Home » Archives for June 2024
Tapi pada akhirnya saya masuk juga karena diajak istri untuk lihat spot foto di Ashta yang viral. MasyaAllah sekali dalamnya, nggak berasa seperti sedang di Indonesia karena 360 derajat mata memandang nggak ada kabel listrik, jalan cor-coran kasar, pedagang, atau satupun motor. Semua orang tampak rapi dan elegan. Gimana rasanya kerja di gedung ini ya, batin saya. Alhamdulillah Allah sudah kasih kesempatan saya untuk sempat bekerja di beberapa office building. Itu sudah saya syukuri sebagai perwujudan cita-cita saya pas SMA: kerja di gedung tinggi di Jakarta. Tapi Ashta dan office towernya beyond my imagination.
Sampai suatu hari..
Lalu jadilah dua tahun bekerja yang luar biasa. Tempat yang tadinya saya ragu memasukinya jadi tempat yang saya masuki sehari-hari. Akhirnya jadi kenyataan saya berada di antara orang-orang suits and dress, walaupun saya tetep celana jeans dan sepatu running. Saya kini tahu dimana parkiran motor District 8 dan dimana tempat makan siang 'rakyat'. Foto yang dulu saya ambil di balkon Ashta dengan tujuan 'buat foto linkedin', jadinya saya pakai untuk profil picture Teams. Rencana Allah..
Tapi, awal 'kan berakhir, terbit 'kan tenggelam, pasang akan surut, bertemu akan berpisah.
Tiba juga hari terakhir bekerja di sini. Saya bersyukur sekali datang dengan baik-baik dan pergi dengan baik-baik. Saya nggak berambisi untuk jadi karyawan teladan atau semacamnya, cukup bisa pamit tanpa meninggalkan beban dan tanpa membakar jembatan. Di usia begini warm farewell ternyata bukan dari foto-foto atau makan donatnya, tapi dari handshake yang firm, respectful, dan supportive.
Hari terakhir bekerja ditutup dengan mengembaliman laptop lalu bertemu HR untuk menyerahkan segala form dan kartu-kartu. And for one last time jalan pulang
Stay keep in touch
Thanks & Regards,
Chandra
Useless Knowledge
June 15, 2024 Chandra Nurohman
Di awal masa PSBB dulu saya lumayan banyak nonton film, salah satunya Front of The Class. Film ini bercerita soal seorang pendidik yang punya Tourette Syndrome (apa itu, silakan googling). Beberapa hari yang lalu saya ketemu orang yang sepertinya punya gejala serupa. Thanks to film tersebut, saya jadi bisa bersikap lebih sopan (menurut saya) dengan tidak kagetan dan tidak memandang heran.
Lalu kemarin saya sempat menjual barang bekas di marketplace. Ada orang yang ngechat lalu bilang mau telpon. Saat saya okekan, dengan gaya bicara yang sangat sopan hal pertama yang dia tanyakan adalah 'ini pribadi atau pedagang ya?'. Lalu pertanyaan keduanya 'apakah boleh saya rekomendasikan ke klien saya?'. Saat itu juga langsung redflag, jelas ini modus penipuan segitiga, apalagi dia tidak rewel nego soal harga (karena niatnya memang mau nipu bukan beli). Alhamdulillah saya lumayan banyak lihat video soal modus ini di YouTube, dan itu membuat saya lebih cepat sadar kalau mau dijadikan target penipuan. Thanks para kreator.
Useless knowledge telah membantu saya bersikap proper dan memberikan satu lapis perlindungan tambahan dari upaya penipuan. Memang nggak semua useless knowledge akan kita temui manfaat praktikalnya, mungkin dari 100 hanya 2 yang jadi. Tapi dua itu bisa menghadirkan perbedaan yang besar, we never know. Makanya saya embrace pengetahuan-pengetahuan yang sepertinya nggak penting, yang nggak keluar dalam ujian, seperti tahu bahwa Purwokerta dan Purwakarta itu berbeda, nama ibukota Azerbaijan adalah Baku, dan ada atlet legend namanya Tiger Woods (golf), Tony Hawk (skateboard), dan Roger Federer (tenis). Untuk apa semua informasi itu? Ya belum tahu, minimal fun.
