Kijang Doyok, Mercy Kebo, dan Kawan-Kawannya


Daihatsu Tuyul

Saya amazed dengan kreatifnya orang Indonesia memberikan sebutan pada berbagai jenis mobil. Nama yang cantik nan elegan seolah tidak berterima di lidah orang Indonesia. Ada mobil impor dari Jerman yang di negara asalnya disebut VW Beetle, masuk ke Indonesia dipanggilnya mobil kodok. Ya memang sama-sama dari kingdom animalia sih, tapi kan..

VW Kodok

Okelah ada beberapa sebutan yang masih masuk akal, misal karena bentuknya. Kijang Kapsul dipanggil begitu karena bentuknya panjang dan membulat, serta untuk membedakan dengan generasi sebelumnya yang biasa disebut Kijang Kotak. Yang kotak-kotak bukan cuma Kijang, ada juga Starlet Kotak dan Karimun Kotak. Selain bentuk ada juga yang terkenal karena suaranya, yaitu mobil lawas Suzuki ST20 atau yang biasa disebut Suzuki Truntung karena mesin 2 tak-nya berbunyi trung tung tung tung tung...

 
Kijang Kapsul

Karimun Kotak

Kijang Kotak

Starlet Kotak alias Starko

Suzuki Truntung


Kadang mobil juga disama-samakan bentuknya dengan suatu benda. Honda Civic tahun 70an dijuluki Civic Koper karena bentuk bukaan bagasinya dianggap seperti koper baju. Satu dekade setelahnya, mobil favorit anak orang kaya ini punya model baru yang dipanggil Civic Setrika. Yang agak kekinian Rush generasi sebelum yang sekarang akrab disebut Rush Konde karena ban serep yang ditaruh di pintu bagasi membuat mobilnya seperti pakai konde. Yaris generasi awal dikenal dengan Yaris Bapao karena kecil membulat seperti bapao.

Civic Koper / Civic Bongkok

Civic Setrika

Rush Konde

Yaris Bapao


Penyebutan yang lebih ngehe sekaligus paling sering dilakukan warga +62 adalah menyamakan dengan binatang. Kijang generasi pertama disebut Kijang Buaya karena bukaan kap mesinnya mirip mulut buaya. Keluarga yaris juga ada disini, generasi setelah Bapao dikenal dengan Yaris Lele karena ornamen depannya mirip kumis lele. Mobil mewah asal Eropa pun tidak lepas dari kutukan ini, Mercedes Benz S-Class 280 S, sangat mahal dan berkelas, disini dipanggilnya Mercy Kebo. 

Kijang Buaya

Mercy Kebo

Yaris Lele


Satu paragraf tidak cukup untuk merangkum mobil-mobil berjulukan binatang karena masih ada Jimny Jangkrik, Galant Lele, Galant Hiu, Crown Lele (ternyata banyak ya lele-lelean disini), Fiat Kupu-kupu, dan Taft Kebo. Salah satu yang paling tega adalah Datsun 120Y yang di Indonesia lebih dikenal dengan Datsun Curut. Bisa-bisanya curut i lho.

Toyota Crown Lele

Datsun Curut

Fiat Kupu-kupu

Galant Hiu

Galant Lele

Taft Kebo


Yaris ini setiap generasinya punya sebutan aneh. Setelah bapao dan lele, generasi terbarunya disebut Yaris Joker karena bentuk depannya seperti joker yang lagi senyum. Mercy punya lawannya, mereka ada Mercy Batman. Masih mending dua itu agak internasional, dari pabrikan Ford ada Everest Bagong. Dari Toyota ada Toyota Crown Jojon dan Kijang Doyok. 

Crown Jojon

Everest Bagong

Kijang Doyok

Mercy Batman

Yaris Joker


Toyota Corolla KE20 punya julukan Corbet, terdengar gahar sebelum tahu kepanjangannya yaitu Corolla Betawi. Lalu ada versi KE30-nya yang dipanggil Corolla Veteran (Corvet). Sisa-sisanya masih ada Mercy Kentang, VW Camat, Crown Selendang, Crown Robot, dan Corona Pesek. 

Corolla Betawi

Corolla Veteran

Corona Pesek

Crown Selendang

Mercy Kentang

VW Camat

Crown Robot

Itulah kompilasi nama-nama unik yang disematkan masyarakat Indonesia pada mobil-mobil yang mengaspal di jalanan. Dari semuanya, buat saya juaranya tetap Daihatsu Tuyul. Gimana perasaan pemiliknya dibilang melihara tuyul.




My Favorite World Cup



Anyone's favourite World Cup is the first one they remember as a kid. Begitu juga saya dengan Korea Jepang 2002. Waktu itu saya masih 7 tahun dan sedang di kelas 2 SD. Itu exposure pertama saya dengan turnamen besar sepakbola. Disitu pertama kalinya saya tahu pemain macam Oliver Kahn, Ronaldo, David Beckham, Alessandro Del Piero, Ahn Jung-Hwan, dan nama-nama besar lainnya.

