Rajin Ngaji, Jangan Lupa Belajar



Saat belajar puasa dulu, ibadah ramadhan adalah ibadah yang sangat fisik. Sebagai anak-anak tantangan beratnya adalah bangun jam 3 pagi untuk sahur, memaksa melek untuk subuhan, lalu menahan lapar dan haus sampai maghrib dengan siang harinya tetap sekolah dan TPA, malamnya salat minimal belasan rakaat. Itu diulang selama 29 atau 30 hari. 

Sementara kini setelah dewasa orang secara fisik sudah lebih kuat. Lapar dan haus sudah bukan tantangan terberat, kecuali memang punya aktivitas yang sangat menguras tenaga. Masalah tidak makan di luar ramadhan pun orang berkreasi dengan intermittent fasting dengan alasan kesehatan. Bangun dini hari mestinya biasa kalau sering bangun nonton bola. Tarawih kalau sampai ngos-ngosan berarti orangnya yang kurang olahraga atau salatnya kecepetan.

Untuk orang dewasa ramadhan itu game-nya bukan di fisik tapi di prioritas. Mau pilih mana,  perbanyak ibadah sunnah atau kembali bekerja, buka puasa di masjid atau buka bersama di rumah saudara, usai tarawih tadarusan atau nge-gym, pulang kerja buka di luar atau dengan keluarga, baca buku umum atau nyimak video kajian, safari masjid atau main dengan anak, kajian sore atau menyiapkan makanan berbuka,  belajar atau mengejar target bacaan, dll. Keputusan akan lebih mudah diambil kalau pilihannya yang satu baik yang satu tidak, tapi dalam ramadhan sering harus memilih di antara dua yang baik. Ramadhan banyak baik-baiknya. Alhamdulillah.

Ramadhan jadi makin spesial karena terbatas, hanya 1 bulan saja. Karenanya semestinya ramadhan dijalani dengan prioritas yang berbeda. Teringat sebuah pesan:

̶R̶̶a̶̶j̶̶i̶̶n̶ ̶b̶̶e̶̶l̶̶a̶̶j̶̶a̶̶r̶, ̶j̶̶a̶̶n̶̶g̶̶a̶̶n̶ ̶l̶̶u̶̶p̶̶a̶ ̶n̶̶g̶̶a̶̶j̶̶i̶
Rajin ngaji, jangan lupa belajar

Selamat menjalankan ibadah Ramadhan, semoga Allah SWT menerima amal baik dan mengampuni kesalahan kita. Mohon maaf lahir dan batin, jika saya punya hutang atau janji mohon diingatkan.


Thanks,
Chandra

0 comments :

Post a Comment