!!

Momen yang berkesan waktu sidang justru ketika saya dipanggil kembali masuk ke ruangan untuk menerima hasil. Saya sudah sangat bersyukur mendapat pengumuman lulus, tapi ternyata lebih dari itu. Setelah pengumuman nilai, setiap dosen (1 pimpinan sidang + 4 penguji) memberikan wejangan dan closing statement. Apa yang disampaikan bapak-bapak itu justru membuat saya speechless.

Setelah sesi pembantaian hampir 2 jam (jangan ragukan killing instinct dosen ITB kalau nyidang ya hahaha), beliau-beliau menyampaikan apresiasinya atas apa yang telah saya lakukan baik dalam tugas akhir ini maupun selama kuliah di Penerbangan (sekarang namanya Teknik Dirgantara), akademik dan non-akademik. Alhamdulillah. Dosen is friend..

Saya memulai tugas akhir saya tanpa tahu apa itu hinge moment, control force, belum pernah bermain X-Plane, dan belum pernah lihat pesawat Extra-300. Tapi selama proses ini saya belajar banyak sekali ilmu-ilmu baru. Ini deskripsi singkat tugas akhir saya :

Ketika pesawat terbang, gaya aerodinamika tidak hanya muncul pada sayap atau ekor, tapi juga pada bidang kendali. Gaya aerodinamika ini menghasilkan moment pada hinge line (engsel bidang kendali) yang disebut hinge moment. Hinge moment ini diteruskan melalui mekanisme kendali sampai ke stick pilot di cockpit. Saya mengembangkan tool yang dapat digunakan untuk memprediksi hinge moment coefficient dari pesawat terbang subsonic. Obyek penelitian saya adalah pesawat aerobatic Extra-300. Saya memprediksi hinge moment coefficient lalu menghitung dan menganalisis control force pesawat ini pada beberapa manuver penerbangan.

Keyword : hinge moment, prediction tool, control force, X-Plane, aerobatic

Jika ada yang mau sharing atau butuh dokumennya (atau tool perhitungan hinge moment yang saya buat), bisa kontak saya di chandranrhmn@gmail.com

Ketika saya upload di instagram, beberapa komentar yang muncul adalah "akhirnya sidang juga ya Chan!".


Salam,
Chandra






Di Penghujung #1 : Bahkan Untuk Berharap Sama Allah Masih Butuh Belajar



Bahkan untuk ikhlas berharap sama Allah saja saya masih butuh latihan.

Waktu itu bulan April, salah seorang teman sedang mengurus kebutuhan administrasi untuk magang di Airbus di Jerman. Dia berencana sekalian menyelesaikan tugas akhir (TA) di sana. Oleh karena itu cukup banyak dokumen yang perlu diurus termasuk membuktikan bahwa sks-nya sudah habis sehingga bisa ditinggal mengerjakan TA di luar kampus. Nggak main-main, Airbus men, ada tawaran 1 slot tugas akhir di bidang Computational Fluid Dynamic (CFD), fully funded.

Suatu sore tiba-tiba grup angkatan heboh. Ternyata dia mendapat masalah dalam pengurusan dokumennya di fakultas. Teman saya ini dianggap belum memenuhi kuota mata kuliah pilihan luar prodi. Begitu tahu masalah ini, dia menjelaskan di grup angkatan dan ternyata ada belasan orang yang baru sadar memiliki masalah yang sama.

Jadi ternyata selama ini kami miss-informed. Dulu kami diberi tahu bahwa mata kuliah S2 Aeronotika dan Astronotika (AE) adalah mata kuliah luar prodi, ternyata bukan. Ternyata S1, S2, dan S3 AE dianggap sebagai prodi yang sama. Padahal sudah banyak mahasiswa yang terlanjur menggunakan matkul S2 ini untuk mengisi jatah luar prodi. Got it ?

Saya sendiri merasa berada di zona abu-abu. Saya sudah mengambil matkul prodi Teknik Material 2 sks dan kuliah umum 2 sks. Dilihat dari jumlah ini sudah cukup (minimal 3 sks), tapi rencana awal saya sebenarnya bukan begini.