Oliver Kahn salah satu pemain bola favorit saya saat tumbuh dewasa, meskipun saya tidak terlalu suka timnas Jerman. Menurut saya Kahn adalah proper keeper. Skillnya bagus, nggak punya takut, badan guedhe, dan tampak galak. Carilah foto-fotonya di google, mirip Hulk tapi nggak ijo. Meskipun Jerman gagal juara Kahn dinobatkan sebagai pemain terbaik sekaligus kiper terbaik Piala Dunia 2002. Satu-satunya pemain setelahnya yang ada di level yang sama menurut saya hanya Alisson Becker-nya Liverpool/Brazil sekarang.

Karena faktor usia saya belum kuat begadang waktu itu. Beruntung karena tuan rumahnya di Asia waktu tandingnya cukup ramah anak. Saya lupa jamnya, tapi seingat saya dari siang sudah ada pertandingan. Sampai finalnya pun masih di awal malam. Betapa bahagianya waktu itu sepulang sekolah setelah makan dan istirahat setiap keluar rumah ada rame-rame bola. Seolah aktivitas cuma ada dua, nonton bola dan main bola.

Pertandingan paling memorable tentu saja final Brazil vs Jerman. Match ini yang menjadikan saya sempat yakin bahwa timnas paling hebat di dunia ya dua itu, yang lain numpang. Brazil memang unggulan karena trio Ronaldo Rivaldo Ronaldinho seperti nggak ada lawan, wajar kalau menang. Oh ya another iconic stuff dari PD 2002 yaitu potongannya Ronaldo ini.

Dari Piala Dunia 2002 pula saya tahu ada negara-negara seperti Denmark, Kroasia, Slovenia, Costa Rica, Senegal, dan duo -guay (Paraguay dan Uruguay). Waktu itu ada saudara yang dapat suvenir bola entah dari mana, yang di bola itu tergambar emblem negara-negara yang tampil di Piala Dunia. Kaos, poster, dan produk bernuansa PD ada dimana-mana, saya ingat pernah punya puzzle yang gambarnya bukan tokoh kartun atau hewan, melainkan foto pemain Uruguay Alvaro Recoba.

Waktu itu di Indonesia sedang booming kartun Kapten Tsubasa. Saya sangat terinfluence dengan kartun itu sampai suatu waktu di sekolah ada event dari Milo untuk membuat gambar tokoh favorit, saya gambar Tsubasa. Kalau ingat waktu itu juga diputar sebuah TV series berjudul Spheriks yang dibintangi oleh tiga maskot Piala Dunia 2002 yaitu Ato, Kaz, dan Nik. Terimakasih untuk stasiun TV yang sangat serius menghadirkan pesta sepak bola waktu itu sebelum adanya internet.

Buat saya memori Piala Dunia 2002 lebih banyak tentang atmosfernya daripada pertandingannya itu sendiri. Sesungguhnya Piala Dunia 2006 sama memorable-nya karena datang ketika kami sedang butuh hiburan pasca gempa Jogja. Ada satu film pendek buatan Ifa Isfansyah yang berlatar situasi saat itu, yang kalau ditonton sekarang masih bikin mbrebes mili: Harap Tenang Ada Ujian 




Bus: Biarkan Tetap Sederhana


Segala yang pertama biasanya berkesan, itu pula yang saya rasakan waktu kemarin untuk pertama kalinya naik bis AKAP komersial semenjak dewasa. Pernah sebelumnya naik bis ke luar kota, tapi bis carteran untuk serombongan. Seminggu yang lalu atas seijin istri akhirnya kesampaian ngebis dari Jakarta ke Tegal.

Kali ini keperluannya adalah menghadiri pernikahan teman kuliah sekaligus teman sekosan yang acaranya di daerah sekitar pemandian air panas Guci, Tegal. Saya baru tahu kalau lokasi ini jauh dari Kota Tegal. Menimbang opsi transportasi yang tersedia, bis tampak sebagai pilihan terbaik karena bisa turun di Kabupaten Tegal yang sudah lebih dekat, tepatnya di kecamatan Slawi. Sementara kalau via kereta harus turun di Tegal atau Prupuk yang cukup jauh dari lokasi.



Selama ini saya lebih memilih kereta sebagai moda transportasi untuk ke luar kota (Jawa). Alasannya peace of mind, lebih tenang dan jelas. Lebih jelas jadwalnya, rutenya, lokasi pemberhentian, hingga sistem pemesanan dan layanan pelanggan. Terutama setelah revolusi kereta api di era Pak Jonan ya, segalanya jadi modern, teratur, dan jelas.

