Orang Asing Bisa Punya Mobil di Belanda?
Jawabannya bisa. Tapi sebelum itu seseorang harus punya SIM dulu agar boleh mengemudi. Normalnya cukup sulit dan mahal untuk bisa mendapat SIM di Belanda, seseorang harus ikut les mengemudi dan melewati berbagai tes. Biayanya juga nggak murah, bisa 2000-3000 euro atau sekitar 30-40 juta rupiah sendiri. Tapi seperti yang saya tulis sebelumnya di Kennismigrant , orang yang datang sebagai ekspat dengan visa kennismigrant punya benefit untuk menukar SIM dari negara asal dengan SIM Belanda. Proses ini tanpa melalui tes dan biayanya tidak sampai 100 euro.
Awalnya saya juga ndak ngerti dengan kebijakan ini. Ekspat mungkin direkrut dengan suatu skill sesuai bidangnya, tapi apa korelasinya skill coding atau nanotechnology misalnya dengan driving skill? Bahkan bukan hanya si ekspat, pasangan (suami/istri) pun bisa menukar SIM dengan cara yang sama. Kita tahu di Indonesia cara dapat SIM-nya seperti apa, mengemudi di Belanda dan Indonesia juga berbeda karena di sini pakai lajur kanan (setir mobil di kiri), tapi negara kita tak terkecuali dalam regulasi ini dan kita bisa tukar SIM. Di kalangan orang lokal ini jadi perdebatan dan banyak yang tidak terima karena barrier dan biayanya sangat berbeda. SIM Indonesia 1-0 Paspor Indonesia.
Karena benefit ini ibaratnya ditaruh di piring ekspat yang baru datang, tentu banyak yang memanfaatkannya. Toh SIM A Indonesia tidak terpakai di sini, jadi mending ditukar saja. Setelah punya SIM sebagian orang mengambil beberapa jam les mengemudi untuk membiasakan nyetir stir kiri dan memahami rambu-rambu. Rambu, marka, dan speed limit sangat di-enforce di Belanda. Dendanya sangat mahal kalau sampai melanggar. Maka membayar sejumlah uang agar nggak bingung-bingung amat di jalan adalah opsi yang masuk akal. Sebagian lain ada yang belajar sendiri atau minta tolong didampingi nyetir teman yang sudah lama di sini.
Ketika saya datang ke Belanda, saya tidak berpikir akan mengemudi di sini, rasanya public transport sudah cukup memenuhi kebutuhan kami. Tapi seiring berjalannya waktu, kenalan dan referensi yang semakin banyak, serta banyaknya tempat yang ingin di tuju tapi sulit dijangkau angkutan umum, punya SIM jadi solusi yang bisa dipertimbangkan. Sebagai contoh masjid Indonesia yang baru dibeli dan dibangun oleh SGB Utrecht berlokasi di kota kecil bernama Houten, untuk ke sana kami harus naik 2 bis plus 2 kereta dari rumah dan setiap pergantian moda harus nunggu 5-30 menit, itu pun masih harus tambah jalan kaki. Di tambah fakta bahwa transportasi umum tidak 24 jam tersedia, nyetir sendiri jadi menguntungkan karena kami jadi bisa ikut buka bersama dan tarawih sampai malam. Pakai mobil perjalanan jadi 2 kali lebih cepat dan bisa di jam berapa saja.
Punya SIM dan punya mobil adalah dua hal berbeda di sini. Banyak orang punya SIM tapi memilih untuk tidak beli mobil, instead mereka sewa. Banyak perusahaan menawarkan rental mobil bulanan, harian, bahkan jam-jaman. Orang yang hanya butuh mobil di saat-saat tertentu seperti weekend trip atau pindahan biasanya milih sewa harian. Ada orang yang sewa mobil satu hari saja untuk belanja ke IKEA karena itu lebih murah daripada ongkos kirim kalau pakai jasa delivery mereka. Sementara orang yang butuh mobil on daily basis tapi tidak mau pusing dengan pajak, asuransi, dan maintenance biasanya milih sewa bulanan.
Tapi dibanding sewa, sebagian orang yang lain lebih nyaman nyetir mobil milik sendiri karena merasa lebih punya kebebasan dan mungkin lebih tenang. Secara umum cara mendapatkan mobil di Belanda dan Indonesia sama. Pilihannya ada dua yaitu mau mobil baru atau bekas. Mobil baru bisa didapatkan di dealer brand-nya. Kelebihannya tentu saja akan jadi pemilik pertama, kondisi yang masih mulus dealer, garansi yang panjang, dan bonus aftersales. Tapi mobil baru lumayan mahal, mengalami depresiasi besar, dan pajaknya tinggi. Maka kalau tidak ada keharusan ingin jadi orang pertama yang menaiki mobil itu dan membuka plastik jok-nya, mobil bekas jadi pilihan yang masuk akal. Mobkas harganya lebih terjangkau, depresiasi sudah tidak tinggi, dan rasa eman-nya nggak sebesar mobil baru. Kebanyakan parkiran di Belanda terbuka atau bahkan di pinggir jalan sehingga kena panas, hujan, es, bahkan tai burung adalah hal biasa.
