Nussa: Film Untuk Semua
Banyak pengulas film mengatakan Nussa adalah film animasi terbaik Indonesia. Saya setuju dengan pendapat itu, secara visual dan cerita film ini benar-benar matang dan top notch. Kualitas animasi besutan The Little Giantz bisa disandingkan dengan buatan luar negeri. Ada beberapa bagian yang tampak secara sengaja dibuat lebih sederhana misalnya dalam adegan mimpi, namun sebagian besar lainnya tanpa kompromi. No complaint.
Secara cerita, pasti banyak yang sudah tahu karakter Nussa melalui serialnya. Nussa adalah seorang anak laki-laki yang berkarakter islami dan menggunakan kaki bionik di salah satu kakinya. Situasi yang digambarkan dalam film adalah ketika Nussa hendak mengikuti science fair. Sebagai unggulan dari sekolahnya semua terasa baik-baik saja hingga datang seorang murid baru yang nampaknya lebih populer dan berpotensi mengalahkannya dalam perlombaan. Problem klasik anak sekolah.
Premis sederhana itu dimainkan dengan sangat lihai terutama pada endingnya. Hebatnya Visinema berhasil memastikan cerita dan detailnya cukup sederhana untuk dicerna anak-anak, sekaligus cukup berbobot untuk membuat orang dewasa betah menontonnya. Anak-anak terhibur, orang dewasa diserang haru.
Visinema mengimbangi nuansa Islam yang dibawa Nussa dengan kandungan drama keluarga dan humor dalam kadar yang pas. Dalam film ini adegan ibadah dibuat tidak terlalu banyak, setengah durasi Nussa tampil berbeda tanpa kopyah, dan tokoh-tokoh di luar keluarga Nussa digambarkan biasa saja dalam menjalankan agama. Modifikasi dilakukan untuk membuat Nussa lebih moderat dan mudah dinikmati penonton baru.
Nussa dalam keluarga maupun lingkungan pertemanannya mengalami konflik yang wajar dialami anak seusianya sehingga penonton mudah merasa terhubung. Penyelesaian konfliknya pun jadi terasa natural dan masuk akal. Hangatnya keluarga Nussa dan serunya kuartet Nussa-Rara-Abdul-Syifa sampai kepada penonton.
Para tokoh pendukung, meskipun tidak banyak jumlahnya, mempunyai peran yang jelas dan kehadirannya terasa tebal mengimbangi Nussa dan keluarga. Pengisi suara juga tampil baik meskipun mungkin ini pengalaman pertamanya menjalankan peran itu. Babe Jaelani tokoh favorit saya, sangat Oppie Kumis. Bibi Mur terdengar ART sekali. Papa dan Mama Jonni punya cara bersikap dan bicara khas orang kaya. Ibu Anggi dapat anggunnya diperankan Raisa.
Aspek terbaik dari film Nussa adalah bagaimana Nussa digambarkan sebagai anak SD biasa. Nussa bukan tokoh good boy utopis yang selalu cerdas dan ceria. Nussa juga bisa rewel, marah, dan ngambek. Nussa tidak mencoba menampilkan sosok bocah yang sempurna lalu mentah-mentah meminta penonton anak-anak menjadi seperti dirinya. Meski begitu, tetap ada bagian dimana Nussa mencontohkan bagaimana baiknya meminta maaf ketika melakukan kesalahan sekaligus cara menjadi anak, kakak, dan teman yang baik.
Sedikit yang kurang dalam film Nussa adalah di bagian depan pemanasannya agak lambat dan mudah ditebak. Setengah ke belakang baru ceritanya kick-in. Klimaksnya sih saya yakin membuat banyak orang dewasa mau menitikkan air mata.
Saya katakan film Nussa ini untuk semua karena baik anak-anak maupun dewasa bisa menikmati dengan caranya masing-masing (p.s. waktu saya nonton mayoritas isi bioskop adalah keluarga bersama anak-anaknya). Selain itu adaptasi menjadi lebih moderat bisa menggaet penonton lebih luas, bukan hanya penikmat serialnya saja.
Secara keseluruhan Nussa adalah film yang asik, menyenangkan ditonton, dan banyak gizi moralnya. Jelas Nussa dibuat secara serius dan sepenuh hati. Ikut bangga film animasi Indonesia sudah sampai di level ini.
Chandra