Skripsi Nembak


Saya sudah pikirkan dari kemarin tapi belum menemukan kata dalam bahasa Indonesia yang tepat menggambarkan situasi ini, maka saya namai saja momen X. Momen X adalah saat dimana kita, dalam profesi apapun, mempertanggungjawabkan hasil kerja, atau hasil kerja kita dinilai oleh orang yang punya hak/kuasa untuk itu. Dalam momen X ini kita tidak punya tempat berlindung apapun sehingga baik-buruknya atau sukses-gagalnya hasil pekerjaan itu langsung kena ke kita. Momen X seorang dokter barangkali saat ia harus melakukan tindakan yang berkaitan dengan keselamatan pasien. Momen X seorang arsitek atau desainer mungkin saat dia mempresentasikan hasil desainnya pada klien. Momen X pekerja bidang administrasi dan keuangan bisa jadi saat auditor datang. Poinnya adalah setiap profesi ada momen X-nya, dengan kadar tekanan dan pertaruhan yang berbeda-beda. Tolong bantu saya kalau menemukan istilah yang tepat untuk momen seperti itu.


Dalam video penerbangan perdana pesawat N250 di atas, lihatlah bagaimana para engineer bersorak ketika pesawat itu lepas landas. Kerja keras bertahun-tahun bisa jadi berbuah kesuksesan yang layak dirayakan atau sebaliknya jadi sia-sia ditentukan hasil terbang perdana hari itu. Itu adalah momen X bagi mereka. Ada presiden, tokoh internasional, media, dan jutaan mata jadi hakim keberhasilan atau kegagalan mereka. Tidak mau sampai mengumpamakan insiden, tapi bayangkan saja pesawat itu gagal terbang hari itu karena belum siap, atau terpaksa mendarat lebih cepat karena masalah teknis, itu bisa jadi tiket pensiun dini bagi banyak orang. Salah satu dosen saya pernah bilang, momen paling menyeramkan untuk seorang pekerja teknik adalah ketika ia diminta melihat barang yang dia buat digunakan pertama kali.

Saya menulis ini karena gemas dengan fenomena joki skripsi yang saat ini sedang ramai di media sosial. Berdebat dengan penyedia jasa joki tidak akan ada habisnya, mereka akan selalu mencari argumen pembenaran. Bagi saya itu unethical business, titik, nggak peduli apa kata mereka. Saya mau lebih menyoroti dari sisi demand-nya, yaitu mahasiswa yang menggunakan jasa mereka. Alasan yang banyak terlontar adalah nggak punya waktu, nggak bisa nulis, dan mau gampangnya aja. Saya terbayang alasan lain yang belum banyak disebut di internet, yaitu oknum mahasiswa ini tidak siap untuk membuat sesuatu lalu bertanggung jawab atas itu.

Kalau masalahnya waktu, semua mahasiswa punya waktu yang sama. Skripsi atau tugas akhir didesain sedemikian rupa supaya bisa dikerjakan, sesimpel itu. Tugas besar ini diletakkan di semester akhir saat mata kuliah lain sudah selesai dan lulus. Secara kultur mahasiswa tingkat akhir juga sudah lengser dari aktivitas ekstrakurikuler. Alasan waktu ini nggak masuk menurut saya. Kalau jasanya untuk transkrip interview, membantu mencari responden/probandus, atau semacamnya masih oke (S&K berlaku), tapi bukan untuk nulis skripsi. 

Kalau masalah kemampuan, saya nggak memungkiri bahwa membuat karya dari nol dengan guidance minim bisa jadi sulit, apalagi kalau terbiasa hanya mengerjakan soal. Tapi orang-orang yang pakai joki ini minta dibikinkan dari bab 1 yang literally tinggal nulis. Padahal dengan sedikit effort saja bisa cari referensi karya dengan topik yang mirip, lalu tiru kalimatnya dengan parafrase, ini bare minimum banget. Saya yakin bab 1 ini bukan masalah skill, lagipula siapa bilang skripsi harus bagus? Jika di mata kuliah lain oke saja untuk dapat B atau bahkan C, kenapa untuk skripsi dari awal sudah merasa nggak bisa?


Jika skripsi dibuatkan orang lain, ketika nanti tulisannya dikritik atau disalahkan dia akan biasa saja karena itu bukan salahnya sebab orang lain yang bikin. Lebih jeleknya lagi dia bisa komplain pada penyedia jasa joki karena merasa sudah bayar (mahal). Ketika mahasiswa lain syok tulisannya dicoret, dia tidak begitu karena merasa bisa melempar tanggung jawab. Dia tinggal sampaikan ke joki untuk revisi, lalu dia sendiri bisa pergi-pergi.