Ketika kereta api sudah senyaman itu dan penerbangan sudah punya sistem sendiri dari dulu, manajemen perjalanan bis rasanya masih begitu-begitu saja. Meskipun beberapa armada mulai menjual tiket secara online, prakteknya sebagian besar tiket bis masih dijual melalui agen-agen di lapangan. Tiketnya pun masih ditulis tangan. Bahkan saya yang punya PDF hasil booking online akhirnya perlu menukar tiket ini dengan tiket manual dari agen. 




Walaupun para agen mungkin sudah bersepakat soal jatah tiket dan saling berkomunikasi, selama tiketnya masih manual menurut saya masih mungkin ada tiket yang overlap, dua penumpang punya nomor kursi yang sama. Apalagi kalau di tengah jalan harus pindah bis karena transit beda tujuan. Ticketing kereta yang diatur by system tentu bisa mengeliminasi kemungkinan ini, tapi bis tidak. Walaupun ketika di lapangan saya lihat penumpang bis ini lebih santai masalah nomor kursi jika dibandingkan penumpang kereta.

Mestinya saya kemarin berangkat dari terminal Grogol pukul 19.00. Faktanya, bis baru sampai terminal jam setengah 8 lebih dan baru berangkat menjelang jam 8. Kalau naik pesawat dan kereta kita bisa dapat estimasi delay sehingga tahu kapan harus bersiap. Sementara untuk bis, kita tanya agennya pun dia tidak bisa memastikan jam berapa bisa akan masuk. Yang bisa dilakukan hanya duduk-duduk sambil ngobrol dengan sesama penumpang. 

Di terminal banyak hal yang terjadi. Sejak masuk kawasan terminal calon penumpang sudah langsung didekati calo untuk ditanya tujuannya kemana. Mau sudah pegang tiket pun tetap ditanya. Lalu ketika menunggu di dalam bisa meskipun naiknya bis eksekutif pun tetap ada pedagang dan pengamen yang naik, 3 kali hanya dalam kurun waktu 15 menit. Vibe-nya terminal itu lho, lebih mudah dirasakan daripada dijelaskan.

Tapi salah satu enaknya pakai bis ya, kita bisa turun di berbagai titik selama itu masih di jalurnya, tidak harus sampai ke terminal kalau itu lebih jauh dari lokasi tujuan. Beberapa saat setelah berangkat kondektur memeriksa tiket sekaligus mencatat di mana nanti setiap penumpang akan turun. Masinis kereta punya manifest penumpang di ponsel, kondektur mencatat di buku batik.



Tapi apakah segala kesederhanaan dan chaos itu selalu yang buruk? Menurut saya belum tentu. Karakter perjalanan bis yang 'no order' membuat beberapa hal jadi lebih luwes. Mau beli tiket tinggal datang ke terminal atau agen bis, telat-telat dikit biasanya masih ditunggu, mau pembatalan tinggal deal-deal-an sama agen, lupa bawa makanan ada yang jual, dan lain sebagainya.

Masalah bis yang kadang ngaret tidak masalah bagi orang yang tidak ketat soal waktu. Dari Jakarta jam 7 malam sama saja nanti mau sampainya jam 3 atau jam 5, tidak perlu sedetail sampai tujuan jam 03:23. Lalu meskipun ticketing-nya belum rapi-rapi amat, jangkauan bis bisa sampai kabupaten-kabupaten kecil yang tidak dilayani kereta. Contohnya Bantul dan Gunungkidul tidak punya stasiun kereta yang beroperasi, tapi bis Rosalia Indah bisa punya rute sampai Kecamatan Semin di rural Gunungkidul.



Hal-hal seperti pedagang masuk bis, tiket yang masih tulis tangan, transit yang kadang kurang jelas, dan ketidakprofesionalan yang lain tadi selama tidak mengorbankan keamanan dan masih bisa diterima penumpang saya pikir nggak masalah. Bis punya pasarnya sendiri yang mungkin justru menikmati semua itu. Kalau sistem bis dibuat 'in order' seperti kereta dan pesawat mungkin justru bis akan kalah saing. Bis punya lahannya sendiri dan sebaiknya tetap disana.

Bolehlah terminal-terminal dibersihkan supaya tidak becek dan kriminalitas diberantas agar keamanan pengguna jasa terjaga. Sisanya biarkan yang sederhana tetap sederhana dan luwes, apa yang mudah tidak perlu dipersulit. Sedikit chaos tidak selalu buruk. 

Btw feel free to disagree ya, teman-teman yang lebih sering pakai bis pasti lebih banyak punya pengalaman. Cheers!

