Review 2 Film Sekaligus : Ahok vs Hanum
Versus..koyo opo wae
Tapi begitulah nyatanya. Begitu dua film ini dirilis netizen langsung menghubungkan dengan perhelatan pemilihan presiden (pilpres) 2019. Nggak salah kalau orang-orang berpikir begitu. Pasalnya Ahok adalah wakil Jokowi di DKI Jakarta dulu, lalu naik jadi gubernur. Sedangkan Hanum Rais dari namanya sudah langsung ketahuan dia anak Amien Rais. Ahok 01, Hanum 02.
Uniknya, kedua figur ini sama-sama sedang 'bermasalah'. Ahok saat ini berada di penjara karena kasus penistaan agama. Sedangkan Hanum dibully netizen beberapa waktu lalu karena ikut menyebarkan hoax penganiayaan RS yang ternyata operasi plastik.
Selayaknya ini hanyalah persaingan di industri hiburan layaknya Marvel versusDC Comics. Tapi suhu politik yang memanas jelang 2019 benar-benar membuat persaingan menjadi rumit. Salah satu indikasinya adalah perang review IMDb yang semestinya obyektif dan informatif agar calon penonton punya gambaran malah berisi caci maki.
Memilih untuk tidak menonton itu boleh. Tapi yang salah adalah ketika karya film dibully karena hal-hal di luar teknis film itu sendiri. Sutradara kawakan, Joko Anwar, bersuara mengenai masalah ini melalui twitter @jokoanwar
Nggak ada habisnya kalau bicara soal politik, mari mulai membahas film. Saya nonton kedua film ini dengan hanya berbeda satu hari, A Man Called Ahok pada Minggu (11/11) lalu Faith and The City sehari setelahnya. Karena judulnya panjang saya singkat jadi film Ahok dan film Hanum ya.
Saya agak kecele ketika nonton film Ahok. Ekspektasi saya akan film ini adalah mengetahui cerita kehidupan Ahok sebagai pebisnis dan politisi Belitung Timur hingga DKI Jakarta, sampai kisahnya ketika menghadapi kasus yang dituduhkan kepadanya.
Kenyataannya, film ini lebih banyak menggambarkan kehidupan Ahok kecil bersama keluarganya. Film ini bercerita tentang lika-liku yang dijalani keluarga BTP yang selalu berusaha mengedepankan kejujuran dan integritas secara tegas, seolah ingin mengatakan ini lho beratnya hidup yang membuat Ahok dewasa bersikap keras dan kalau bicara blak-blakan.
Di luar itu oke-oke saja, banyak nilai moral berkaitan dengan integritas, kedisiplinan, setia pada kebenaran, dan kepedulian pada sesama terkandung di film ini. Anggap saja ini film drama keluarga, bukan sebuah biografi.
Kalau mau dicari kontras paling kentara antara kedua film adalah latarnya. Ahok di tambang timah Belitung, Hanum di pusat perkantoran New York. Film Hanum ini masih berkaitan dengan film mereka sebelumnya yaitu Bulan Terbelah di Langit Amerika, bercerita tentang kehidupan umat muslim di New York serta kaitannya dengan peristiwa 911.
Pesan perdamaian yang disampaikan film ini sebenarnya baik, sangat baik malah. Sayang memang potensi kesuksesannya ternodai oleh keteledoran sang tokoh di dunia nyata. Subyektif sih, tapi bagaimanapun itu berpengaruh ketika mengingat bahwa ada namanya dalam judul film ini, Hanum & Rangga : Faith & The City.
Untuk sebuah film biografi image tokoh yang difilmkan sangat penting. Film tentang BJ Habibie sebenarnya berkualitas rata-rata, tapi karena ketokohan beliau diakui dan dihormati hampir seluruh masyarakat Indonesia maka kita sampai rela antre nonton filmnya.
Bagian terbaik dari film ini adalah plottwist-nya. Bisa diduga bahwa tokoh protagonis biasanya menang, tapi di film ini tidak sekedar menang. Kemenangan didapat secara cantik dengan cara yang mungkin tidak terbersit di pikiran mayoritas penonton film.
Kedua film punya plus minus masing-masing. Kalau saya diminta menilai saya akan berikan skor sekitar 7-8 untuk keduanya.
Sudah ya, nanti kepanjangan review singkat ini hehehe
Monggo kembali ke masing-masing orang apakah mau nonton Ahok, nonton Hanum, atau keduanya. Kalau memutuskan nggak nonton dua-duanya masih ada Freddy Mercury dan Grindelwald yang lagi tayang. Enjoy!
Salam,
Chandra
0 comments :
Post a Comment