Mahasiswa ini pada akhirnya akan dilatih juga oleh joki supaya bisa menjawab pertanyaan saat sidang. Kalau dia bisa nangkap dan dosen pengujinya kurang peka bisa saja lulus. Tapi mahasiswa ini melewatkan kesempatan berharga untuk membuat sesuatu dan mempertanggungjawabkannya di hadapan orang lain. Skripsi adalah kesempatan terbaik untuk itu karena sifatnya yang long term 3-6 bulan, sudah seperti siklus di pekerjaan yang pakai quarter, semester, dll. Pengguna joki tidak mengalamu itu, lalu mau mengharapkan yang begini siap kerja sebagai fresh graduate?

Ketika bekerja tekanannya lebih berat karena kita dibayar. Kalau dari skripsi saja sudah terbiasa njagakke orang lain ya gimana bisa diharapkan performanya baik ketika dihadapkan problem nyata. Orang yang 100% jujur mengerjakan skripsi saja mobat-mabit di pekerjaan, apalagi ini. Nggak heran kalau perusahaan mensyaratkan pengalaman kerja untuk entry level sekalipun. 

Ini out of topic tapi coraknya sama dan lucu juga kalau diingat-ingat. Kenapa banyak perusahaan atau instansi pemerintah pakai jasa konsultan? Kenapa mereka mau bayar mahal untuk itu? Sementara konsultan belum tentu lebih ahli daripada mereka. itu karena if something goes south mereka mau decision-nya bukan milik mereka :)

Balik lagi ke skripsi, menurut saya kalau memang sulit mencegah mahasiswa mengerjakan dibantu joki atau AI (sama aja?) mending skripsi dan tugas akhir diterapkan untuk yang butuh-butuh saja: kesehatan, saintek, seni & desain, vokasi, dan semacamnya yang dalam profesinya jelas butuh keahlian, otherwise efek buruknya besar. Untuk yang lainnya bisa diganti tugas lain yang sifatnya pengabdian atau tugas sosial, kerja praktek wajib misalnya. Selain itu kasih juga batas waktu tercepat lulus 4 tahun, tidak bisa lebih cepat, supaya mahasiswa tidak bersaing cepet-cepetan lulus dan skripsi bisa dikerjakan secara proper tanpa kekurangan waktu. 

Kalau demand bisa dihilangkan atau setidaknya dikurangi, perusahaan penyedia joki lama-lama akan kehilangan pasar. Saya bilang perusahaan karena mereka sudah ada yang sampai bikin PT. Nge-cancel di media sosial hanya solusi sementara, nanti kalau masyarakat sudah lupa ya mereka bisa berdiri lagi dengan nama yang berbeda. 

Terkahir, buat saya sendiri masa-masa tugas akhir adalah salah satu yang paling berkesan selama kuliah (selain masa TPB). Saya dan dua rekan lab punya jadwal rutin mingguan untuk konsul dengan dosen pembimbing, kalau nggak salah ingat hari rabu. Sebelum itu selalu badan nggak enak karena khawatir progres di minggu itu tidak sesuai dengan ekspektasi dosbing. Tapi ketika bimbingan selesai dan beliau cukup puas rasa leganya luar biasa, biasanya saya rayakan dengan makan apa yang pengen saat itu. Menjelang sidang saya sempat sakit tapi ternyata itu karena tegang saja, selesai sidang langsung sembuh padahal nggak minum obat apa-apa. Rough, tapi memorable.

Kami bertiga satu lab dan tahu apa yang dikerjakan masing-masing orang. Kami tahu pasti tidak ada yang pakai joki karena melihat progres masing-masing hampir setiap harinya. Itu natural saja terjadi, tidak ada aturan yang mengharuskan saling sharing dengan lab-mate agar akuntabilitas terjaga atau progres terverifikasi. Saya sempat dengar kabar burung bahwa di jurusan lain ada yang tidak bisa menjawab saat sidang karena diduga pakai joki, ybs kena hukuman berat. Kami biasa aja mendengar itu karena tidak pernah terpikir untuk pakai joki. 