Termasuk yang saya syukuri selama ini adalah banyaknya useless knowledge yang saya dapat dari lingkungan saya. Banyak cerita dan tambahan wawasan dari orang tua, saudara, guru, dosen, teman dolan, coworker, sampai orang yang kenal di jalan yang tidak termasuk dalam silabus dan tidak akan keluar di ujian tapi sangat menarik.
Di era internet ini informasi sudah ada dimana-mana, tidak harus dari bangku sekolah, bahkan baiknya memang harus sudah bisa mengumpulkan info tanpa motivasi 'ini keluar pas ujian'. Sayangnya di saat yang sama godaan video pendek beberapa detik luar biasa kuat. Bukan hanya menurunkan attention span, tapi juga minim informasi. Ibarat makanan itu adalah chiki, nagih tapi minim gizi. Kalau orangnya streetsmart dan banyak pergaulan sih nggak masalah, dia akan dapat banyak insights dari orang-orang sekitarnya atau dari pengalaman jalanannya sendiri. Tapi introvert yang lebih nyaman di ruang tertutup (termasuk saya) mesti bisa memfilter mana info penting mana tidak. Supaya nggak kebanjiran informasi, tapi tetap dapat nutrisi yang cukup.
'Useless' bukan berarti tidak penting. Tahu soal modus penipuan segitiga tadi itu sangat berguna, hanya saja masih 'useless' saat saya menemukannya dari channel YouTube Mas Wahid karena saat itu saya belum nemu use casenya. Jadi kumpulin aja dulu pengetahuan-pengetahuan seperti ini, barangkali suatu hari nanti perlu. Banyak ilmu di luar sana yang tidak kita pakai untuk mengerjakan soal ujian atau untuk cari uang, tapi itu tetaplah ilmu.
Thanks,
Chandra
credit gambar: Information Stock photo by Vecteezy
Renovasi Masjid
June 04, 2024 Chandra Nurohman
Salah satu fenomena kurang indah yang saya saksikan di ibukota adalah adanya orang-orang yang meminta uang di jalan dengan mengatasnamakan pembangunan masjid. Bermodal steger yang dipasang di samping masjid atau fasad yang tampak tak segera dirampungkan, beberapa orang duduk dan berdiri di jalan sambil mengacungkan jaring yang biasa digunakan menangkap ikan, kadang diiringi rekaman ceramah atau lantunan ayat.
Foto di bawah ini saya ambil sendiri di suatu sore di daerah Pamulang, kegiatan ini sudah dilakukan berbulan-bulan tanpa terlihat perubahan signifikan pada bangunan masjid, karena masjidnya sebenarnya juga sudah berdiri. Kalau yang sering masuk dari arah barat Jakarta, pasti pernah melihat juga aktivitas serupa di daerah Joglo dan Cipulir.
Menurut saya aktivitas ini tidak elok. Ini merendahkan izzah(kemuliaan)-nya rumah Allah. Pengendara yang lewat di jalan itu belum tentu orang Islam. Seminimal-minimalnya, aktivitas ini menyebabkan macet tambah parah. Kalaupun benar uang yang terkumpul digunakan untuk pembangunan masjid, ini menunjukkan pengurus yang kurang bagus dalam melakukan perencanaan, mestinya renovasi kalau dana sudah ada. Saya masih bisa paham kalau kebutuhannya untuk membeli lahan atau membangun bangunan baru, fundraising sambil jalan. Tapi dalam banyak kasus masjidnya sudah tampak jadi dan sudah digunakan, tidak ada urgensi untuk melakukan renovasi.
Masjid Jogokariyan di Jogja pernah melakukan renovasi yang memakan biaya hingga 2,4 milyar. Tidak ada pihak masjid minta-minta di jalan. Salah satu upaya penggalangan dana yang pengurus lakukan adalah me-repro sebuah foto arsip masjid yang menampilkan seorang mandor yang sedang mengawasi pembangunan masjid Jogokaryan pada tahun 1960an. Foto itu dicetak besar dan dipigura, lalu diantarkan pada cucu bapak mandor yang ada di foto itu, kebetulan sang cucu sudah jadi pengusaha kayu jati sukses di Jogja. Beliau bersedia datang saat diundang rapat panitia renovasi masjid oleh pengurus. Bahkan demi melanjutkan amal jariyah eyangnya, beliau bersedia secara aklamasi ditunjuk sebagai ketua panitia, sekaligus bersedekah setengah dari biaya keseluruhan. Foto + pendekatan hati = 1,2 M.