Jadi di Prodi AE ada jatah 15 sks mata kuliah pilihan yang klasifikasinya sebagai berikut :
6 sks kuliah pilihan terarah (ditentukan kuliah apa saja yang masuk kategori ini)
6 sks kuliah bebas
3 sks kuliah luar prodi

Rencana awal saya adalah begini :
6 sks kuliah pilihan terarah : Conputational Fluid Dynamic (3 sks) dan Finite Element Method (3)
6 sks kuliah bebas : Teknik Pengendalian Korosi (2), Keprofesian AE (2), Jurnalisme Sains (2)
3 sks kuliah luar prodi : Teknik Simulasi Terbang (3), ini kuliah S2 AE, dianggap luar prodi.

Tapi jika mengasumsikan kuliah S2 AE adalah kuliah dalam prodi maka skemanya 'terpaksa' diubah jadi begini :
6 sks kuliah pilihan terarah : Conputational Fluid Dynamic (3 sks) dan Finite Element Method (3)
6 sks kuliah bebas : Teknik Simulasi Terbang (3), Keprofesian AE (2)  ---> 5 sks
3 sks kuliah luar prodi : Jurnalisme Sains (2), Teknik Pengendalian Korosi (2)  ---> 4 sks

Saya merasa di zona abu-abu karena kuota kuliah bebas baru terisi 5 sks sementara luar prodi kelebihan 1 sks. Salahnya saya adalah merencanakan lulus dengan 'hanya' 144 sks tanpa mengambil sks lebih yang sebenarnya sangat memungkinkan.

Waktu itu saya sempat down juga. Kalau masalah ini tidak terselesaikan segera maka rencana lulus Oktober akan terganggu. Kaprodi yang merasa bersalah karena ikut andil dalam kesalahan informasi ini membantu kami (mahasiswa yang bermasalah) untuk melakukan advokasi ke fakultas bahkan rektorat.

Masalah ini berlanjut hingga awal Juni, saat masa pendaftaran semester pendek. Semester pendek bisa dibilang cara terakhir bagi mahasiswa 'bermasalah' ini untuk menyelesaikan urusannya. Dengan biaya 300 ribu per sks dan hanya butuh 2 atau 3 sks maka oke saja lah. Walaupun ada juga yang merasa keberatan jika harus membayar.

Karena saya masih ragu-ragu waktu itu, saya juga ikut mencari kesempatan semester pendek. Tidak seperti semester reguler yang kami bisa memilih suka-suka kuliah yang akan diambil, di semester pendek kami harus memastikan bahwa kami boleh mengambil kelas itu, sekalipun dari sistem online kampus jelas bahwa kuliah itu dibuka. Karena biasanya di ITB semester pendek hanya untuk menolong mahasiswa yang harus segera lulus misalnya yang sudah mendekati batas 6 tahun. Perlu diingat, mata kuliah yang diambil harus mata kuliah luar prodi. Kalau dalam prodi lebih gampang mengurusnya apalagi dengan adanya masalah ini,

Ya mungkin karena belum rejekinya, hampir tidak ada kuliah yang bisa kami ambil di semester pendek. Satu-satunya yang bisa diambil adalah Magang Industri dari Teknik Mesin. Tapi kuliah itu mengharuskan kami magang di perusahaan. Tentu ini berat untuk kami penuhi karena tujuan kami mengambil semester pendek adalah agar bisa lulus Oktober. Rencanya semester pendek dijalani sambil mengerjakan TA di kampus. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.

Sampai akhirnya pada suatu hari kami di panggil oleh kaprodi, kabarnya surat jawaban dari rektorat sudah ada. Beberapa perwakilan mahasiswa datang ke ruangan kaprodi. Saya kaget ternyata nama saya tidak ada dalam surat 'pengampunan' itu, hanya nama saya yang nggak ada. Hayoloh !

Tapi setelahnya alhamdulillah kaprodi menjelaskan bahwa nama saya tidak ada karena memang tidak bermasalah. Karena saya sudah lulus 139 sks (5 sks TA ongoing) dan sudah ada sks luar prodi yang cukup maka clear. Screeningnya bukan per mata kuliah seperti skema pesimis saya di atas tapi dilihat sksnya. Jadi untuk kasus saya :
sks pilihan terarah (minimal 6) : 6 sks
sks luar prodi (minimal 3) : 3 sks
sks bebas (minimal 6) : 5 sks dalam prodi + 1 sks luar prodi.