Di sisi lain prodi juga percaya pada para mahasiswa TA. Kami dianggap sudah setengah bekerja dengan diberi desk masing-masing. Kami diberi akses juga untuk menggunakan alat-alat lab yang diperlukan. Hubungan timbal balik ini sangat produktif dan menghasilkan iklim akademik yang sehat. Endingnya kami dikasih 'liburan' dengan diberangkatkan conference untuk mempresentasikan apa yang kami kerjakan di tugas akhir. Tugas akhir pada akhirnya tidak hanya jadi buku yang dipajang di perpustakaan tapi juga paper yang diterbitkan. Sampai beberapa tahun setelah lulus saya masih dapat email korespondensi yang merespon pekerjaan saya itu, walaupun saya yakin karya saya tidak sempurna karena bagaimanapun itu 'hanya' tugas akhir S1. 


Salam,
Chandra

Warung Barokah



Ini adalah Warung Barokah di Amsterdam, dimana untuk pertama kalinya saya bersama istri makan di luar. Ada dua alasan kenapa kami biasanya lebih memilih untuk masak sendiri. Pertama adalah harga dimana perbedaan antara masak dan beli jauh sekali. Groceries seminggu berdua menghabiskan sekitar 70 euro, sementara jika makan di luar bisa habis 25-40 euro untuk sekali makan berdua. Maka makan di luar dua atau tiga kali setara dengan belanjaan seminggu. 

Alasan kedua adalah kehalalan. Karena di sini muslim adalah minoritas, halal tidaknya makanan jadi sebuah concern. Di sini tidak ada cap halal resmi dari pemerintah seperti halnya yang diberikan MUI di Indonesia, maka kami harus memastikan sendiri kehalalan makanan atau bahan tersebut. Memastikan di sini sebenarnya lebih ke menafsirkan dan memutuskan berdasarkan informasi yang bisa didapat, tidak benar-benar 'pasti' karena tingkat keyakinan belum tentu 100%. Dari pengalaman, ada tiga tier penilaian halal yang kami lakukan, mungkin akan berubah di masa depan tergantung situasi dan ilmu.

Satu: Label Halal
Meskipun tidak ada lembaga resmi yang tupoksinya memberikan cap halal, beberapa pemilik tempat makan dan produsen produk secara mandiri memberikan label halal pada produknya. Ini banyak terlihat di warung, restoran, dan toko dari Asia (Indonesia, Turki, India-Pakistan, dan Timur Tengah). Warung Barokah di atas adalah contohnya, mereka secara jelas menempelkan logo halal di daftar menunya. Beberapa produk impor dari negara-negara tersebut juga mencantumkan label halal dari negaranya masing-masing, seperti indomie dan snack-snack impor dari Lebanon yang pernah kami beli. 


Label halal tentu sangat membantu karena kami tidak perlu berpikir lagi tentang bahan dan pembuatannya. Kami tidak khawatir untuk membeli protein seperti ayam karena ada jaminan RPH-nya halal. Sisi positif lain dari toko halal adalah banyaknya barang dari Asia termasuk Indonesia: indomie, kecap ABC, bumbu-bumbu, rempah, dan sayur mayur. Fun fact, restoran dan produk halal juga banyak dinikmati oleh masyarakat lokal, walaupun bagi mereka mungkin bukan soal halal tapi soal rasa.

Dua: Komposisi
Jika tidak ada label halal, kami harus menggali lebih dalam dengan mengecek komposisi makanan tersebut. Untuk produk yang umum ditemui relatif lebih mudah karena seringnya di internet sudah ada yang mengulas, cukup browsing dengan kata kunci seperti 'is kitkat halal in netherlands?'. Kadang ada lembaga atau komunitas yang sudah melakukan kajian dan memberikan rekomendasi apakah produk tersebut boleh dikonsumsi. Beberapa dari mereka punya aplikasi yang bisa langsung mengeluarkan informasi berdasarkan scan barcode produk, misalnya aplikasi bernama Mustakshif.

Tapi jika tidak ditemukan datanya, kami harus mencermati ingredients-nya satu-satu. Kesulitannya adalah jika bahan-bahannya ditulis dalam bahasa Belanda, kami jadi harus buka-buka google translate. Jadi kami sering menghindari produk yang komposisinya rumit, prefer yang simpel seperti di bawah, bahannya hanya kentang, minyak, dan garam, tiga-tiganya aman. Fun fact, bahan pengawet dan penyedap di sini dituliskan dengan kode seperti E500, E319, dsb. Pretty handy karena itu memudahkan pencarian: 'is E500 halal?'


