Sulitnya Mengukur Kalori Untuk Orang Awam
Lima tahun yang lalu saya pindah dari Jogja ke Bandung. As you know, untuk kuliah. Waktu itu berat badan saya 55 kg dengan tinggi 174 cm. So skinny, right ?
Empat tahun kemudian, ketika lulus kuliah berat saya 70 kg dengan tinggi tetap. Dalam empat tahun berat badan naik 15 kg. Body mass index (BMI = BB/TB^2) naik dari 18.16 menjadi 23.12. Untuk ilustrasinya, lihat foto berikut
2012, waktu SMA |
2017, lulus kuliah |
Kenalan-kenalan di Bandung yang mengikuti perkembangan saya dari hari ke hari sih biasa saja. Tapi orang lama yang jarang saya temui sejak 5 tahun yang lalu impresi pertama yang dikatakan pasti bahwa saya tambah lemu.
Kenaikan berat badan paling drastis adalah waktu tingkat 2 dan 3. Waktu itu tugas-tugas kuliah di ITB memaksa kami sebagai mahasiswa untuk sering begadang. Saya telat tahu kalau begadang berpotensi menyebabkan kenaikan berat badan, tahu-tahu sudah nambah. Waktu yang tersita juga mengurangi kesempatan melakukan aktivitas fisik, walaupun untuk ini saya akui ada unsur malas hehe
Faktor ketiga adalah makanan. Saya yang sebelumnya tidak pernah punya masalah dengan kelebihan berat badan tidak terbiasa memerhatikan asupan makanan. Apa yang bisa dimakan, makan aja.
Tahun 2017 adalah pertama kalinya saya concern terhadap berat badan. Jangan naik lagi di atas 70 kg. Tahun 2018 untuk pertama kalinya juga saya concern terhadap makanan. Tapi ada sedikit masalah.
Ahli gizi, atau minimal mahasiswa gizi mungkin tahu kandungan zat-zat gizi dalam berbagai jenis makanan. Tahu kalau makanan A kalorinya sekian, B sekian, C sekian. Bisa ngukur kandungan gula pada makanan dan tahu berapa yang dibutuhkan seseorang. Tapi bagaimana dengan orang awam ?
Untuk orang biasa, aware sama kandungan gula pada kemasan minuman aja sudah syukur. Itupun kayaknya belum banyak yang melakukan. Informasi nilai gizi masih lebih banyak hanya sebagai hiasan. Hayo ada yang tahu sebotol teh pucuk berapa gram gulanya ?
Mungkin setidaknya kita paham lah bahwa junk food itu nggak baik, menyebabkan obesitas. Kita juga tahu bahwa dalam sehari harus ada asupan sayur/buah, protein dari ikan atau daging yang kalau bisa rendah lemak. Nasi ? kalau bisa jangan banyak-banyak.
Orang yang serius mengatur makanan (karena alasan kesehatan misalnya, atas perintah dokter) mungkin lebih dalam menghitung kalori, gula, dan zat lain yang masuk ke tubuh. Tapi untuk yang (alhamdulillah) masih normal, mengatur makanan untuk menunjang aktivitas dan biar nggak gampang ambruk kayaknya terlalu melelahkan kalau harus sampai itung-itungan angka...
Maaf ya, mungkin sayanya saja yang malah pusing kalau lihat ada orang itung-itungan gizi wkwk
Katanya pernah diteliti bahwa junk food punya efek lebih buruk pada orang yang sedang stres daripada orang happy. Artinya kondisi psikologis juga penting, bukan hanya soal apa yang dimakan. Jadi jangan sampai malah stres karena pengaturan makan. Nggak boleh makan inilah, itulah. Menurutku pengetahuan kualitatif tentang apa yang boleh dan tidak boleh dimakan cukup lah. Jangan memaksa diri. Nafsu makan itu juga nikmat, tanya sama orang tua yang anaknya susah makan.
Fokus saya saat ini adalah mempertahankan berat badan di angka 70 tanpa medication atau diet ekstrem. Gradually menambah aktivitas fisik dengan beberapa olahraga, makan tidak lebih dari 3 kali sehari, fast food dikurangi karena banyak yang lebih sehat tapi sama enak dan lebih murah tapi sekali kali boleh lah.
Sebentar lagi kita masuk Ramadhan. Tujuannya ibadah tapi kalau dijalani dengan benar semoga menyehatkan terutama dalam urusan pengaturan BB. Pengurangan makan tanpa merasa tersiksa :)
Sebagai penutup, ada sebuah cerita. Saya ada teman yang bekerja di pertambangan batu bara di Bontang. Karena termpatnya terisolir, makanan sudah diberikan 3 kali sehari tanpa perlu jajan. Sebenarnya makanannya enak, sehat juga. Selalu ada nasi, lauk (daging/ayam/ikan), sayur, buah, dan minuman. Tapi lama-lama dia bosan. Karena sudah disediakan, dia tidak punya kuasa untuk memilih mau makan apa. Tersiksa juga lho lama-lama. Kemerdekaan memilih makanan itu juga penting. Merdeka!
Kalau ada yang punya tips mengatur makanan yang lebih benar, tolong ajaris saya...
0 comments :
Post a Comment