Maulid dan Islamophobia



Tahun lalu kami berkesempatan menghadiri peringatan maulid nabi yang agak 'berbeda'. Saat itu di Jakarta ada acara maulid bersama Habib Husein Ja'far, Bhante Dhira, Band Kotak, dan komika Yusril Fahriza. Acaranya bukan di masjid tapi di Balai Sarbini, tempat yang biasa dipakai untuk pertunjukkan musik. Tahun ini alhamdulillah kami bisa datang ke acara maulid nabi yang juga unik. Tempat acaranya di Masjid Indonesia di Amsterdam, dengan salah satu agendanya yaitu talkshow bersama seorang mantan kader partai sayap kanan Belanda yang convert menjadi seorang mualaf padahal dulunya anti-Islam.



Minggu, 22 September 2024
Selain di Den Haag, ada masjid Indonesia juga di Amsterdam. Lokasinya agak minggir sih, lebih dekat dengan bandara Schiphol. Jujur secara akses agak lebih susah dibandingkan dengan yang di Den Haag, halte bis terdekat jaraknya 800 meter, itupun hanya 1 nomor bis yang lewat situ. Tapi demi melihat postingan PPME Amsterdam soal peringatan maulid nabi hari ini, kami niatkan untuk datang ke sana. 

Enaknya kalau datang saat ada acara begini adalah ada banyaknya orang Indonesia di sana. Apalagi di acara ini panitia mengadakan bazaar makanan dan minuman. Sebuah kesempatan yang baik untuk nyetok makanan Indonesia yang pas di lidah dan pastinya halal. Kami beli bakso seplastik isi satu kilo dan sekotak dendeng. Selain itu ada jajan pasar, es cendol, ayam geprek, bubur, dan lain sebagainya. Panitia memasang tenda tambahan di depan masjid untuk bazaar ini.



Sementara itu di dalam masjid acara peringatan maulid nabi berlangsung. Ada shalawatan yang disambung salat dzuhur berjamaah dipimpin K.H. Hambali Maksum, sesepuh NU Belanda. Lalu setelah itu ada sambutan dari Bapak Duta Besar RI untuk Belanda, Bapak Mayerfas,. yang pada intinya mengucapkan selamat dan terimakasih telah diundang, serta menyampaikan bahwa KBRI siap membantu segala kebutuhan masyarakat Indonesia di Belanda. Menariknya beliau bilang bahwa KBRI tidak memandang paspor, selama dalam hatinya Indonesia maka tetap akan dilayani jika datang pada KBRI. Memang di masjid tadi banyak orang yang sudah lama tinggal di sini hingga beranak-pinak dan sangat fasih berbahasa Belanda, maka bukan tidak mungkin paspornya juga sudah ganti.



Acara berikutnya adalah talkshow yang menghadirkan Bapak Joram van Klaveren. Awalnya saya pikir beliau adalah seorang ustadz lokal. Ternyata saya salah, beliau adalah mualaf yang masuk Islam pada 2016 lalu. Yang menarik bukan mualafnya tapi siapa dia sebelumnya dan kenapa berganti keyakinan. Joram van Klaveren adalah mantan anggota parlemen Belanda dan sosok penting dari partai PVV, partai sayap kanan (far right) yang sangat anti migran dan anti Islam. Konversinya ke Islam mengagetkan banyak pihak termasuk pimpinan PVV Geert Wilders sendiri. Ini menarik karena dia menjadi mualaf justru karena melakukan penelitian untuk buku anti-Islam yang sedang dia tulis. 

Maka tema maulid hari ini nyambung dengan apa yang baru kemarin siang kami bicarakan bersama Fazlur, istrinya, dan Ernest (baik sekali Fazlur mengajak kami makan siang di apartemennya). PVV adalah partai pemenang pemilu Belanda dan mereka tegas sekali dengan ideologinya untuk membatasi migran, termasuk pekerja dan mahasiswa, dan melakukan de-Islamisasi di Belanda. Kemenangan mereka menghadirkan rasa was-was di kalangan migran muslim. Tapi ternyata tentangan atas kebijakan mereka justru datang dari internal kalangan sendiri, terutama dari pelaku bisnis.

Peter Wennink, CEO ASML, dalam sebuah kesempatan menunjukkan kemarahannya dan berkata "If we can't get the people here, then we'll go to Eastern Europe, Asia, or the US. Then we'll go there". Wennink marah pada pemerintah yang ingin membatasi populasi migran. Pasalnya 60% karyawan ASML adalah pekerja asing. Mahasiswa internasional yang belajar di Eindhoven juga banyak yang lanjut bekerja di sana. Jika ASML kesulitan mendapatkan talent, mereka mengancam untuk pindah ke luar Belanda.

Wennink berani mengeluarkan ancaman ini karena ia punya posisi yang kuat. ASML bukan perusahaan kemarin sore, secara sejarah mereka terkait dengan Philips, raksasa elektronik dunia. Kini ASML adalah perusahaan dengan market cap terbesar di Belanda, jauh di atas pesaing terdekatnya. Jumlah karyawannya di Belanda saja lebih dari 20 ribu orang, dengan total di seluruh dunia lebih dari 40 ribu. Bayangkan jika perusahaan sebesar ini cabut, berapa banyak uang yang hilang. Kekuatan tawar ASML ini menjadikan pemerintah tidak bisa sekonyong-konyong mengeluarkan kebijakan ekstrem untuk memangkas jumlah migran. In the end it's all about business.


Kembali ke acara maulid nabi. Menurut saya ini boss move dari panitia untuk menghadirkan ex-PVV sebagai pembicara. Obrolan yang dibawakan jadi sangat dekat dengan suasana batin migran-muslim saat ini. Selain mengulas cerita dibalik convert-nya Pak Joram, juga dibahas apa sih yang bisa dilakukan komunitas muslim agar punya bargaining power yang lebih kuat. Menurut Pak Joram umat muslim di Belanda perlu untuk memformalkan kelompok dan gerakannya. Kalau sudah berupa badan resmi maka komunikasi dengan pemerintah dan stakeholder lain akan jadi lebih mudah. Saat ini komunitas agama besar lain sudah punya lembaga lobi, hanya muslim yang belum. Dengan jumlah muslim yang mencapai satu juta orang, sebagiannya berpendidikan tinggi, dan ada kekuatan modal, mestinya lembaga seperti ini bisa diwujudkan.


Saya datang ke Amsterdam hari ini tanpa ekspektasi apa-apa, tapi ternyata malah mendapat suguhan diskusi bermutu. Tambah menyenangkan karena di sana ketemu banyak orang Indonesia termasuk beberapa yang sudah kenal sebelumnya. Saya nggak menyangka bisa ada crossover antara maulid nabi dan PVV. Mungkin ini pertama kalinya saya bersinggungan dengan Islamophobia yang sebenarnya, membuat jadi teringat film 99 Cahaya di Langit Eropa. 

Dua tahun ini saya mendapat pengalaman maulid yang tidak biasa. Padahal kalau meminjam kalimat Habib Husein tahun lalu bahwa acara maulid di Balai Sarbini itu bertujuan salah satunya memberikan pengalaman maulid yang berbeda bagi yang belum terbiasa bermaulid, nah saya termasuk dalam golongan yang belum terbiasa ini. Jadi ya, saya bersyukur.

Saat menulis ini saya mendapat kabar bahwa Sabtu depan akan ada acara serupa di Masjid Indonesia di Den Haag, datang lagi kali ya?

Salam,
Chandra

0 comments :

Post a Comment