Tiga: Rekomendasi
Kemarin saya sempat datang ke sebuah acara yang di dalamnya ada agenda makan-makan prasmanan. Datang prasmanan di sini tidak seenteng di Indonesia karena di satu sisi ingin mencoba makannya tapi di sisi lain ada beban harus memastikan boleh tidaknya. Beruntung ada satu teman dari Indonesia yang sudah lebih lama di sini dan bisa menjelaskan mana-mana saja yang aman diambil. Tentu ada unsur pemantapan hati di situ, karena walaupun tampak dibuat dari bahan-bahan halal who knows barangkali alatnya kecampur atau ada tambahan alkohol sedikit. Dimulai dengan bismilah dan ditutup astaghfirullah jadinya. 

Label Vegan yang lumayan populer di sini juga bisa agak membantu. Orang barat sangat serius dengan vegan sehingga kalau sudah dilabeli V kita bisa yakin tidak ada bahan hewani sama sekali, yang mana menghilangkan kekhawatiran soal babi (daging, minyak, ketercampuran alat, dll) dan cara sembelih. 


Itu tadi tiga tier seleksi kami soal makanan. Kami masih berusaha terus mengkalibrasi sehingga bisa navigate cara terbaik memilih makanan di sini. 
 

Salam & Thanks,
Chandra

Wara-Wiri BP2MI


BP2MI, atau dulunya BNP2TKI adalah badan yang bertanggung jawab menyalurkan dan memberikan perlindungan pada Pekerja Migran Indonesia (PMI). Menurut orang imigrasi, setiap WNI yang akan bekerja di luar negeri harus punya nomor induk pekerja migran yang disebut ID PMI. Yang membuat saya agak bingung adalah pihak BP2MI sendiri melalui pimpinannya malah mengatakan bahwa BP2MI sifatnya hanya pencatatan saja dan tidak wajib. Beberapa teman yang bekerja di luar juga bilang mereka tidak pernah ditanya soal ini ketika mau terbang. Tapi just in case lebih baik saya urus saja mumpung masih ada waktu saat itu, walaupun pas lihat syaratnya bikin agak berkeringat juga.

Ada beberapa jenis pengajuan ID PMI, tapi secara umum bisa dibagi 2: PMI yang melalui penyaluran kerjasama (G2G, B2B, dll) dan PMI Perseorangan/Mandiri. Menurut perkiraan saya, PMI yang melalui penyaluran kerjasama mungkin lebih mudah prosesnya, karena mestinya ada tim, badan, atau instansi penyalur yang membantu pengurusan administrasinya. Tapi untuk yang mencari opportunity via LinkedIn, menjalani interview sendiri, dan tanpa badan penyalur di Indonesia, masuknya dalam kategori kedua yaitu PMI Perseorangan. PMI Perseorangan punya syarat lebih banyak karena calon PMI harus meyakinkan verifikator bahwa: perusahaan yang dituju legit kok, kerjaannya juga jelas, orang tua/pasangan saya ngijinin, dan kalau ada apa-apa tanggung jawab saya sendiri.

Itu tercermin dari syarat-syarat yang harus dipenuhi di bawah ini:


Saya coba bahas syaratnya satu-satu:

Surat Keterangan Status Perkawinan
Ada template surat yang menerangkan status perkawinan kita. Jika sudah menikah perlu melampirkan copy buku nikah.

Surat Ijin Orang tua/Suami/Istri/Wali
Syarat ini sudah ada template-nya namun sedikit lebih rumit daripada su-ket status perkawinan. Hal ini dikarenakan surat ijin perlu Mengetahui kepala desa atau lurah. Jadi kemarin saya draft, print, tempeli materai, dan tandatangani, lalu suratnya saya kirim ke Bantul untuk ditandatangani orang tua saya dan sekalian dimintakan tanda tangan dan cap kelurahan. Singkat cerita tanda tangan dan cap lengkap lalu surat dikirim balik ke Jakarta. Tapi pas saya submit ternyata ditolak wkwk (nanti saya ceritakan proses lengkapnya di bawah).

Alasannya kalau sudah menikah ternyata yang harus tanda tangan ijinnya adalah suami atau istri, bukan orang tua, sayangnya ini tidak dibilang di detail persyaratan. Akhirnya proses harus diulang: ngeprint lagi, beli materai lagi, kali ini istri yang tanda tangan, lalu pas kemarin kami pulang dalam rangka longweekend sekalian kami bawa untuk minta tanda tangan lurah. Alhamdulillah kali ini surat diterima.