Crime Series XI



Apa jadinya kalau tokoh-tokoh dari beberapa crime series dikumpulkan menjadi satu tim sepakbola. Tentu menarik karena setiap cast pasti punya kekhasan masing-masing yang pas untuk salah satu posisi di dalam tim. Ini adalah untimate team dari series yang saya ikuti beberapa bulan terakhir yaitu: Prison Break, White Collar, Suits, dan Only Murders In The Building.

Saya ceritakan sedikit satu-satu ya. Prison Break, sesuai namanya, adalah drama pelarian dari penjara yang di-orchestrate oleh Michael Scofield untuk membebaskan saudaranya Lincold Burrows. Aksi keduanya dibantu Sara Tancredi, dokter penjara yang jatuh cinta pada Scofield. Sama-sama keluar dari penjara, Neal Caffrey di White Collar keluar tidak dengan kabur melainkan karena diminta untuk membantu Peter Burke di FBI dalam memecahkan kasus, dalam aksinya mereka dibantu oleh rekan kriminal Caffrey bernama Mozzie.

Kalau di White Collar ada Peter dan Neal, di Suits mereka punya pasangan serupa dalam diri Harvey Specter dan Michael Ross. Harvey adalah pengacara kondang di New York yang meng-hire Mike Ross sebagai associate-nya meskipun dia bermasalah karena tidak punya ijazah. Terakhir ada Only Murders In The Building yang menampilkan trio Mabel Mora, Oliver Putnam, dan Charles-Haden Savage dalam upayanya memecahkan kasus pembunuhan di apartemennya.

Now here's the team

Striker: Michael Scofield

Scofield punya insting yang super tajam dalam membaca peluang layaknya striker terbaik dunia. Dia juga eksekutor ulung yang mampu memaksimalkan segala kesempatan untuk mencetak gol, ditunjang dengan kelincahan dan timingnya yang brilian. Dia bisa bekerja sendiri menghancurkan pertahanan lawan maupun membangun serangan bersama rekan-rekannya. Dia adalah team player sejati yang bersedia masuk penjara demi membebaskan kakaknya. 

Right Winger: Sara Tancredi

Tidak ada pendamping yang lebih baik bagi Scofield selain Sara Tancredi. Romansa keduanya menjadi pemanis cerita dan aksi yang tegang dalam Prison Break. Sebagai pemain di sayap kanan Sara senantiasa memberikan umpan lambung untuk Scofield di depan. Assist terbaiknya tentu saja ketika ia meninggalkan pintu infirmary tak terkunci malam itu.

Left Winger: Mabel Mora

Mabel melengkapi barisan depan tim ini. Kehadirannya sebagai pemain sayap kiri menawarkan kreativitas dan keberanian dalam bermanuver. Kombinasinya di sisi kiri bersama Putnam tentu akan merepotkan pertahanan lawan. Daya jelajahnya sangat berguna untuk menusuk ke kotak penalti lawan ketika seluruh tim yang lain sedang mengalami kebuntuan, seperti keberaniannya ketika melawan dan mengejar glitter guy dalam OMITB.

Central Midfielder : Neal Caffrey

Neal dengan gayanya yang elegan mengingatkan saya pada pemain tengah Barcelona, Xavi. Ide-ide Neal yang brilian dan tidak terpikirkan orang itu sama halnya passing-passing mengejutkan nan akurat yang biasa dilakukan Xavi. Kasus rumit menjadi ringan ketika orang sekreatif Neal ada di jantung permainan. Neal adalah spesialis tendangan bebas dan sering mencetak gol dengan sepakan akuratnya. 

Central Midfielder: Mozzie

Kalau Neal adalah Xavi, tentu Mozzie adalah Iniesta-nya. Neal dan Mozzie bisa saling mengerti tanpa harus berbicara. Mozzie adalah orang kepercayaan Neal untuk membereskan banyak hal yang membutuhkan berpikir dan risat. Dia adalah otak di belakang kesuksesan Neal bersama FBI. Baik Iniesta di Barcelona maupun Mozzie di White Collar keduanya sama-sama menyenangkan untuk dilihat. Kemiripan lain diantara keduanya tentu saja masalah . . rambut.

Defensive Midfielder: Harvey Specter

Sebagai salah satu pengacara terbaik di New York yang ahli dalam mematahkan gugatan hukum kepada kliennya, Harvey Specter adalah orang yang pas menduduki posisi gelandang bertahan. Tugasnya menghentikan serangan lawan sebelum terlalu dekat dengan gawang. Skill yang mumpuni, kemampuan membaca situasi, dan work ethic yang dimilikinya membuatnya dipercaya menjadi kapten di tim ini. 

Right Back: Michael Ross

Michael Ross atau yang biasa dipanggil Mike Ross ini sebenarnya sangat jenius. Namun ia terpaksa berada di belakang karena harus menyembunyikan fakta bahwa dia bukanlah lulusan hukum. Ini membuatnya ilegal mempraktekkan hukum di Amerika. Di tim ini Mike Ross akan berperan sebagai inverted full back yang masuk ke tengah membantu Harvey menghalau upaya serangan lawan. Bersama Mabel Mora, Mike Ross adalah youngster yang akan bersinar di tim ini. 

