Paksa
Apa jadinya anak yang hanya mengandalkan nilai akademik selama sekolah? Does it works ketika dewasa?
Tidak terbiasa bekerja keras
Ketika ujian di sekolah hanyalah walk in the park, tidak ada insentif untuk berusaha ekstra keras. Akibatnya ketika dewasa tidak terbiasa mem-push batas. Tidak mau masuk gym, takut capek. Tidak mau belajar ilmu baru, takut jadi newbie lagi. Tidak mau masuk lingkungan baru, takut dianggap poseur.
Hanya melakukan ketika yakin akan berhasil
Padahal apa hebatnya orang yang hanya mau mencoba hal-hal yang dia tahu dia bisa? Terobosan tidak datang dari sikap seperti ini, nyaman dalam kesibukan tanpa benar-benar produktif dan menghasilkan improvement.
Alergi gagal
Tidak terbiasa salah, tidak terbiasa buntu, dan alergi pada feedback negatif. Padahal that's not how it works. Mungkin butuh melewati ratusan error dan bugs sampai akhirnya software berjalan, butuh berkali-kali revisi sampai akhirnya desain diterima, butuh puluhan penolakan sampai akhirnya ada yang menerima.
Resiliensi rapuh
Dalam bayangannya masalah akan selesai tanpa menunggu lama, padahal tidak selalu. Masalah bisa ringan bisa berat, bisa sebentar bisa lama, bahkan ada yang bisa diselesaikan ataupun tidak. Lebih penting dari itu, kini yang paling bertanggung jawab untuk menyelesaikannya adalah diri sendiri, seringnya sendirian.
Unfinished business
Kecilnya tidak bisa tidur ketika PR belum selesai dan perut mual ketika pagi hari berangkat sekolah tidak dalam kondisi fully ready. Mudanya tidak terbiasa membawa tidur masalah. Dewasanya weekend bisa ruined hanya karena urusan yang belum selesai hari Jumat sore.
Pilihannya cuma dua: me-remedy itu semua walau susah payah atau melipir tetap berlindung di zona nyaman.
Ditulis jam 02:00 pagi
Chandra
0 comments :
Post a Comment