Surat Keterangan Sehat
Surat keterangan sehat bisa didapat dari puskesmas dengan pemeriksaan dasar saja (tensi, buta warna, berat badan, dan sejenisnya), tidak perlu MCU lengkap. Saya bayar 35 ribu untuk ini.

Kartu Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional
Scan kartu BPJS Kesehatan

Salinan Surat Panggilan Kerja dari Pemberi Kerja Berbadan Hukum
Nah ini, saya nggak kebayang surat panggilan itu seperti apa. Selama bekerja di Indonesia pun saya belum pernah dapat surat semacam ini. Akhirnya saya print saja email beserta lampiran kontrak kerja. Kalau ditolak baru saya minta ke company-nya untuk dibuatkan semacam surat konfirmasi mulai bekerja. Ternyata print-print-an email sudah diterima, alhamdulillah.

Profil Pemberi Kerja Berbadan Hukum
Ini lebih mengkhawatirkan lagi tadinya, akta pendirian PT di Indonesia saja saya belum pernah lihat bentuknya seperti apa, ini diminta semacam itu tapi dari company di Belanda. Saya nggak tahu apakah dokumen semacam ini ada. Kalaupun ada bagaimana saya memintanya padahal mulai bekerja saja belum dan saya nggak yakin mereka tahu soal BP2MI. Saya coba browsing-browsing dan alhamdulillah ketemu website kementerian perindustrian Belanda. Kabar gembiranya di sana ternyata bisa dicari list perusahaan yang terdaftar. Perusahaan yang terkait dengan saya ternyata ada dan aktanya bisa didownload jadi PDF! (bayar 9 euro). Saya submit akta itu walaupun dalam bahasa Belanda. Bisa download dalam bahasa Inggris sebenarnya, tapi beda harga, 20 euro haha. Kalau diminta translate ya nanti saya cari sworn translator saja. Tapi ternyata dalam bahasa Belanda pun sudah diterima, alhamdulillah.

Perjanjian Kerja
Syarat-syarat terkait Pemberi Kerja Berbadan Hukum ini pada intinya adalah memastikan PMI yang berangkat bekerja pada sektor formal. Sehingga salah satu yang harus ada adalah kontrak kerja hitam di atas putih yang ditandatangani oleh pemberi kerja dan tenaga kerja. Verifikator akan melihat kontrak kerja yang diajukan dan menilai seberapa legitimate perusahaan dan posisi yang ditawarkan.

Sementara itu sektor informal tidak bisa mendapat ID PMI melalui skema perseorangan, harus ada lembaga penyalur dari Indonesia.

Paspor dan Visa
Untuk paspor saya sarankan segera dibuat jika belum punya atau segera diperpanjang jika sudah akan habis. Entah itu nanti dipakai dulu untuk liburan, studi, atau ibadah nggak masalah. Tapi saya sangat tidak menyarankan membuat paspor tepat ketika akan berangkat kerja ke luar negeri. Karena kalau kita bilang di imigrasi bahwa membuat paspor untuk bekerja, imigrasi mungkin akan menanyakan soal ID PMI, yang mana belum ada karena untuk pengajuannya butuh paspor dan visa (jadinya macam problem ayam dan telur duluan mana). Jadi jangan menunggu sampai paspor habis baru buat lagi ketika butuh, toh sekarang paspor masa berlakunya sampai 10 tahun. 

Untuk Visa sudah ada prosedur pengajuannya sesuai negara tujuan dan keperluan masing-masing, silakan dicari.

Surat Pernyataan Bertanggung Jawab
Surat ini ada template-nya, pada intinya menyatakan bahwa segala resiko yang mungkin terjadi menjadi tanggung jawab pribadi.

KTP dan Pas Foto
KTP dan Pas Foto perlu disubmit juga.


***

Itu tadi adalah syarat-syarat yang perlu diajukan untuk mendapatkan ID PMI skema Perseorangan/Mandiri. Selanjutnya berikut adalah proses day by day yang saya lalui dalam perjuangan mendapatkan ID PMI ini.