Alhamdulillah saya juga jadi makin lega karena teman yang punya skema persis dengan saya lulus lancar-lancar saja pada wisuda Juli kemarin. Tapi tentu saya akan benar-benar lega kalau sudah lulus secara hakiki. Doakan yaa..


Hikmah

Ada sebuah pelajaran besar yang saya dapat dari rangkaian peristiwa itu. Saya jadi lebih mengenal diri sendiri. Saya jadi tahu bahwa bahkan untuk ikhlas berharap sama Allah saja saya masih butuh belajar dan mekanisme ujian seperti ini.

Saya sadar bahwa banyak sekali hal-hal yang berada di luar jangkauan kita. Tapi masih susah rasanya untuk istiqomah menyerahkan itu semua untuk di-solusi-kan oleh Allah SWT Yang Maha Tahu, bahkan Allah tahu kalau kita sedang menghadapi masalah. Hidup kita terasa rumit karena kita memaksakan mengurus hal-hal yang seharusnya diserahkan pada Allah. Saya baru saja menemukan ini dari tulisan seorang teman :

…dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. (Q.S Maryam : 4)

Saya tipe orang yang kurang bisa multitasking. Saya bisa membereskan sesuatu dengan cepat dan baik jika fokus dan hati kondusif. Tapi ketika ada sesuatu yang menggalaukan maka rate kerja saya bisa benar-benar terganggu.

Alhamdulillah nyaris tidak ada masalah teknis berarti dalam TA saya (InsyaAllah akan saya ceritakan di kesempatan berikutnya). Tapi kemarin selama kurang lebih 2 bulan saya berada dalam bayang-bayang masalah itu. Saya dipaksa mengerjakan TA sebaik-baiknya dengan kondisi internal yang kurang tentram. Saya belajar banyak dari ini. Learn to be stronger than before. Learn to be more complete than before.

Saya merencanakan lulus Oktober tapi sidang pada bulan Agustus, karena alasan tertentu, ingin juga saya ceritakan nanti. Draft tugas akhir alhamdulillah sudah hampir siap kumpul. Saya berharap tidak ada masalah non teknis dan semua tahap berjalan lancar ke depannya. Sehingga saya bisa menyelesaikan studi dengan baik sesuai rencana.

Sekarang yang terbaik yang bisa saya lakukan adalah berkhusnuzon kepada Allah atas segala hal yang mungkin terjadi yang berada di luar kuasa manusia. Tentu dengan terus berdoa dan meminta restu orang tua.

Do your best, let God do the rest


bersambung















Tentang cinTA



Bukan cinta
Tapi TA
Tugas Akhir

Dulu waktu ibu masih ngajar, sering saya membukakan pintu rumah waktu ada mahasiswa yang datang mau bimbingan. Padahal rumah kami jauh lho dari kampus mereka. Pakai motor mungkin sekitar 45 menit, kalau bolak balik sekitar 1.5 jam berarti. Dan mereka datang ke rumah, cuma 10 atau 15 menit di rumah, plus skripsinya dicoret-coret. Kasihan :)

Dulu di rumah ada lemari yang khusus untuk menyimpan skripsi mahasiswa-mahasiswanya ibu. Sayang lemarinya sudah hancur waktu gempa Jogja 2006, isinya juga. Rumah simbah, tempat menyimpan lemari itu, roboh waktu gempa.

Waktu itu saya hobi menggambar. Di rumah ada papan tulis dan kapur, kadang saya menggambar pakai itu. Tapi lain waktu ingin pakai kertas juga. Daripada minta dan membuang-buang kertas baru, saya pakai saja dokumen-dokumen skripsi itu. Skripsi ditulis 1 muka, tidak bolak-balik, jadilah bagian yang kosong itu saya coret-coret. Banyak banget.

Lain waktu kalau libur saya diajak ke kampus, pernah ikut nonton sidang sarjana. Waktu itu masih awal-awal SD saya sudah merasakan atmosfer sidang sarjana, atau seminar ya, not sure. Yaa walaupun saya nggak paham isinya, tidak peduli juga karena lebih sibuk dengan diri sendiri, nggak boleh mengganggu. Tapi tahu lah kira-kira perasaan mahasiswa yang di sidang.