Sama seperti di Indonesia, mobil bekas di sini juga diiklankan di platform online. Penjualnya bisa perseorangan atau showroom. Showroom biasanya pasang harga lebih tinggi tapi bisa ngasih bonus layanan servis, garansi showroom, dan yang paling penting adalah proses registrasi. Di Indonesia mobil sudah bisa dipakai walaupun belum dibaliknama, sementara di sini di hari pembelian mobil harus langsung didaftarkan atas nama pembeli sebelum boleh turun ke jalan. Bahkan untuk test-drive pun diberikan plat nomor khusus. Ada mobil dari law enforcement yang keliling di jalan-jalan setiap hari, kalau kamera mereka menangkap kendaraan yang plat nomornya belum terdaftar dendanya besar, bahkan untuk sekedar parkir di pinggir jalan pun nggak boleh. Registrasi ini murah, hanya 12.5 euro, tapi kalau ngurus sendiri ribet karena harus datang ke loket, apalagi untuk foreigner yang belum bisa berbahasa Belanda. Maka kalau baca-baca di reddit ekspat disarankan beli di showroom karena mereka bisa melakukan registrasi secara online dalam 10 menit saja.
Showroom biasanya akan memoles mobilnya supaya tampak cantik di depan calon pembeli. Tapi sebagai pembeli juga harus bisa melakukan pengecekan. Saran bagi foreigner adalah untuk mengajak teman saat cek unit agar bisa jadi tambahan tangan dan mata untuk ngecek. Bahkan kalaupun si teman ini tidak paham mobil minimal dia bisa membagi pressure dan membantu 'melawan' salesnya. Kalau temannya ini orang lokal atau bisa Dutch, itu lebih menguntungkan lagi. Rule of thumb nyang-nyangan berlaku sama di sini: jangan tunjukkan minat, pura-pura pergi, temukan defect tipis-tipis, dan cari beberapa seller pembanding. Secara dokumen, yang dibutuhkan ketika beli mobil hanya ID card (misal residence permit) dan SIM, jadi relatif simpel. Saya dengar-dengar bisa juga pakai paspor tapi saya tidak terlalu yakin soal ini.
Servis mobil di Belanda mahal karena yang dijual adalah jasa. Orang sangat menghargai waktu, literally. Maka penting untuk memastikan mobil tidak punya PR parah dan urgent. Tapi di sisi lain kondisi mobil di Belanda relatif lebih terjaga, selain jalannya yang mulus dan intake udara yang bersih, mobil juga wajib melakukan APK alias uji berkala tiap tahun (untuk mobil baru APK pertama setelah 3 tahun, lalu 2 tahun berikutnya, kemudian tiap tahun). Hasil APK ini dilaporkan ke pemerintah lewat semacam dishub-nya dan datanya bisa didownload siapapun. Ada website ovi.rdw.nl, autoverleden.nl, dan carfax di mana dengan memasukkan nomor polisi kita bisa tahu riwayat mobil itu: apakah kilometernya di-rollback, bagaimana riwayat servis dan APK-nya, apakah ada riwayat kerusakan, ada berapa orang pemilik sebelumnya termasuk tanggal berapa saja pindah tangannya, sampai legalitasnya. Kalau masih kurang yakin bisa request jasa inspeksi swasta.
Harga mobil bekas di Belanda bervariasi tergantung model, tahun, dan kondisi. Kalau mau murah dari 2000-3000an euro pun ada, tapi sudah tua dan kilometernya tinggi. Kalau yang bisa dibilang tanpa PR berarti mungkin start di harga 6000 untuk city car, yang mana kurang lebih sama dengan di Indonesia. Kalau mau yang mahal di atas 60 ribu juga ada. Agak tidak apple to apple membandingkan harga mobil di Indonesia dan Belanda karena 'mobil sejuta umat'nya berbeda. Brand dari Jerman seperti VW, BMW, Audi, dan Mercedes mendominasi di sini. Untuk merk Asia yang berkuasa justru Korea (Hyundai, Kia) bukan Jepang apalagi China. Hatchback Hyundai dan Kia lebih gampang ditemukan daripada Jazz atau Yaris. Di samping itu ada juga Ford dan Chevy dari Amerika, Volvo dari Swedia, Mini dari UK, dan Citroen & Renault dari Perancis. Overall, saya mungkin katakan harga mobil di sini 10-20% lebih mahal. Opsi pembayarannya bisa cash maupun kredit.
Ketika membeli mobil, running cost juga harus dipikirkan. Biasanya untuk mobil bekas running cost berbanding terbalik dengan harga belinya. Sebagai contoh mobil berbahan bakar diesel harganya lebih murah karena pajaknya luar biasa tinggi, bisa 3 kali lipat mobil bensin untuk merk dan model yang sama, sementara mobil listrik lebih murah lagi pajaknya. Selain jenis bahan bakar, penentu besarnya pajak juga adalah ukuran/berat mobil dan di provinsi mana mobil didaftarkan. Di samping pajak, asuransi juga jadi komponen lain yang harus dibayar, besarannya tergantung mobil dan track record pemilik. Jika pemilik tidak pernah klaim asuransi dalam beberapa tahun, preminya akan jadi lebih murah.