Kamis, 16 Mei 2024



Saya mendaftar online melalui siskop2mi.bp2mi.go.id tepatnya pada bagian PMI Perseorangan. Secara umum form yang harus diisi tidak terlalu sulit meskipun agak banyak. Saat membuka halaman formulir ada pop up yang menunjukkan list dokumen yang dipersyaratkan beserta informasi: 

Pelayanan verifikasi dokumen akan dilayani di hari yang sama ketika diajukan di hari kerja s.d. pukul 15.00. Pengajuan di luar waktu tersebut, akan diverifikasi pada hari dan jam kerja berikutnya.

Oke siap, saya submit jam 10 pagi dengan ekspektasi akan selesai di hari yang sama. Tapi saya tunggu sampai EOD masih belum ada pergerakan, data masih belum terverifikasi. Baiklah mungkin sedang banyak pengajuan, semoga besok sudah ada perkembangan.

Jumat, 17 Mei 2024
Hari jumat, hari kerja terakhir sebelum akhir pekan, saya tunggu sampai EOD masih belum ada apa-apa, mulai sedikit cemas.


Sabtu-Minggu, 18-19 Mei 2024
Weekend, nggak berharap banyak.

Senin, 20 Mei 2024
Saya mulai concern, saya coba untuk kontak BP3MI Jakarta (saya nggak paham kenapa di tingkat nasional nomenklaturnya BP2MI tapi di provinsi BP3MI). Oh ya, ketika submit kita diminta untuk memilih kantor BP2MI yang akan memverifikasi dan mengurus penerbitan ID PMI kita. Saya pilih Jakarta karena barangkali ada apa-apa lebih mudah bagi saya untuk datang ke kantornya. Saya chat via WhatsApp ke BP3MI Jakarta namun tidak dapat balasan. Akhirnya saya chat juga BP3MI Jogja, berharap jika tidak bisa proses di Jakarta biar dipindah ke Jogja saja. Jogja langsung respon dengan bilang bahwa jika dokumen lengkap dan benar, ID 1 hari jadi. Saya sempat berniat submit ulang di Jogja tapi ternyata tidak bisa, harus cabut dulu yang di Jakarta.

Selasa, 21 Mei 2024
Saya memutuskan untuk datang langsung ke kantor BP3MI Jakarta yang berlokasi di Ciracas, Jakarta Timur, lumayan jauh dari tempat saya. Lah ternyata begitu sampai langsung diinfo oleh security yang jaga di depan bahwa setelah submit online semua dokumen hardcopy-nya masih perlu dibawa ke kantor. Walaaah, saya nggak nemu info itu sama sekali saat isi form online, gimana saya bisa tahu. Sayangnya saat itu tidak semua berkas saya bawa jadi saya harus datang lagi esok harinya.

Rabu, 22 Mei 2024
Saya berangkat lagi ke Ciracas, kali ini dengan membawa dokumen yang saya rasa lengkap. Cukup lama saya di sana karena antri, beruntung bisa mulai bekerja agak siangan. Sebenarnya pemohon ID PMI Perseorangan tidak sebanyak itu, tapi proses setiap pengajuannya lama, bisa 30 menit sampai 1 jam. Sistemnya seperti interview, ditanya mau kemana, kerja apa, dapat lowongannya dari mana, dan tentu dilihat dokumen-dokumennya terutama kontrak kerja. Syukur kalau langsung goal, ternyata punya saya masih ada yang kurang, yaitu surat ijin yang harus ditandatangani istri bukan orang tua tadi. Saya diminta kembali minggu depannya karena 23-26 Mei longweekend.

Kamis-Minggu, 23-26 Mei 2024
Longweekend, pulang ke Bantul

Senin, 27 Mei 2024
Saya ke kelurahan untuk minta tanda tangan dan cap lurah. And you know what, Pak Lurahnya lagi ke Jakarta hahaha ada-ada saja lika-likunya

Selasa, 28 Mei 2024
Pak Lurah sudah kembali dan akhirnya surat saya ditandatangani dan dicap. Siang harinya kami otw balik ke Jakarta.

Rabu, 29 Mei 2024
Saya datang ke kantor BP3MI Jakarta lagi dengan membawa surat ijin yang baru. Alhamdulillah kali ini sudah lengkap. Karena saya hanya melengkapi dokumen yang kurang, saya tidak perlu antri lagi. Kemudian saya diberi kode billing untuk membayar asuransi BPJS untuk bekerja di luar negeri sebesar Rp332.500. Setelah itu selesailah pencatatan saya sebagai PMI dan terbit sudah ID PMI itu. Bukti pendataan BP2MI ini bisa diakses secara online atau bisa juga diprint.





