The Rookie
Serial The Rookie bercerita tentang John Nolan, mantan pekerja konstruksi yang pindah ke Los Angeles untuk menjadi polisi pada usia 40 tahun. Tentu dia harus menghadapi berbagai macam tantangan dan pandangan skeptis dari banyak orang sepanjang hari-harinya. Serial ini bergenre crime comedy, jenis yang memang saya gemari karena menghadirkan thrill sekaligus fun secara bersamaan. Kalau Anda suka series sejenis White Collar, Suits, Castle, atau Only Murder In The Building, kemungkinan Anda juga bisa suka The Rookie.
Saya bisa kasih The Rookie nilai 8 dari 10, masih belum bisa mengalahkan all-time favourite saya White Collar, yang sayangnya tidak bisa ditonton di Netflix NL. Mungkin di Disney bisa seperti di Indonesia, tapi saya tidak lagi berlangganan. Meskipun tampil baik, menurut saya lebih keren penampilan Nathan Fillion di Castle karena perannya lebih menonjol, di The Rookie perannya sebagai John Nolan agak terdilusi oleh banyaknya pemain lain. Tapi di luar itu The Rookie adalah tontonan yang menyenangkan, terutama kombinasi karakter Tim Bradford dan Lucy Chen. The Rookie masih berlanjut, kabarnya season 7 akan meluncur 2025 nanti.
Saya menemukan The Rookie kepasan dengan kondisi saya yang kini balik lagi menjadi rookie. Pasalnya dalam pindah ke sini yang berubah bukan hanya pekerjaan, tapi nyaris hidup secara keseluruhan. Saat pindah kerja di Jakarta dulu antara kantor lama dan baru hanya beda dua halte bis. Sementara kini yang berubah ya banyak sekali. Bukan berarti komplain, merugilah saya kalau kufur nikmat dengan semua perubahan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir sejak November tahun lalu (mungkin akan saya tulis lain waktu). Tapi kalau kata Seurieus, 'kadang kurasa lelah, harus tampil sempurna, ingin ku teriakkaaan...'
Saya masih dalam proses mendalami posisi saya dalam pekerjaan. Karena meskipun core teknologinya sama dengan yang pernah saya garap di Jakarta, tapi practice-nya berbeda. Ini wajar karena bidang industri dan customer-nya juga lain. Pekerjaan yang bisa diselesaikan orang lama dalam 4 jam, mungkin baru bisa saya bereskan dalam 6 atau 8 jam. Jadinya level work life balance untuk saya belum bisa seenak orang sini, kadang-kadang masih begadang atas inisiatif sendiri demi baca atau mempelajari sesuatu. Banyak yang perlu dikejar, learning curve apalah itu. Ah tapi ya it is what it is lah, orang Asia sudah terbiasa dipaksa lembur.
Di saat bersamaan, sehari-hari saya berusaha untuk menyerap informasi sebanyak dan secepat yang saya bisa demi adaptasi yang lebih lancar. Saya mengusahakan banyak jalan untuk tahu berbagai what-where: franchise supermarket beserta plus minusnya, stasiun + halte + jalur kereta dan bis, toko bahan makanan asia/halal dan restoran Indonesia, rumah sakit dan klinik, taman + tempat olahraga + hiburan, toko furniture baru/bekas, dan lain sebagainya. Hal-hal yang sifatnya administratif juga banyak yang perlu ditangani: housing, registrasi di municipality, rekening bank, asuransi, listrik, air, internet, tes TBC, berbagai macam subscription, pajak, dll sampai banyak sekali tab yang terbuka di browser laptop saya. Sudah berusaha seteliti mungkin pun tetap ada yang kelewat dan berakhir bingung sendiri, beruntung ada beberapa orang yang dengan sedang hati ditanya banyak hal.
Saya berusaha reach out ke banyak orang. Satu persatu saya terhubung kembali dengan teman sekolah atau kuliah yang kini ada di Belanda atau Eropa. Orang yang sebelumnya nyaris tak terhubung juga jadi mudah untuk connect di LinkedIn atau saling follow di Instagram karena sama-sama di sini. Banyak juga kenalan baru yang saya dapat karena tampaknya kenalan lebih mudah kalau sama-sama jauh dari rumah. Nggak tahu apakah akan berurusan dalam waktu dekat, tapi simpen aja dulu. Dunbar Number menyatakan kita cuma bisa 'berteman' secara optimal dengan 150 orang. Pindah ke sini membuat kuota Dunbar saya punya banyak slot kosong.
Wish me luck & Bismillah.
Chandra
0 comments :
Post a Comment