Pernah juga diajak mengunjungi mahasiswa KKN di daerah Imogiri, Dlingo, dan sekitarnya. Walaupun akhirnya saya tidak mengalami yang namanya KKN.

***

Itu kejadian beberapa tahun yang lalu. Sekarang 2017 saya berada di posisi mahasiswa-mahasiswa itu. Mengerjakan tugas akhir sebagai syarat lulus sarjana. Jadi tahu apa yang dulu mereka rasakan hehe

Ternyata tugas akhir beda sekali dengan kuliah-kuliah reguler. Di kuliah, sudah jelas apa yang harus dilakukan. Kita hanya harus melakukan itu as good as possible. Sedangkan dalam petualangan tugas akhir, kita lah yang menentukan langkah apa yang akan dilakukan. Itu juga harus dikerjakan sebaik-baiknya, dan sesuai dengan track yang diinginkan dosen.

Ibaratnya, sebelum-sebelumnya kita diberi palu, lalu ditunjukkan mana paku yang harus dipukul. All we have to do adalah memukul paku itu dengan benar. Kalau tugas akhir, kita diberi tahu bahwa ada palu, cangkul, gergaji, pisau, linggis, cat, dan lem. Kita harus menentukan mana yang bisa dipakai. Lalu masih harus mencari benda itu di gudang. Next menentukan paku mana yang harus dipukul. Dan mengerjakan sebaik-baiknya, dan secepat-cepatnya.

Tugas akhir sangat efektif menguji self-control. Pengerjaannya lebih bebas daripada tugas kuliah biasa. Tapi kebebasan sering menjadikan kita terlena. Kalau dikerjakan dengan sungguh-sungguh, luar biasa baik pengaruhnya. Tapi kalau terlena, yaa lulusnya lama, itupun kalau akhirnya mau mulai mengerjakan.

Tugas akhir adalah kawah candradimuka

Tapi lebih baik kita fokus ke yang enak-enaknya, jangan yang susah-susahnya. Saya pribadi malah seneng dengan sistem tugas akhir (setidaknya sistem TA kami). Saya tipe orang yang "biar kuselesaikan dengan caraku, lihat saja hasilnya nanti, InsyaAllah memuaskan". Beri tahu saja output yang diinginkan, kukerjakan semaksimal mungkin :)

Di tempat kami tugas akhir macam-macam dari yang sederhana sampai yang rumit. Punya saya gimana ? Lebih dekat ke rumit daripada sederhana hehe. Adanya kemitraan dengan perusahaan sebagai pihak ketiga juga gampang-gampang susah. Itu mendekatkan saya ke dunia kerja dan memudahkan dalam urusan "work experience". Tapi saya juga harus beradaptasi dengan budaya kerja yang sebenarnya dan belajar bekerja secara profesional.

Tapi lepas dari itu semua, tugas akhir atau skripsi atau apapun istilahnya, dibawa happy aja lah. Progres, progres, progres, lama-lama juga kelar. Dalam perjalanannya pasti banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil. Kalau ada masalah atau hambatan yaa itu bagian dari dialektika hidup mahasiswa tingkat akhir lah, wajar. Masak mau sama dengan mahasiswa baru yang masih bisa bermanja-manja.

Semangat yaaa, keep smile, jangan lupa bahagia :)

"Susah kan ? Yaa namanya juga tugas akhir. Hehehe"
"Halah ngapain buru-buru, udah ada yang nunggu po, Oktober aja ben tuwuk"
 Maka apabila kamu telah selesai dari satu urusan maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain - Q.S. Al-Insyirah : 7

Chandra


sumber gambar : viracanya.wordpress.com



Futsal KMPN : Dari yang Bukan Siapa Siapa



"Lah Chan, ikut lomba begituan ?"

"Tumben Chan, biasanya kegiatanmu yang menguras otak terus"

"Bisa futsal lu ? Hahahaha"

Yaa memang saya juga nggak menyangka bakal berada di tempat ini. Berjalan memasuki lapangan futsal Football Plus tepat di belakang kapten tim. Memakai jersey hitam bertulisan AEROSPACE dan berlogo KMPN. Bukan dalam kegiatan fun futsal atau sekedar latihan, tapi dalam pertandingan final Kampoeng Bola 2017 melawan HMT (Tambang).