Rabu, 26 Juni 2024
Saya dan istri berangkat dari T3 Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Ternyata benar bawah ID PMI tidak ditanyakan ketika melintasi imigrasi karena keberangkatan melalui gate otomatis (sudah up lagi pasca PDNS down). Tapi tak apa lah, kalau bisa diurus kenapa tidak.

Kamis, 27 Juni 2024
Alhamdulillah tiba di Belanda



***

Semoga tulisan ini berguna bagi orang yang nanti punya keperluan dengan BP2MI. Karena terus terang kemarin masih sulit bagi saya menemukan referensi soal ini. Cerita bagaimana apply paspor dan visa sih sudah banyak karena banyak orang perlu itu. Tapi ID PMI ini masih belum banyak dibahas.

Kalau ditotal proses yang saya lalui untuk BP2MI ini adalah selama dua minggu, semoga yang lain dengan tahu sandungan-sandungannya lebih awal prosesnya bisa lebih cepat. Walaupun pada akhirnya tidak ditanya ketika akan terbang, peace of mind karena sudah terdaftar dan dinyatakan sebagai PMI legal oleh negara sangat membantu dalam masa-masa persiapan keberangkatan yang rumitnya sudah kaya mempersiapkan acara pernikahan.


Thanks & Regards,
Chandra





Prayer Room



"Excuse me Ma'am, I'm new here, do you know any prayer room in this building?", tanya saya pada seorang ibu-ibu yang sedang mengurus perkakas kantor. Beliau berjilbab, jadi saya yakin muslim. Beliau bukan dari Indonesia, timur tengah most likely, tapi sepertinya sudah lama di Belanda kalau saya lihat dari bahasanya yang sudah lancar. 

"Ah pray? Moslem?", jawab si ibu sambil tangannya menunjukkan gestur takbir. Saya lihat mukanya agak berbinar menjawab pertanyaan saya. Mungkin tidak tiap minggu ada yang bertanya begitu. "Come", lanjutnya lalu langsung berjalan menuju pintu. Dia pamit pada rekan-rekannya untuk pergi sebentar menunjukkan tempat salat pada saya, "He's moslem", katanya. Mereka tidak keberatan, justru membukakan pintu sambil tersenyum. Saya bergegas mengambil tas karena saat itu memang sudah jam pulang lalu langsung mengikuti langkahnya. 

Ruangan demi ruangan kami lewati dan beberapa orang kami temui. Si ibu banyak bertegur sapa dalam bahasa Belanda, saya hanya bilang Hi, nice day, dan thank you saja. Lalu tibalah kami di ruang laktasi. Ternyata ruangan ini yang kerap dipakai karyawan muslim untuk beribadah. Tempatnya bersih, ada kran, dan bisa dikunci sehingga cocok untuk tempat salat.


Di kantor ini tidak ada mushola. Setelah saya baca-baca dan lihat-lihat memang tidak lumrah ada tempat ibadah (agama apapun) di kantor dan tempat umum lainnya di Belanda. Ada pemisahan yang tegas antara area publik dan area privat. Kantor adalah area publik sementara agama dan keyakinan adalah urusan privat. Sebagai sesama warga tetap saling menghormati dan menjaga, tapi keep your faith at home, kira-kira begitu pahamnya. Maka sebagai muslim yang pelaksanaan ibadahnya overlap dengan jam kerja, kami harus pintar-pintar mencari solusinya.

Setelah sampai di ruang laktasi tadi, si ibu menjelaskan bagaimana cara mengunci pintu dan lain sebagainya. Beliau lalu pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. Tidak lama berselang saya juga keluar karena sebenarnya saya sudah salat, sebelumnya saya salat di locker room. Saya tanya prayer room untuk mencari tahu barangkali ada ruang yang dedicated berfungsi sebagsi mushola. Locker room-nya sendiri kondusif buat salat. Ada shower di sana yang bisa saya pakai untuk wudhu, biasanya shower ini digunakan karyawan yang mandi di kantor, misalnya karena ke kantor dengan bersepeda jarak jauh. Tapi dengan ketemunya ruang laktasi ini saya jadi tahu tempat salat yang direkomendasikan oleh muslim yang sudah lama bekerja di sana.

Saya agak terbantu dengan jam salat saat ini dimana hanya salat dzuhur yang waktunya jatuh pada jam kerja, sementara ashar ada di jam 6. Di musim dingin nanti siang hari akan memendek sehingga kedua salat akan berada di jam kerja. Tapi at least dengan bantuan ibu itu saya sudah tahu di mana bisa melaksanakan salat secara privat. Adanya WFH juga memudahkan karena membuat saya tidak perlu ke ruang laktasi setiap hari.