Center Back: Charles-Haden Savage

Charles-Haden Savage a.k.a Brazzos adalah pemain paling senior di tim ini. Secara fisik mungkin ia bukan yang paling enerjik dan cepat, namun pengalamannya adalah modal berharga untuk menjadi pemain belakang. Jiwa detektifnya sebagai Charles dan Brazzos membuatnya jeli melihat aliran serangan lawan. Potitioningnya bagus, Charles bijak di dalam lapangan, walaupun di luar lapangan dia bucin pada orang yang salah.

Center Back: Lincoln Burrows

Linc berperan sebagai tukang pukul di lini belakang. Kalau Scofield adalah otak, Linc adalah ototnya. Dia tidak segan menggunakan fisiknya untuk menghentikan serangan lawan. Meskipun sedikit sloppy dan kadang-kadang blunder, Linc beberapa kali mampu mencetak gol dengan sundulannya memanfaatkan umpan sepak pojok dan tendangan bebas. Linc pemain yang paling sering kena kartu merah di tim ini.

Left Back: Oliver Putnam

Sebagai bek kiri Putnam selalu merasa dirinya Roberto Carlos, ketika sebenarnya dia adalah Alberto Moreno. Banyak gaya, suka ngide, tapi tetap valuable member of the squad. Setidaknya di sisi kiri lapangan ada pawangnya yaitu Mabel. Putnam bersama Mabel akan merangsek dari sayap seperti ketika mereka menyelinap di lorong rahasia Arconia. 

Goalkeeper: Peter Burke

Sebagai agen FBI dengan success rate di atas 90 persen, kita bisa berharap gawang kita aman ketika dijaga oleh Peter. Dilihat dari keahliannya menggunakan senjata maupun bertarung tangan kosong, sepertinya tangannya bisa diandalkan. Sepanjang pertandingan Peter terus memberikan arahan pada garis pertahanan di depannya. Namun ketika pemain belakang bisa dilewati dia pun berani berhadapan satu lawan satu dengan penyerang lawan. After all, Peter adalah 'penjaga' Neal Caffrey.

Inilah Crime Series Ultimate Team versi saya, bagaimana menurutmu?

Adu Bersih: KliknClean vs Sejasa



Beberapa jasa pasarnya muncul karena ada pekerjaan yang tidak semua orang bisa melakukannya. Misalnya tidak semua orang bisa membangun rumah, maka muncullah jasa arsitek dan kontraktor bangunan. Tidak semua orang bisa memperbaiki instalasi listrik atau plumbing, maka lahir profesi teknisi elektrik dan tukang ledeng. Orang mau membayar profesional untuk memenuhi kebutuhannya karena memang sulit dilakukan sendiri. 

Pada tingkat selanjutnya, ada pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri namun seringkali di-vendor-kan karena pertimbangan value for money. Kurir pengantar barang adalah salah satu contohnya. Kita bisa saja berangkat sendiri, tapi daripada keluar biaya bensin dan parkir, belum lagi kena macet, polusi, dan panas, mending minta tolong kurir saja untuk mengantarkan.  

Lalu yang terakhir ada pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan semua orang namun tetap dibisniskan. Jasa seperti ini bisa laku karena walaupun doable tapi kadang orang memilih membayar profesional daripada melakukannya karena dianggap repot. Bedanya dengan poin dua di atas, disini user tahu bahwa biaya melakukan sendiri jauh lebih murah daripada kalau meminta orang lain, tapi tetap pesan anyway. Jadi motivasinya lebih ke malas atau tidak ada waktu, bukan ekonomi atau efisiensi. Contohnya jasa kebersihan yang sekarang marak di kota-kota besar.

Beberapa waktu yang lalu saya membuka question box di IG story menanyakan jasa kebersihan yang ada sekarang. Sebelumnya saya hanya tahu go-clean yang sekarang sudah tidak ada. Ekspektasi saya ada beberapa opsi jasa kebersihan berbasis app/online lain yang bisa digunakan. Saya buat pertanyaan itu karena ada kebutuhan bersih-bersih di dua tempat berbeda. Ada beberapa jawaban yang muncul: Cleansheet_id, Sejasa, King-clong, dan KliknClean.