Saya sebenarnya tidak sengaja masuk tim futsal KMPN. Panjang lah ceritanya, nggak worth it kalau dituliskan disini hehe. Telat juga saya masuknya, teman-teman yang lain ikut sejak tingkat 2, saya mulai tingkat 3. Pengalaman pertama saya ikut tim futsal adalah Kampoeng Bola 2016. Tapi saat itu di pertandingan pertama lawan Kimia langsung kalah 1-0 dan langsung tersingkir. Menyedihkan sekali.

Turnamen kedua adalah Olimpiade KM ITB 2016. Olimpiade KM ITB adalah event yang mempertandingkan berbagai macam cabang olahraga antar himpunan mahasiswa jurusan. Pertandingan pertama berhasil menang lewat adu penalti. Tapi pertandingan kedua kalah juga. Akhirnya kami tidak membawa pulang apa-apa.

Lalu yang ini, Kampoeng Bola 2017. Kami memulainya dengan mentality yang biasa-biasa saja. Harapannya hanya agar tidak gugur di fase grup atau tahap-tahap awal. Kami latihan seminggu setidaknya 2 kali. Setiap latihan sekitar 2 jam. Tapi karena tempat latihan yang agak jauh dan kebiasaan menunda, sering banyak yang telat datang.


Titik Balik

Ada hikmah di balik setiap kejadian dan ada pelajaran yang selalu bisa diambil. Kombinasi budaya malas-malasan latihan dan hasil jelek ketika latih tanding akhirnya membuat kami berang. Kami di sini adalah pemain angkatan 2013. Kenapa kami marah ? Karena ini mungkin turnamen terakhir kami di ITB. Kami bosan kalah. Selalu dalam turnamen-turnamen sebelumnya hanya daftar - kalah - evaluasi - bilang mau berubah - daftar lagi - kalah lagi - evaluasi lagi..

Dari sini sedikit demi sedikit kondisi berubah. Kami memulai latihan lebih tepat waktu. Walaupun tempat latihan jauh, tapi karena sudah akrab dengan pengelola lapangan kami bisa mendapat bonus waktu. Kami latihan hingga 3 - 4 jam, beberapa kali sampai lewat tengah malam. Metode latihan disesuaikan dengan kebutuhan. Latihan semakin serius mendekati waktu lomba. Semua berjalan semakin baik. Optimisme mulai muncul, optimis sekedar untuk tidak langsung kalah.

Pertandingan pertama kami melawan HMIF (Informatika). Mungkin karena masih pertandingan pertama kami masih grogi dan tidak bermain cukup baik. Pertandingan berakhir 1-1, tapi kami merasa kalah. Evaluasi lagi. Tapi kali ini bukan evaluasi omong kosong.

Pertandingan kedua di grup kami melawan KMSR (Seni Rupa) dan harus menang. Kami berkomitmen untuk lebih fight dan tentu tidak lupa doa. Alhamdulillah kami menang 2-0 di pertandingan ini dan menjadi juara grup. Misi tidak langsung gugur terpenuhi. Saya bermain full di pertandingan ini karena kiper satu lagi sedang kurang sehat, biasanya kami bagi-bagi.

Lolos sebagai juara grup mempertemukan kami dengan HMTM (Perminyakan) di perdelapanfinal. Seperti tim-tim dari FTTM lainnya, mereka badannya gede-gede dan main agak keras. Tapi kata salah satu teman, Arif :
Siapapun lawannya, mereka kecil, kita juga kecil, yang Besar cuma Yang Di Atas, jadi ayo ketuk pintu langit
Alhamdulillah kami menang lagi 2-1. Optimisme makin tinggi. Pertandingan berikutnya kami melawan HMM 1 (Mesin) di perempatfinal, derby FTMD, panass. Jeda seminggu dari pertandingan lawan HMTM kami manfaatkan untuk latihan. Tidak main-main persiapan kami karena HMM 1 adalah favorit juara. Latihan dan taktik diatur lebih serius.

Melawan mereka yang cenderung lebih muda kami sengaja agak keras dan full pressure. Kami unggul 1-0 di awal pertandingan dengan gol yang agak beruntung dan berhasil mempertahankan skor sampai match selesai. Kami menang, masuk semifinal. Agak lega salah satu rintangan terlewati.