Baca juga: Masjid untuk Semua
Oke Masjid Jogokariyan mungkin contoh yang terlalu jauh. Saya mundur ke masjid dekat rumah saya. Masjid ini dulu sangat sederhana, hanya ruang salat saja tanpa serambi. Pelan-pelan bangunan meluas dengan serambi seadanya, lalu makin lama makin disempurnakan dengan lantai dan atap yang rapi. Tempat wudhu, parkiran, sampai gudang juga berikutnya dibangun dengan baik. Progresnya pelan tapi pasti, salah satu alasannya ya menunggu terkumpulnya dana. Biasanya pemasukan paling banyak terjadi saat ramadhan hingga hari raya. Setelah lebaran sering ada improvement bangunan fisik masjid. Benar saja kemarin saat long weekend waisak saya pulang dan saat itu ada kerja bakti merapikan parkiran. Pekerjaan padat karya seperti ngecor akan dilakukan dengan gotong royong warga, hanya hal-hal yang butuh keterampilan khusus yang akan di-outsource ke tukang.
Bukan hanya satu, masjid kampung sejenis banyak menunjukkan pola pembangunan yang serupa. Masjid kami di desa, tidak banyak hal yang bisa diusahakan dari sisi finansial. Pemasukan terbesar dari dua hari raya, plus kalau pas ada donatur mungkin. Sisanya kotak infaq yang ditaruh begitu saja bagi yang hendak mengisi. Tapi saya belum pernah dengar ada warga yang usul untuk pasang jaring di jalan atau minta pada orang yang lewat.
Begini, di tempat saya masjid kebanyakan berafiliasi dengan salah satu antara NU atau Muhammadiyah. Contohnya di masjid saya ada ustadz yang secara rutin dikirim oleh ranting Muhammadiyah untuk mengisi kajian warga. Dalam proses itu tentu ada semacam 'audit' yang akan memicu alarm jika masjid dikelola dengan tidak benar. Ada nama baik organisasi dan gerakan yang dititipkan di sana. Sementara di kota, dengan banyaknya tempat ibadah dan padatnya penduduk saya ragu jaringan pembinaannya bisa seintens di daerah, impact-nya tentu pengawasan yang tidak optimal.
Pemerintah pun sebenarnya punya alat untuk melakukan pengawasan, atau minimal penyuluhan melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kementerian Agama. Menindak secara hukum sih saya pikir nggak bisa, tapi menetapkan prosedur dan melakukan pelatihan manajemen masjid saya pikir bisa dilakukan. Mereka punya data masjid di seluruh Indonesia, bisa lah berangkat dari sana. Saya beberapa kali menulis hal positif soal Kemenag periode sekarang, andai pembinaan masjid ini benar bisa dilakukan wah salut banget.
Baca juga: SATFFest Kemenag: Manusia Manusiawi
Saya yakin saya bukan satu-satunya orang yang gusar dengan adanya aktivitas penggalangan dana di jalan yang dilakukan oleh institusi masjid atau yayasan yang mengatasnamakan agama. Ada cara yang lebih pantas untuk fundraising. Kalau akuntabilitas terjaga, jamaah dan donatur akan percaya untuk menitipkan ZIS-nya, bahkan dalam jumlah besar. Alangkah baiknya masjid berfokus pada membangun jamaah, jika jamaahnya tumbuh InsyaAllah masjidnya akan membesar dengan sendirinya sambil jalan.
Kiamat tidak akan terjadi hingga manusia bermegah-megahan dalam membangun masjid,” (HR Abu Dawud).
Lalu, sorry to say, konsesi tambang untuk ormas keagaamaan adalah bentuk besar dari ini.
Mohon maaf atas salah-salah kata.
Salam,
Chandra
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)