Lampu Baca
Saya dulu heran kenapa di bis dan pesawat ada tombol yang kalau ditekan akan menyalakan lampu sorot yang mengarah ke kursi, ternyata itu lampu baca. Nyalanya cukup terang untuk menerangi pembaca yang ada di bawahnya tapi tidak berlebihan sampai mengganggu orang di dekatnya. Yang sulit saya pahami saat itu adalah emang ada ya orang yang sempat baca buku dalam perjalanan, dan kalaupun ada sebanyak apa sih sampai perlu dibuatkan fitur khusus seperti ini.
Keheranan serupa saya alami waktu pertama tahu ada teknologi bernama Kindle, gawai yang almost exclusively hanya digunakan untuk baca buku. Saya akrab dengan koran karena dulu sering baca Kedaulatan Rakyat, tapi buku tidak. Bagi saya dulu buku yang perlu dibaca hanya yang dipakai untuk sekolah dan kerja. Jadi bisa diperkirakan buku yang saya baca tidak terlalu banyak, dan jelas tidak bisa men-justify pengeluaran uang jutaan untuk beli Kindle.
Keheranan berikutnya adalah pameran buku, banyak dulu di Jogja. Saya heran kok ada ya yang datang, semenarik apa sih buku sampai ada event-nya. Pameran komputer saya bisa terima, karena bisa dipakai untuk kerja, game, dan internet, tapi buku kok saya belum minat sama sekali. But..
Here I am menyalakan lampu baca di bis menuju Jogja. Sama seperti sebelumnya, pakai bis carteran. Kalau dua sebelumnya lomba robot, kali ini outing kantor. Ingin mudik pakai bis tapi belum dapat momennya, dan kasus tukar laptop dengan keramik yang marak kemarin cukup mengkhawatirkan. Soal pameran buku sudah mau datang walaupun dengan tujuan dapat buku impor murah saja, belum ikut event-event baca. Kalau Kindle saya masih belum tertarik beli.
Thanks,
Chandra
0 comments :
Post a Comment