Ternyata kami ketemu HMM 2 di semifinal. Karena mahasiswanya banyak HMM memang mengirimkan 2 tim. Semifinal dilakukan di hari yang sama dengan perempatfinal, jadi harus memanange tenaga baik-baik. Kami agak sedikit rileks karena tim HMM 1 yang kami temui di semifinal sebenarnya lebih kuat. Kami makin percaya diri. Melawan HMM 2 kami menang 3-1. Alhamdulillaaah, FINAL.

Sementara itu, di semifinal yang lain, HMT (Tambang) berhasil menang melawan HMIF (Fisika Teknik) dengan skor 2-0. Jadilah kami ketemu HMT di final. Lagi-lagi tim keras.

Kami tahu HMT tim yang sangat baik dalam attacking. Kami dikenal sebagai tim yang solid dalam bertahan. Sayangnya kami belum berlatih untuk mengatasi model serangan HMT yang selalu lewat pinggir lapangan. Saya sebagai kiper pun belum terbiasa karena tidak ada tim yang bermain seperti itu. Parahnya, tidak ada waktu latihan karena hanya berselang 1 hari dengan semifinal.

Lawan HMT di final

Kami mencoba optimis, kami bisa cetak gol lebih dulu, 1-0. Tapi memang kami tidak siap, akhirnya bobol juga gawang kami setelah beberapa serangan. Ganti-ganti strategi dan pemain tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Endingnya kami kalah 1-3. Juara 2.

Final berlangsung 2 x 20 menit waktu bersih, berjalan total hampir 1 jam, pertandingan sebelumnya 2 x 15 menit kotor

Ada yang menangis, tapi kami berusaha tetap tegak. Kami menerima piala Juara 2. Ini adalah malam yang mengharukan. Jarang-jarang mahasiswa cowok nangis. Tapi itu benar-benar terjadi. Optimisme yang tadinya hanya agar tidak langsung kalah disusul sikap disiplin, berani bertarung, mandi keringat, dan keseleo mengantarkan kami sampai ke final. Hanya saja kami belum diijinkan menjadi juara 1.

Alay ? Agak, tapi biar kukasih tahu. Ikatan kami sangat kuat. Tim futsal di bawah bendera kampus atau sekolah dihakekatkan untuk ada. Mahasiswa atau pelajar disaring untuk masuk tim ini. Tak peduli ada orang atau tidak, nama tim itu akan tetap ada. Berbeda dengan tim di himpunan mahasiswa seperti kami. Mahasiswa lah yang membangun tim ini. Tidak ada mahasiswa yang mau membangun, tidak akan ada tim ini. Tidak ada manajemen, tidak ada pelatih tetap, jersey ganti-ganti, bayar lapangan sendiri kalau latihan, kalau menang penghargaan 'hanya' dari sesama teman.
Aku optimis menang, pengen ngasih kenang-kenangan buat angkatan 2013 yang udah mau pergi, Mas - salah satu pemain, angkatan 2015
Di akhir pertandingan kami berkumpul dengan suporter. Kami, pemain, mengucapkan terima kasih atas kesediaan teman-teman yang mau jauh-jauh datang ke Lembang malam-malam mendukung kami. Sekaligus angkatan 2013 'pamitan'. Semakin banyak yang menangis.

Terima kasih atas dukungannya teman-teman

Forum ditutup dengan nyanyian Mars KMPN. Rasanya ini pertama kalinya sejak pelantikan ospek jurusan (osjur) dimana saya merinding menyanyikan lagu ini. Lega rasanya, semua bisa menegakkan kepala lagi dan mulai tersenyum. Kami bersalaman dengan tim lawan, sang juara.

Mungkin tulisan ini tidak terlalu bermanfaat bagi Anda yang membaca. Mungkin satu-satunya moral value yang bisa diambil hanya man jadda wa jadaa. Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan yang diusahakan.

