Sabuga, Juni 2013
Proses daftar ulang calon mahasiswa baru ITB angkatan 2013 jalur SNMPTN telah selesai. Tapi bagi camaba yang sebelumnya mengajukan permohonan UKT Subsidi perlu tetap tinggal untuk melengkapi berkas-berkas yang diperlukan. Saya adalah salah satunya.
Sebelumnya telah keluar di profil PMB saya bahwa saya mendapat UKT tertinggi, 10 juta. Tapi saat pengumuman itu juga ITB menginformasikan bahwa ada kesempatan untuk mengajukan UKT Subsidi yang dengan itu mahasiswa bisa mendapat ketetapan UKT lebih ringan, bahkan bisa sampai nol (dimasukkan ke dalam kuota bidik misi yang masih tersedia). Kabar baiknya dokumen yang disyaratkan tidaklah rumit, masyarakat kelas menengah biasa yang sering kesulitan mengakses beasiswa punya kesempatan yang terbuka untuk ini.
Hasil pengajuan ini kemudian keluar di website PMB, UKT saya menjadi 8 juta.
Agustus - Oktober 2013
Agustus 2013 adalah bulan yang padat karena tanggal 8-9 Agustus adalah Hari Raya Idul Fitri, sementara saya harus sudah ada di Bandung pada tanggal 12-nya. Awal bulan itu saya bersama orang tua ke bank untuk membayar UKT karena khawatir bank tutup atau sibuk jika terlalu mendekati lebaran. Waktu itu metode bayar UKT paling reliable masih lewat Teller.
Sebenarnya ada mekanisme untuk minta penangguhan pembayaran UKT, terutama untuk mahasiswa yang masih mau appeal besaran UKT-nya, istilahnya Peninjauan Ulang UKT Subsidi. Saya juga termasuk yang mau appeal, tapi karena beberapa pertimbangan UKT semester 1 dibayar dulu sesuai yang sebelumnya ditetapkan, 8 juta. Prioritasnya saat itu adalah jangan sampai ada masalah dengan proses FRS dan akademik semester 1.Toh jika nanti turun lagi setidaknya akan take effect di semester-semester berikutnya. Tapi kalau tetap di 8 yawis udah sesuai bayarnya.
Bedanya dengan pengajuan sebelumnya, pada PU UKT Subsidi ini ada sesi wawancara, 1 on 1. Saya sudah lupa detail yang ditanyakan karena sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. Tapi alhamdulillah pengajuan saya diterima dan keputusan UKT saya turun lagi jadi 4 juta. For context, sebelum daftar ITB kami sempat dapat gosip agak seram bahwa biaya kuliah di ITB 20 juta per semester. Tidak sepenuhnya salah karena UKT untuk SBM ITB memang segitu, tapi tentu melegakan ketika akhirnya dapat keputusan UKT 4 juta.
Selanjutnya saya mendapat info bahwa kelebihan bayar UKT bisa dikembalikan. Saya coba ke Annex untuk cari tahu prosedurnya. Ternyata memang ada form untuk ini, syaratnya juga tidak sulit. Tidak banyak berharap karena terus terang saya tidak yakin uang yang sudah dibayarkan bisa ditarik kembali. Selang beberapa waktu, sebulan kalau tidak salah, ternyata kelebihan bayarnya ditransfer balik dengan hanya dipotong biaya admin sedikit. Saya bilang orang tua dan ijin uangnya saya pakai untuk beli tablet hehe.
Selanjutnya sampai lulus saya membayar 4 juta tiap semester (8 semester = 32 juta). Tidak ada biaya tambahan apapun lagi. Beberapa kali saya malah dapat beasiswa secara sporadis di semester tertentu walau tidak besar. Biaya UKT ini terasa fair dan acceptable, bahkan murah kalau dibandingkan dengan apa yang saya dapat dari ITB. UKT itu saya dapat dengan background begini deh kira-kira: warga Bantul DIY, motor saya waktu SMA Vixion.
Saya sangat berterimakasih pada Lembaga Kemahasiswaan ITB yang sangat baik dalam memfasilitasi kebutuhan mahasiswa. Semua proses pengajuan di atas dilakukan dengan cepat, fleksibel, profesional, dan tanpa syarat yang mengada-ada. Kalau saya masuk kampus lain yang strict masalah UKT, bisa jadi saya dipatok lebih tinggi dari ini dan belum tentu bisa turun. Terimakasih juga untuk Kesma KM ITB yang sangat suportif untuk mengadvokasi kebutuhan mahasiswa.