Bahan bakar bensin yang tersedia di sini adalah RON 95 dan 98. Harganya lebih mahal tapi entah kenapa mobil di sini irit-irit, jadi secara keseluruhan tidak berbeda jauh dengan di Indonesia. Untuk tol di Belanda gratis dan tidak ada gerbangnya. Parkir di sekitar city center biasanya berbayar, sementara di pinggiran dan pedesaan tidak. Di sini tidak ada tukang parkir karena bayarnya pakai mesin parkir otomatis atau aplikasi di handphone. Biaya street parking di kota mahal yaitu mulai 1,5 sampai 4,5 euro per jam, coba kalikan dengan 17.500 rupiah. Di beberapa kota besar ada kantong parkir Park & Ride di pinggiran kota. Parkir di sini bisa lebih murah dengan syarat setelah parkir pengguna masuk ke pusat kota dengan tram atau bis. Kalau tidak register parkir dan ada mobil law enforcement lewat, dua minggu berikutnya akan ada surat tagihan denda yang nominalnya besar.
Mengemudi di Belanda berbeda dengan di Indonesia. Maka untuk pengemudi baru di sini memang butuh pembiasaan, apalagi dari negara yang driving side-nya berbeda (Indonesia, Jepang, UK). Bisa dibayangkan, setir di kiri artinya tuas transmisi ada di tangan kanan, ini rasanya sangat aneh di awal. Combination switch juga 'terbalik', beberapa kali saya malah menyalakan wiper saat maksudnya mau sein. Hal lain yang saya kaget adalah ketika lampu traffic light berganti hijau, semua orang langsung gas poll kalau perlu sampai mobilnya menjerit. Pokoknya akselerasi secepat-cepatnya sampai mencapai speed limit lalu nggak tambah lagi. Kalau di lampu merah jalannya nyantai seperti di Indonesia karena sayang mobilnya, minimal kita akan jadi beda sendiri, maksimal diklakson dan dipelototi. Klakson dan lampu hazard adalah hal yang paling anti digunakan oleh orang Dutch kecuali memang perlu.
Jalanan di Belanda bukan hanya halus tapi markanya didesain sedemikian sehingga mengutamakan flow dan memiminalisir hambatan. Agak susah dijelaskan kecuali dengan coba sendiri. Saya tidak menyangka traffic bisa se-well-engineered ini, sudah hampir seperti rel. Kalau memang lajurnya hanya butuh satu ya hanya dibuat satu walaupun masih ada tanah sisa di pinggirnya. Nanti mendekati persimpangan atau roundabout ada zipper line dengan indikasi arah yang jelas. Beberapa line secara dinamis bisa dibuka tutup dari command center tanpa perlu personel di lapangan. Rambu, warning, dan speed limit terintegrasi dengan google maps, waze, dan flitsmeister. Luar biasa. Dengan sistem seperti ini rasanya autonomous driving tidak jauh lagi.
Prinsip orang sini don't be nice, follow the rule. Kalau rule-nya kita maju duluan ya harus jalan, jangan nunggu dari arah lain hanya karena ingin dianggap sopan. Perangkat rule-nya ada dan jelas, hukuman jika tidak patuh berat, law enforcement-nya konsisten, dan masyarakatnya patuh. Kekurangannya setiap trip harus dipersiapkan navigasinya. Pengendara tidak bisa tiba-tiba berhenti di pinggir jalan, parkir, atau mampir. Kalau di kendaraannya belum ada sistem navigasi yang cukup mutakhir, google maps di handphone harus nyala terus. Tertib tapi kaku.
Kesimpulannya, pendatang bisa punya mobil dan nyetir di Belanda. Prosesnya tidaklah susah, hanya ketika sudah mulai mengemudi perlu beberapa waktu untuk pembiasaan. Saya sendiri termasuk yang belajar dengan mengajak teman yang sudah berpengalaman, lalu sisanya belajar sendiri dari forum-forum internet. Untuk family of two, biaya operasional mobil pribadi mungkin sedikit lebih tinggi daripada total langganan angkutan umum, tapi manfaat yang didapat besar karena bisa menjangkau tempat-tempat jauh di dalam dan luar negeri, lebih fleksibel dan efisien dalam hal waktu, dan membantu untuk bepergian dalam kondisi cuaca hujan dan suhu dingin.
Personally sebagai penggemar mobil (bekas), proses hunting mobil ini menyenangkan. Dalam beberapa weekend saya datang ke sejumlah dealer yang kebanyakan lokasinya di pinggiran kota bahkan di pedesaan. Di bawah ini beberapa foto yang saya ambil dalam perjalanan berburu, alhamdulillah pada akhirnya ketemu yang cocok satu.
Mvg,
Chandra
0 comments :
Post a Comment