Alhamdulillah :)

Tapi ini adalah curahan hari saya. Saya tidak menangis malam itu, saya ikut menenangkan teman-teman yang sempat sangat terpukul. Tapi saya butuh pelampiasan juga. Tidak dipungkiri bahwa saya sedih, bukan karena kalah di final, tapi karena sudah memutuskan untuk pensiun dari tim futsal.
Percaya, suatu saat kalian akan sedih niggalin tim ini - Pelatih

Angkatan 2013, kami berusaha mewariskan budaya juara

Our team


Salam,
Chandra









Polymath dan Lahirnya Sistem Sekolah



Leonardo Da Vinci, Al Biruni, Ibnu Sina, Galileo Galilei, dan tokoh yang saya tulis sebelumnya di laman facebook, Ibnu Firnas, adalah beberapa tokoh yang memiliki kelebihan dibanding rata-rata orang. Mereka biasa disebut polymath.

Polymath adalah sebutan untuk orang yang menguasai berbagai disiplin ilmu sekaligus. Polymath memiliki kepakaran yang mencakup berbagai bidang dan masing-masingnya cukup mendalam.

Fakta yang menarik adalah kaum polymath ini justru banyak yang berasal dari bangsa-bangsa muslim. Hal ini berhubungan dengan lahirnya masa keemasan/kejayaan Islam (Islamic Golden Age). Di sisi lain, bangsa barat sempat mengalami kemunduran.

Masa keemasan Islam melahirkan polymath-polymath mengagumkan. Sebut saja Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Farabi, Al-Khwarizmi, Al-Hazen, Musa bersaudara (Sons of Moses), Al-Kindi, dan masih banyak lagi.


Sistem pendidikan 'asli' Islam

Sistem pendidikan klasikal seperti yang kita gunakan sekarang bukanlah warisan budaya Islam. Meski begitu di beberapa tempat masih ada sisa-sisa metode pendidikan Islam, walaupun kebanyakan bukan pendidikan formal.

Pada jaman kejayaan Islam, ilmu pengetahuan berkembang pesat dan banyak ahli di berbagai bidang. Metode pendidikan pada masa itu berbeda dengan yang kita lihat sekarang.

Para ahli ini tersebar di berbagai kota dan negara. Mereka menetap di tempatnya masing-masing. Orang-orang yang ingin berguru datang kepadanya untuk minta diajarkan suatu cabang ilmu. Mereka membuat kontrak mengenai apa yang ingin dipelajari, seberapa dalam, dan seberapa lama ingin belajar.

Si murid akan mengikuti pengajaran yang dilakukan oleh gurunya. Sampai suatu waktu ketika ilmunya sudah dikuasai dia akan pindah mencari guru yang lain. Begitu seterusnya hingga terjadi regenerasi ilmuwan.

Jadi pada jaman dulu guru menetap dan murid mendatangi untuk belajar. Sifatnya lebih privat.


Sistem pendidikan barat

Sistem pendidikan seperti di atas tidak bisa diterapkan di negara-negara barat. Pada masa kegelapan yang dialami bangsa-bangsa Eropa, jumlah orang yang bisa berperan sebagai guru sangat sedikit. Sistem di atas tidak efektif untuk kondisi tersebut.

Solusinya dibuatlah sistem kelas-kelas dan sekolah. Murid-murid dikumpulkan dan dipertemukan dengan guru. Satu guru dengan banyak murid. Semakin lama sistem ini makin canggih dan terorganisir.

Saat ini sistem pendidikan klasikal lebih umum digunakan dalam pendidikan formal. Standarisasi dan penyusunan kurikulum dibuat berdasarkan sistem pendidikan ini.



Tidak mudah untuk menyimpulkan mana sistem yang lebih baik. Namun tampaknya mulai muncul gagasan-gagasan yang menyebut sistem kelas ini sudah kuno. Ini isu yang debatable.

Faktanya, saat ini sudah sulit menemukan polymath. Kebanyakan ahli di era modern menekuni bidang yang sangat spesifik. Hal ini tidak menjadi masalah asalkan kolaborasi dapat dijalin tanpa memedulikan batasan negara, ras, dan agama.

Ini sedikit yang saya tahu soal pendidikan Islam dan barat. Saya terpikir tentang ini setelah ada teman bertanya tentang polymath. Analisis ini dari berbagai sumber dan masih sangat bisa didiskusikan yaa.

Sebuah video inspiratif oleh Prince Ea :




Salam,
Chandra


sumber gambar : http://socialinnovation.ca/