Saya berniat memilih dua diantaranya supaya sekalian bisa membandingkan. Keempatnya adalah penyedia jasa yang legit. Sadly saya tidak bisa pilih King-clong karena mekanisme pemesanannya masih via WA dengan melihat informasi dari website. Sementara ini saya prefer yang app-based dulu. Tiga yang lain punya app untuk diunduh jadi saya bandingkan first impression dari aplikasi mereka. Sayang sekali saya kurang nyaman dengan Cleansheet_id. Saya tidak tahu kualitas layanannya ya karena belum pesan. Tapi interface aplikasinya agak 2017 untuk sekarang yang 2022, berikut sampelnya:


Sejasa dan KliknClean adalah dua yang tersisa dan akan saya bandingkan. Beberapa aspek yang saya ulas antara lain variasi layanan, kualitas aplikasi, mekanisme pemesanan, harga, dan helper. Sebagai catatan disini saya membersihkan dua tempat yang ada di satu kawasan, dengan effort kerja yang kira-kira sama, dan durasi pembersihan 2 jam. 


Variasi layanan (winner: Sejasa)

Sejasa menyediakan variasi layanan yang lebih luas. Selain jasa kebersihan, mereka juga bisa membantu memperbaiki mobil, renovasi rumah, reparasi barang elektronik, styling (rambut, kuku, dll), serta massage & reflexology. Untuk jasa kebersihan sendiri ada pilihan daily cleaning, pembersihan sofa, dan sedot tungau.

Sementara itu KliknClean lebih berfokus pada cleaning saja. Layanan pembersihannya memang lebih komplit karena bisa sampai fogging, cuci sofa/kasur, setrika, pest control, hingga poles lantai/marmer. Namun jasa renovasi dan reparasi belum ada. Oleh karenanya dari sisi variasi layanan saya lebih condong ke Sejasa.


Kualitas aplikasi (winner: both)

Saya tidak ingin terlalu teknis menilai UI/UX aplikasi Sejasa dan KliknClean karena saya tidak ahli di bidang itu. Tapi menurut pendapat saya sebagai casual user, kedua aplikasi ini acceptable. Selama pakai saya tidak menemukan bug yang mengganggu, respon aplikasi juga cepat, dan yang paling penting nyaman digunakan. Keduanya punya aplikasi yang ngejar lah untuk tahun 2022.


Mekanisme pemesanan (winner: KliknClean)

Berdasarkan pengalaman saya, dari segi mekanisme pemesanan KliknClean adalah clear winner disini. Pemesanan di KliknClean terasa seamless dari awal pesan sampai akhir pembersihan selesai. Rasanya seperti pesan makanan saja segala kontak antara kita sebagai pengguna, resto, driver, dan penyedia platform terjadi di dalam aplikasi. Dari sudut pandang user prosesnya effortless dan mudah dimonitor.

Sementara di Sejasa pemesanan memang dilakukan di aplikasi, namun follow-up-nya dilakukan via WhatsApp. Setelah order masuk kita akan menerima chat pribadi dari helper yang akan datang. Helper menghubungi untuk minta konfirmasi pemesanan dan share lokasi. Selain masalah kemudahan, security bisa jadi issue juga disini menurut saya. Semoga Sejasa segera mengupdate proses pemesanannya ya karena saya tidak menemukan fitur chat di dalam aplikasinya (?)


Harga (winner: KliknClean)

Disini saya akan langsung bicara angka. Tarif pembersihan dengan durasi dua jam 120k di KliknClean dan 140k di Sejasa. Angka ini belum termasuk promo dan biaya transportasi. Namun entah kenapa untuk case saya kemarin biaya transportasinya masih nol (0). Untuk metode pembayaran, saya kemarin bayar secara cash kepada helper.


Helper (winner: both)

Saya tidak ada komplain untuk helper dari kedua platform. Keduanya sama-sama datang tepat waktu, hasil pekerjaan sama-sama memuaskan, secara sikap pun keduanya baik. Tentu masing-masing platform punya banyak helper sehingga kalau Anda pesan sangat mungkin dapat helper yang berbeda, tapi kalau standarnya sama dengan yang datang ke tempat saya kemarin saya pikir no issue.


Kesimpulan

Saya slightly lebih menyarankan menggunakan KliknClean kalau kebutuhan Anda adalah untuk bersih-bersih. Selain lebih murah, saya pribadi lebih nyaman ketika semua proses transaksi dilakukan via app (walaupun bayar cash) karena feeling saya lebih aman, better evidence kalau ada apa-apa, dan komunikasi chat bisa dimonitor penyedia platform. Tapi kalau Anda butuh layanan lain seperti renovasi rumah, perbaikan elektronik, dan perawatan diri tidak ada salahnya menggunakan Sejasa. Saya cukup yakin keduanya akan makin baik ke depannya.



Hard Mode



Sebagai anak kecil dulu rasanya sekolah SD saja sudah sangat sucks dengan keharusan bangun pagi tiap senin sampai sabtu, membuat PR, dan tekanan harus bersikap baik dan anteng agar terhindar dari hukuman guru. Setelah itu ternyata SMP lebih berat lagi karena harus commute 10 km menuju sekolah tiap hari, pelajaran lebih banyak dan susah, dan konflik dengan teman atau kakak kelas. Segala kesusahan waktu SD jadi terasa sepele.

