Orang yang Tak Pernah Mengeluh
Resilient
Perseverance
Tough
Persistent
Di atas adalah kata-kata yang menggambarkan bapak, dan seiring berjalannya waktu saya semakin paham bahwa apa yang dilalui bapak selama ini tidaklah mudah. Sedikit-sedikit saya mulai menapaki jalan yang dilalui bapak dulu, namun masih jauh dan mustahil mengatakan pengalaman saya setara dengan beliau, masih sangat-sangat jauh.
Tanpa harus banyak berkata-kata bapak sudah jadi sumber motivasi terbaik saya, salah satunya dalam bekerja. Bapak punya prestasi yang bagi saya sangat menakjubkan: bertahan di satu tempat saja sejak pertama kali bekerja tahun 1990, 30 tahun dilalui sampai memasuki masa purna tahun lalu tepat sebelum pandemi. Perbedaan jaman tidak memungkinkan saya untuk meniru itu sama persis, toh sekarang saya sudah bekerja di perusahaan ketiga.
Tapi satu hal besar yang saya ambil adalah bagaimana beliau tidak pernah mengeluh tentang pekerjaan di depan anak-anaknya. Saya tahu pekerjaan orang tua berat, tapi setelah saya tahu dunia yang sebenarnya ternyata jauh lebih berat dari yang saya bayangkan. Baru setelah purna bapak akhirnya cerita soal drama-drama pekerjaannya, untuk memotivasi dan menguatkan anak-anaknya yang baru mulai bekerja.
Pernah saya dengar bapak agak mengeluh karena disuruh masuk pada hari libur natal. Yang saya tahu saat itu hanya agak siang bapak mendadak siap-siap dan berangkat kerja. Baru kemarin bapak cerita bahwa sebenarnya pagi itu ditelpon atasannya, kena marah karena tidak masuk kantor padahal yang boleh libur hanya yang merayakan natal. "Kok buat aturan sendiri?", kata atasannya dengan nada yang begitulah.
Saya di masa kecil kadang mempertanyakan kenapa dulu bapak kadang temperamen di hari minggu. Saya baru paham ketika sudah bekerja bahwa mungkin ada beban dalam pekerjaannya pada hari senin.
"Biyen nek minggu sore ngene wis kebayang senin, kebayang diseneni" (Dulu kalau minggu sore begini sudah kebayang senin, kebayang kena marah)
Ketika long weekend bapak suka bilang, "Lumayaan, preine 3 hari" (Lumayaan, liburnya 3 hari). Baginya hari libur sangat berharga.
Mungkin ketika lagi suntuk banget, "Sesuk do prei to, pokoke ayo dolan" (Besok pada libur kan, pokoknya ayo jalan-jalan)
Sekarang saya tidak lagi mempertanyakan sikap-sikap itu, karena saya juga merasakannya.
Bapak dulu kerja di bank, sehari-harinya berkejaran dengan target. Kalau target tidak terpenuhi bisa kena peringatan. Kalau tercapai mungkin akan dikasih target lebih tinggi lagi. Sekarang saya di posisi yang sering bekerja dengan orang bank, dan merasakan betapa tingginya standar performa mereka. Kesimpulan: pekerjaan bapak dulu berat.
Mendapat gambaran tentang pekerjaan bapak membuat level kegigihan dan ketekunannya makin mindblowing buat saya. Saya jadi malu kalau mau mengeluh karena paham apa yang dilalui bapak jauh lebih berat. Kondisinya dulu tidak memberikan banyak pilihan untuk kuliah dimana atau bekerja apa, alhamdulillah nasib dan bakat menempatkan beliau pada pekerjaan yang layak. Sementara saya sejak dulu dibebaskan mau bercita-cita jadi apa, untuk urusan sekolah support tidak pernah kurang.
Beliau bekerja sambil menanggung adik-adiknya, sedangkan saya paling hanya dimintai topup OVO atau pesan taxi online oleh satu orang adik. Saya menyusuri rute yang sama dengan bapak, tapi bapak melaluinya ketika jalannya masih terjal berbatu. Sedangkan sekarang saya melewatinya dalam kondisi halus beraspal, dan itu berkat bapak juga.
Saya bersyukur ketika akhirnya bapak purna tugas dengan lancar. Sekarang sudah tidak ada anxiety menyambut hari senin. Setiap pagi tidak lagi terburu-buru pergi, punya waktu mengurus ayam dan menthoknya sampai tuntas. Tanggungjawab di pekerjaannya telah ditunaikan dengan baik. Cerita tidak menyenangkan yang pernah dialaminya dalam bekerja keluar bukan sebagai keluhan, tapi dibungkus menjadi sebuah pelajaran
0 comments :
Post a Comment