Tweedehands



Di tengah gempuran barang-barang Temu dari Tiongkok,  orang-orang sini tampaknya masih lebih loyal dan percaya pada marketplace lokal Bol.com atau kalau mau lebih global Amazon. Bol.com dan Temu ini analoginya kalau di Indonesia seperti Tokopedia dan Shopee, hanya saja lebih ekstrem lagi. Untuk pernak-pernik, aksesoris, dan fast fashion memang produk made in China/Asia Selatan/Asia Tenggara masuk, tapi untuk barang-barang lanang merk lokal tampaknya masih menang. 

Produk-produk Philips harganya bisa 10 kali lipat lebih mahal daripada kompatriotnya dari China. Tapi produk mereka juga yang paling dicari ketika orang masuk toko elektronik di Belanda. Mahal memang, tapi kualitas dan dirabilitasnya luar biasa. Seorang teman punya pemutar vynil merk Philips yang diproduksi tahun 70an dan sampai sekarang masih berfungsi baik, gokil. Karena itu merk Philips kemudian juga jadi simbol status sosial, walaupun di Belanda masyarakatnya tidak terlalu mementingkan status dan pandangan orang. Babe-babe beli lampu Philips ya karena nggak mau repot bolak-balik ganti lampu, pasang sekali nanti gantinya bisa 20 tahun lagi.

         Klaim Philips soal ketahanan lampunya

Sepeda sebagai moda transportasi favorit orang Belanda juga sama, ada segmentasi merk Belanda dan merk luar. Sepeda buatan Belanda didesain untuk bisa dipakai sampai belasan hingga puluhan tahun. Bahkan seseorang di Reddit bilang 'If you get a Gazelle it will probably last forever' wkwk. Karena durability-nya ini, pasar sepeda bekas jadi sangat besar di Belanda, apalagi harga bekas jauh lebih terjangkau daripada harga barunya. Banyak bengkel dan toko sepeda baru/bekas tersebar di berbagai kota. Pemilik personal pun banyak yang bertransaksi via Marktplaats, sebuah platform jual beli barang bekas seperti Olx. Saya salah satunya, saya sudah beli Gazelle seken di Marktplaats untuk saya dan istri. Kesimpulan saya pas sudah nyoba Gazelle ternyata beneran kokoh dan halus. Nggak heran kalau dulu mbah-mbah dan pakde-pakde middle-upper class di Indonesia suka ngoleksi sepeda merk ini. 

Sepeda kami, hasil berburu di Marktplaats (credit: dok. pribadi)

Saya sudah beberapa kali bertransaksi di Marktplaats, bahkan di waktu senggang saya lumayan sering scroling di bagian In je buurt (in your neigborhood) untuk lihat barangkali ada barang bagus dengan harga menarik. Beberapa kali saya COD, sekalian menguji kemampuan broken Dutch ini untuk ngobrol dengan total stranger yang kadang-kadang tidak terlalu bisa Bahasa Inggris karena sudah sepuh atau tinggal di kawasan yang sangat Dutch. Turnover warga Belanda lumayan tinggi jadi sering ada orang pindahan, biasanya ada barang-barang ajaib dari orang seperti ini.

                        Marktplaats in je buurt

Kalau saya anak Markplaats, istri saya anak flea market. Dia senang sekali window shopping di berbagai flea market, kadang-kadang pulang bawa barang-barang lucu (menurut dia). Favoritnya adalah IJ-Hallen, event flea market terbesar di Eropa yang digelar hari Sabtu-Minggu setiap 3 atau 4 minggu sekali. Lokasinya di Amsterdam dan banyak wisatawan yang juga datang kesana, bukan hanya warga lokal. Kami pernah datang dan beli beberapa barang seperti postcard vintage yang bagus dan sudah tidak ada di toko manapun. Saat musim panas pasarnya digelar outdoor, tapi karena sekarang sedang dingin sebagian besarnya pindah ke dalam ruangan yang sepertinya bekas gudang atau pabrik.

                     Akun Instagram IJ-Hallen

Selain flea market, di Belanda ada banyak Kringloop. Secara bahasa kringloop artinya recycle, jadi mereka adalah toko yang menjual barang-barang bekas yang sudah terkurasi. Jualannya mulai dari furniture, elektronik, buku & ATK, pecah belah, perkakas pertukangan, aksesoris, dan pakaian. Ini bisnis besar, beberapa brand kringloop bahkan punya jaringan toko di beberapa kota besar di Belanda. Kalau saya lihat di masyarakat sini there's no shame pakai barang secondhand karena balik lagi kualitas dan durabilitasnya sangat oke, lifespan-nya masih panjang walaupun sudah pernah dipakai orang. Daripada beli barang baru murah tapi cepat rusak, mending pakai barang bekas merk terjamin yang awet supaya tidak nyampah. Get rid of something seperti perabot yang sudah rusak seringkali harus bayar, nggak bisa asal buang, jadi make sense kalau orang-orang maunya barang yang awet.

        Kringloop tradisional (credit: dok.pribadi)

            Kringloop brand (credit: dok. pribadi)

     Salah satu isi kringloop (credit: dok. pribadi)

Kadang ketika jalan ke flea market atau kringloop, ingatan saya terlempar pada deretan bapak-bapak yang menjual peralatan, aksesoris sepeda/motor, dan barang elektronik bekas yang berjejer sepanjang jalan menuju pasar tradisional sebelah rumah. Paling rame setiap hari minggu pahing karena saat itulah banyak orang libur dan mau self reward. Kadang barang-barangnya nggak make sense buat saya seperti kipas angin tapi baling-balingnya tok atau slebor motor tapi hanya yang depannya. Tapi nyatanya agenda itu bertahan puluhan tahun, jadi InsyaaAllah ya ada berkahnya di sana.

Budaya barang bekas di Jogja secara keseluruhan saya rasa lumayan kuat, setidaknya dibandingkan kota lain yang pernah saya tinggali yaitu Bandung dan Jakarta. Untuk ukuran kota yang tidak terlalu besar ada cukup banyak pasar barang loak yang terkenal seperti Pasar Senthir, Pasar Pakuncen, Pasar Niten, dan Pasar Kotagede (malam). Ini belum menghitung yang digelar di pasar-pasar tradisional di desa atau yang sifatnya insidental seperti sekaten, sunmor, atau event thrifting.

Di rumah saya ada satu sudut berantakan yang isinya toolbox-nya bapak, berbagai macam obeng dan kunci, barang elektronik lawas, oli minyak pelumas, dan lain sebagainya. Maka sekarang salah satu sisi impulsif saya adalah beli kunci pas, obeng, dan kawan-kawannya juga, bahkan di sini pun saya sudah punya. Bapak juga dulu yang mengenalkan pada Pasar Kuncen dan menunjukkan aksi merawat kendaraan tua yang teknologinya jauh lebih primitif jika dibandingkan yang ada saat ini. Sampai sekarang di rumah juga masih ada motor Honda C70 dan Win yang lama-lama jadi collectible items. Maka segala interaksi saya dengan barang bekas ini bukan hanya soal harga yang lebih terjangkau atau sustainability karena turut mengurangi limbah, tapi juga sentimen nostalgia.

Salam,
Chandra





0 comments :

Post a Comment