Hal yang sama terulang waktu masuk SMA, kemudian kuliah, lalu lulus dan bekerja. Tumbuh memang ada enaknya juga seperti bisa keluar malam dan pergi ke luar kota, punya uang sendiri, bisa pacaran (eh!). Tapi di setiap tahap selalu ada masalah baru yang kita tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Setiap jaman ada bingung dan degdegan-nya masing-masing.

Saya menggunakan periode sekolah sebagai titik acuan karena buat saya itu yang paling cocok untuk menggambarkan kenaikan level sulitnya hidup. Orang lain mungkin berbeda, ada yang domisilinya pindah-pindah sehingga menggunakan kota/negara ia tinggal untuk mengukur periode. "Waktu kecil di Kalimantan . .", "pas pindah ke Bali . . ", dan sebagainya. Satuan yang lain lagi pasti juga ada.

Bahwa leveling saya paralel dengan masa sekolah, level terbaru yang saya jalani justri dimulai ketika keluar dari sekolah. Artinya sudah lulus lalu pindah dari yang tadinya mengikuti aturan, sistem, dan target yang ditentukan institusi pendidikan ke fakta yang ada di masyarakat dan dunia kerja. Di tahap ini kemarin sebenarnya ada pilihan, apakah level berikutnya mau tetap di sekolah dengan melanjutkan studi atau cari jalur lain seperti sekarang ini. Tapi ini satu bahasan sendiri karena penjelasannya panjang. Apakah saya mengambil keputusan yang tepat? I don't know.

Sama seperti sebelumnya, di level ini pun ada jatuhnya ada lompatnya. Saya tidak pakai istilah jatuh-bangun karena bangun seperti hanya resolusi dari jatuh itu, sedangkan saya merasa Allah kasih satu dua hal menyenangkan diantara kejatuhan-kejatuhan itu yang lebih tinggi dari sekedar bangun, jadi saya pakai sebutan lompat. Anyway kalau mau lompat juga harus bangun dulu.

Mindset bahwa selama ini sedang leveling sering membuat saya penasaran level berikutnya kapan datangnya dan seperti apa. Kapan adalah soal waktunya, karena tepat hari ini genap sudah lima tahun saya berada di level ini ditandai sidang tugas akhir saya pada 15 Agustus 2017, on this day tepat lima tahun yang lalu. Apa karena di posisi sekarang tempat berikutnya belum tentu jelas, tidak seperti waktu SMP yang bisa dibayangkan setelah tiga tahun tiba waktunya masuk SMA.

Lima tahun lalu saya memulai level ini dengan seolah tampak baik namun sebenarnya disastrous. Saya overconfidence waktu masuk ke pekerjaan pertama, merasa jadi warga negara yang utuh karena sudah selesai sekolah dan sudah bekerja, bangga betul waktu itu. Turns out saya tidak terlalu bisa dan cocok dengan jobdesc yang harus saya kerjakan, di sisi lain saya oversharing karena merasa telah mencapai sesuatu hebat. 

Hal yang tidak diingikan terjadi, perusahaan tutup dan semua karyawan termasuk saya jadi jobless (mana uang pisah sama gaji terakhir belum dibayar lagi wkwkwk hayo pak, bapak masih punya hutang lho ke para ex karyawan :) ). Endingnya tidak baik memang, tapi banyak yang bisa dipelajari dari sana. Salah satu titik tersulit di level ini adalah menjadi jobless ketika teman-teman sudah bekerja, saya tidak perlu jelaskan karena pasti sudah terbayang. 

I've just cleaned my mess in 2019, dua tahun setelah selesai level kuliah. Bisa dibilang saya mulai dari nol lagi ketika pindah dari Bandung ke Jakarta. Sampai sekarang I don't feel right untuk banyak sharing atau update soal karir sejak di Jakarta kecuali di media yang memang berhubungan dengan itu. Sedikit banyak masih trauma dengan yang terjadi di pekerjaan pertama di atas. Satu kalimat saja untuk sum up: alhamdulillah karir membaik setelah menikah.

Pekerjaan hanyalah satu fitur dari level ini. Masih banyak tanggung jawab lain sebagai orang dewasa yang harus dilakukan dengan baik. Apalagi setelah menikah ya, tanggung jawab sebagai kepala keluarga jauh lebih besar daripada sekedar anak laki-laki pertama. Banyak hal yang dulu adalah comfort zone sekarang menjadi tempat dimana kita exposed, dan itu tidak enak.