Belanda sepertinya memang punya kebijakan yang menyuruh perusahaan untuk memberlakukan hybrid working meskipun sudah tidak darurat covid. WFH sangat membantu terutama pada hari Jumat karena saya jadi mudah untuk menentukan mau salat jumat di masjid mana. Seperti kemarin saya jumatan di masjid Turki yang letaknya 7 menit jalan kaki dari tempat saya tinggal. Diaspora Turki dan Maroko adalah yang paling rajin mendirikan masjid di sini, orang Indonesia numpang salat saja.

Perbedaan yang saya temui di sini adalah diwajibkannya masuk masjid dan salat menggunakan kaos kaki, katanya untuk mencegah jamur. Secara pelaksanaan ibadah mirip dengan di Indonesia, perbedaan ada pada khotbahnya yang menggunakan bahasa Turki. Ini adalah foto masjid tempat saya jumatan kemarin, tidak terlalu besar dan secara bentuk lebih mirip rumah, tapi dalamnya bersih, nyaman, dan hangat.


Sebenarnya selama kita tinggal atau bekerja di kota besar di Belanda, selalu ada masjid dalam jangkauan, walking distance lah. Saya menemukan masjid di sekitar saya dengan memasukkan keyword 'masjid', 'mosque', atau 'moskee'. Di jumatan kemarin saya tidak melihat wajah Indonesia satupun, mungkin karena memang tidak banyak orang kita di Nijmegen atau karena sedang pada pergi bekerja sehingga salat di tempat lain. Tapi minggu lalu ketika jumatan di Utrecht saya lihat beberapa orang pakai batik. 

Utrecht memang lebih kota besar dibanding Nijmegen. Banyak orang yang bilang Utrecht adalah kota yang sangat expat-friendly. Saya belum ke kota besar lain seperti Den Haag, Rotterdam, Leiden, dan Amsterdam sehingga belum menyaksikan sendiri kondisinya. Tapi dengan besarnya komunitas expat dan Indonesian di sana saya pikir setidaknya sama friendly-nya dengan Utrecht. 

Gambar masjid yang saya jadikan sampul di atas adalah masjid tempat saya salat jumat minggu lalu, salat jumat perdana saya di Belanda. Untuk yang satu ini benar-benar berbentuk masjid dan lokasinya sangat strategis karena dekat dengan stasiun Utrecht Centraal. Di dekatnya banyak toko halal yang menjual makanan timur tengah dan bahan makanan dari Asia. Soal makanan insyaAllah di tulisan lainnya.






Setelah hampir 30 tahun jadi mayoritas, kini saya berada pada posisi minoritas. Tentu salat di sini tidak semudah di Indonesia yang di segala tempat ada masjid atau mushola. Bahkan kalau perlu mampir di restoran fastfood atau minimarket untuk numpang salat pun bisa. Di sini sebelum pergi ke suatu tempat harus cek dulu apakah di sana ada masjid, berapa jauh jaraknya, stasiun mana saja yang di dekatnya ada masjid sehingga kalau perlu bisa mampir, dan di tempat kerja mesti kreatif mencari tempat yang bisa dipakai untuk salat.

Tapi sisi positifnya adalah ikatan antar muslim di sini kuat, tanpa peduli dari negara mana atau warna kulitnya apa. Muka saya tidak cukup timur tengah sehingga beberapa kali orang masih perlu mengkonfirmasi bahwa saya muslim. Tapi saat bersama istri, orang langsung tahu kami islam. Beberapa kali kami ketemu muslim lain di jalan atau toko dan mereka mengucap assalamualaikum. Waktu saya pertama ke masjid Turki dan masih bingung soal kaos kaki, tempat wudhu, dll orang-orang di sana menjelaskan dengan ramah. Tidak terasa ada gatekeeping meskipun tahu saya bukan orang Turki dan kesulitan memahami beberapa signage. 

Kami belum mengalami puasa ramadhan, salat ied, kurban, dan beberapa ibadah lain di sini. Doakan kami bisa istiqomah dalam menjalankan ibadah dan mampu mengatasi kesulitannya jika ada. Kami mencoba untuk mencari jalan tengah antara menghormati budaya lokal dan menjalankan kewajiban, navigating through it.


Chandra