For context, total mahasiswa yang melakukan wawancara PU UKT Subsidi ada 373 orang (> 10% mahasiswa baru), tentu yang mengajukan subsidi pertama di awal lebih banyak dari ini, sebagiannya sudah merasa puas dengan keputusan subsidi pertama, tidak mau/sempat mengurus peninjauan ulang, atau sudah langsung masuk bidikmisi. Jadi proses ini bukanlah proses yang langka dan niche, partisipannya banyak.
Awal 2024, ribut-ribut UKT
Kini saya justru merasa jangan-jangan dulu saya membayar terlalu murah. Karena setelah saya lulus, ITB membuka program-program yang bertujuan untuk raise fund. ITB membuka kelas internasional dan jalur Seleksi Mandiri yang lebih mudah masuknya tapi lebih mahal bayarnya. Ada compromise soal intake quality untuk memenuhi kebutuhan pendanaan. Kampus juga tidak denial soal ini, mengakui adanya kebijakan subsidi silang.
Saya pernah hampir 1 tahun 'bekerja' di FTMD ITB dan dari sana saya tahu bahwa untuk running sebuah perguruan tinggi butuh biaya yang tidak kecil. Ini yang jarang disebut di diskusi-diskusi di media sosial.
UKT 'Reguler' sudah naik dari 10 ke 12,5 juta. Saya pikir ini wajar karena setiap tahun terjadi inflasi. Yang saya penasaran apakah prosedur appeal UKT masih semudah dulu. Semoga masih, karena itu sangat membantu anak-anak daerah seperti saya. Standar penghasilan di Bantul, Tegal, Ngawi, Klaten, Wonsobo, dll tentu beda dengan Jakarta, Bekasi, dan Bandung. Semoga anak-anak SMA yang beneran 'bisa' tetap punya akses pada pendidikan tinggi yang baik dan berkualitas.
Saya setuju dengan tulisan di atas bahwa ITB kurang komprehensif dalam screening calon maba jalur seleksi mandiri dan IUP. Ini jadi loophole yang dimanfaatkan sebagian orang untuk "yang penting masuk ITB dulu, bayar UKT dipikir nanti". Teman saya angkatan 2013 ada yang cerita, dia yang biasanya ugal-ugalan jadi rajin salat dhuha waktu mau ujian SBMPTN dan menunggu pengumumannya. Dulu se-intens itu untuk masuk karena jalur yang tersedia hanya SNMPTN dan SBMPTN. Tidak ada jalur mandiri, tidak ada kelas internasional, semua setara.
Masalah screening bisa diimprove supaya ke depan tidak kecolongan, tapi yang jelas salah dari ITB saat ini adalah keputusannya menggandeng lembaga pembiayaan swasta (kalau tidak mau disebut pinjol). Karena mahasiswa bukan customer, ini perguruan tinggi negeri bukan tempat kursus bootcamp. Mestinya ITB mengutamakan jalur lain seperti sponsorship dan jaringan alumni. Faktanya setelah berita tentang ITB dan UKT-nya ini viral secara nasional para ikatan alumni bergerak untuk menghimpun dana.
Saat saya masuk dulu Rektor ITB adalah Prof Akhmaloka dan Presiden KM-nya Nyoman Anjani. Saya lihat keduanya mendapat support yang cukup saat itu dan situasi kampus kondusif. Kini rektor sudah berganti dua kali, dan tampaknya karena kasus UKT ini kepercayaan terhadap rektor agak berkurang. KM ITB sudah melakukan aksi dan audiensi, tapi terakhir saya baca resolusinya belum memuaskan. Semoga masalah ini segera bisa diluruskan, supaya energi yang mestinya dipakai untuk bergerak maju tidak habis di sini.
Bagaimanapun, saya merasa berhutang budi pada ITB. Saya tidak akan menjelek-jelekkan tempat saya belajar. Bagi saya itu salah satu bentuk penghormatan terhadap 'guru'. ITB sudah memberikan lebih banyak daripada yang pernah saya bayarkan. Saya tidak setuju dengan alumni yang mengatakan almamaternya jelek, dalam konteks candaan sekalipun. Kalau kamu merasa tidak mendapat apa-apa selama kuliah, itu masalahmu. Saya mengritik kebijakan yang tidak sesuai, tapi ITB-nya sendiri tidak pernah saya benci. Adab dulu baru ilmu.
Salam,
Chandra