Menurut saya pengalaman berat itu tidak enak dijalani sekarang, tapi besoknya menyenangkan untuk dikenang sebagai "oh dulu pernah begini ya, kok bisa survive ya". Tentu ini selama kesusahannya tidak menyangkut asasi dan prinsip. Sepaham saya juga, dari tak terbatasnya kuasa Allah, dua diantaranya adalah kuasanya untuk menaikkan derajat (level) dan mengangkat masalah. Bisa lah yok keep going berbekal itu.

Kalau level-level sebelumnya juga ada masalah tapi akhirnya selesai juga, mestinya yang ini juga begitu. Semua level hard mode sampai kita menyelesaikannya. 





Tahu Telor di Jakarta Part 2


Dalam rangka menyelesaikan apa yang telah dimulai, saya mau melanjutkan cerita soal mencoba sajian tahu telor yang ada di Jakarta. Sebelumnya saya sudah menyambangi beberapa tempat makan tahu telor dan tahu campur, bisa dilihat di sini. Karena kemarin sudah ada 4, sekarang dimulai dari nomor 5.


5. Tahu Campur Cak Trisno (Bintaro)

Warung Tahu Campur Cak Trisno ini sangat gampang ditemukan, waktu pertama lewat langsung saya tandai. Lokasinya tepat di pinggir jalan Veteran di kawasan Bintaro. Menurut saya tempat ini cocok untuk makan bersama keluarga karena tempatnya luas, bersih, dan nyaman. Warung Cak Trisno buka dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam, bisa lah untuk sarapan, makan siang, atau makan malam.

Saya suka sajian tahu telur di sini karena porsi tidak terlalu besar namun bumbu petisnya banyak. Secara rasa pun di atas rata-rata, review nggak bohong. Sebagai warung jawa timuran, tentu di sini juga tersedia tahu campur, soto, dan rawon dengan harga berkisar 20 ribuan. Kalau tidak bisa datang ke tempat pun bisa pesan via food delivery. Mantap pokoknya, sangat layak dicoba.


6. Tahu Campur Jalan Sabang (Sarinah)

Yes Sarinah is cool, tapi kalau jalan kesana belum afdol rasanya kalau belum makan di jalan sabang. Saya punya beberapa favorit disana: Sate Pak Heru (yang paling rame), pempek 99, dan tentu tahu telor. Saya agak lupa nama warung tahu telornya apa, tapi seingat saya hanya ada satu disana jadi mudah ditemukan. Kalau mau makan disini hanya bisa malam ya, karena kawasan ini siang hari jadi parkiran, waktu malam baru mulai rame orang kulineran. 

Terakhir saya kesana harga seporsi tahu telornya 18 ribu. Enaknya makan di jalan sabang, karena pilihannya banyak jadi serombongan bisa makan beda-beda sesuai selera. Kebetulan saya dan istri begitu, tahu telor bf, pempek kulit gf. Piring boleh dibawa ke tenda sebelah asal jangan lupa bayar dan dikembalikan.  


7. Tahu Tek Telor Kedoya (Kebon Jeruk)

Dua hari lalu saya ada keperluan di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Siangnya saya browsing tahu telor yang ada di sekitar tempat saya berada, ketemulah warung ini yang reviewnya lumayan mentereng. Niatnya makan siang, istirahat, bikin dokumentasi untuk postingan ini, sekalian berharap bisa standby buka laptop kalau perlu. Saat saya ikuti petunjuk maps ternyata saya diarahkan masuk ke suatu perumahan. Everything is fine sampai ketika tiba di tempatnya ternyata warung ini hanya melayani take away dan delivery, tidak bisa makan di tempat.

Sebagai orang yang hobi menikmati momen makan di warung, ini memberikan impresi kurang baik sih buat saya. Karena sudah lapar terpaksa saya mampir indomaret terdekat, beli minum sekalian duduk makan. Surprisingly rasanya sangat enak, iya, sangat. Saya bisa bilang ini tahu telor terenak yang pernah saya coba. Harga seporsinya 25 ribu. Silakan dicoba, tapi saran saya delivery saja.


8. Tahu Campur Citra Rasa (Bintaro)

Halaman parkir Bintaro Plaza ramai dengan tenda-tenda tenant makanan setiap sore hingga malam. Salah satu yang ada di sana adalah Tahu Campur Citra Rasa yang tentu juga menjual tahu tek telor. Ada juga rujak cingur barangkali mau, khas jawa timuran pokoknya. Citra Rasa ini cukup terkenal di kawasan Bintaro karena sudah berjualan tahun-tahunan. Bisa dipastikan langganan sudah banyak.

picture by: E.A.P @google

Silakan kalau jalan-jalan sore ke daerah Bintaro mampir ke sini. Kalau weekday ramai dengan orang-orang pulang kerja yang lapar dan butuh mampir setelah lepas dari macetnya Jakarta. Kalau weekend jadi destinasi makan malam keluarga rame-rame. 


Sekian review tahu telor, berikutnya makan apa ya?