Ketika roket-roket di dunia dibuang setelah operasinya, SpaceX telah berhasil membangun roket yang fully reusable
Namanya adalah Elon Musk, pria asal Afrika Selatan yang menuntut ilmu di Kanada dan Amerika Serikat. Dia punya mimpi untuk mengkolonisasi Planet Mars,
edan. SpaceX adalah jalan yang dia pilih untuk mewujudkan mimpinya itu. Semakin sedikit orang yang meragukan mimpinya itu setelah satu demi satu misi dituntaskan oleh Falcon 9, produk 'awal' SpaceX.
|
Falcon 9 dan rencana pengembangannya |
Falcon 9 vs Soyuz
Soyuz (Rusia) adalah launch vehicle yang paling sering digunakan di dunia saat ini. Tahun lalu, peluncuran BRISAT (satelit Bank BRI) juga melibatkan salah satu anggota keluarga Soyuz. Kapasitas Soyuz tidak bisa dianggap remeh karena sudah dikembangkan sejak 1966 (bahkan saat itu Elon Musk belum lahir). Soyuz masih beroperasi sampai saat ini diwakili oleh Soyuz-2.
|
Peluncuran Soyuz |
Namun, walaupun baru lahir tahun 2000an, Falcon 9 langsung mempecundangi Soyuz secara spesifikasi. Keduanya mampu membawa
payload (muatan) hingga orbit geostasioner[1] atau 35.786 km di atas permukaan laut. Tetapi Falcon 9 mampu membawa muatan sebesar 8300 kg sampai GTO sedangkan Soyuz hanya mampu membawa 3250 kg muatan. Akibarnya, pada orbit yang lebih rendah pun (misal Low Earth Orbit atau LEO) Falcon 9 mampu membawa lebih banyak
payload. Hubungannya sederhana, lebih banyak yang bisa dibawa, lebih banyak revenue yang didapat, lebih murah biaya peluncuran per kilogram.
Masih banyak lagi kelebihan Falcon 9-nya SpaceX dibandingkan Soyuz. Misalnya dari segi cost per launch, 62 juta USD untuk Falcon 9 dan 80 juta USD untuk Soyuz. Lalu dari segi site peluncuran, Falcon 9 diluncurkan di Amerika (Kennedy Space Center, Cape Canaveral, dan Vandenberg). Sementara Soyuz 'harus' menyewa tempat di Kazakhtan dan Kourou, di French Guiana, sebelah Suriname di Benua Amerika yang dekat dengan garis katulistiwa. Tujuannya adalah untuk melakukan peluncuran inclinasi rendah yang hanya dapat dilakukan di dekat ekuator [2]. Inclinasi rendah menguntungkan untuk menempatkan satelit pada orbit favorit karena tidak dibutuhkan 'manuver ganti inclinasi' yang memakan biaya lumayan akibat bahan bakar yang dibutuhkan.
Tapi lebih dari itu semua, ada perbedaan yang tidak terbantahkan yaitu Soyuz tidak bisa landing. Soyuz lahir pada jaman di mana filosofi
reusable rocket belum populer. Secanggih-canggihnya Soyuz, dia tidak didesain untuk bisa kembali bumi dan mendarat utuh. Setelah stage demi stage pelepasan sukses dilakukan dan misi selesai, Soyuz dibuang dan menjadi
space debris [3] maupun rongsokan yang begitu saja jatuh ke bumi.
|
Salah satu pendaratan Falcon 9, tampak landing leg-nya terbuka |
Sementara itu, Falcon 9 telah sukses melakukan 16 pendaratan di bumi (dari 21 percobaan). Setelah melalui proses repair dan maintenance, sebagian part-nya bisa digunakan untuk misi selanjutnya. Itulah yang membuat launch cost Falcon 9 bisa murah.
|
Tampak betapa SpaceX mampu menekan biaya peluncuran |
Falcon 9 vs Space Shuttle
Ide mengenai
reusable launch vehicle sebenarnya sudah ada sejak lama, terutama di Amerika Serikat. Pada pertengahan dekade 70-an, US berhasil melakukan
first flight Space Shuttle yang diberi nama Enterprise. Namun Enterprise tidak menjalankan misi secara penuh, dia hanya melakukan tes untuk proses
approach dan
landing. Misi orbital dilakukan oleh penerusnya, Columbia, Challenger [4], Discovery, dan Atlantis. Sayang, dalam riwayatnya Space Shuttle mengalami 2 insiden yang membunuh total 14 astronot : Challenger 1986 dan Columbia 2003.
|
Space Shuttle take off |
|
Challenger mendarat setelah menjalankan misi |
Membandingkan Falcon 9 dan Space Shuttle sebenarnya kurang tepat. Bagaimanapun filosofi Space Shuttle adalah pesawat terbang fixed wing yang didesain sedemikian rupa sehingga mampu melakukan misi orbital dan kembali ke bumi. Ini jelas berbeda dengan Falcon 9 yang nature-nya memang roket.
Implikasinya misalnya fleksibilitas muatan yang bisa di bawa. Dari segi berat muatan maksimal Space Shuttle telah kalah (hampir sama dengan Soyuz), lebih dari itu dimensi dan bentuk payload relatif terbatas karena harus menyesuaikan dengan bentuk wahana. Di sisi lain, selain dapat membawa payload lebih banyak, Falcon 9 dapat menyesuaikan diri dengan payload yang dibawa.
Falcon 9 memiliki 2 opsi penyimpanan payload. Pertama, menggunakan Dragon Spacecraft. Dragon Spacecraft memiliki kabin bertekanan untuk membawa astronot ditambah Trunk untuk membawa kargo. Opsi kedua berguna jika Falcon 9 digunakan untuk membawa satelit berukuran besar, Dragon bisa digantikan dengan Composite Fairing yang berkapasitas besar.
Akibat lain dari perbedaan konsep kedua wahana ini adalah caranya mendarat. Space Shuttle mendarat persis seperti pesawat terbang konvensional. Kadang untuk membantu pengereman Space Shuttle dilengkapi parasut di bagian belakang.
Sementara itu, Falcon 9 - ini yang sangat saya kagumi dari Falcon 9 - mendarat secara vertikal!
Somehow Falcon 9 mampu mencapai koordinat pendaratan dan memposisikan dirinya pada posisi vertikal. Falcon masih menyalakan mesin propulsinya untuk menahan berat badannya sambil sedikit demi sedikit turun. Ketika hampir mencapai ground, 4 kaki pendaratannya di-
deploy. Falcon menyentuh
pad-nya lalu mematikan mesin.
Pinpoint accuracy!
Peluncuran Soyuz, Space Shuttle, dan Falcon 9 sama kerennya. Tapi saya masih terkagum-kagum melihat video pendaratan Falcon 9. Betapa canggihnya teknologi yang dimiliki SpaceX. Wajar kalau SpaceX menjadi satu-satunya perusahaan swasta yang sudah mampu 'mampir' di
International Space Station (ISS).
|
Pendaratan Falcon 9 |
Beberapa ratus tahun yang lalu, persaingan antar bangsa terjadi di perairan. Aktivitas ekonomi dan militer berpusat di laut. Dari jaman ini lahir penjelajah-penjelajah hebat seperti Ibnu Batutah, Christopher Colombus, Marcopolo, dsb. Penemuan mereka berupa pulau atau bahkan benua baru. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki armada laut tangguh plus sumber daya alam melimpah.
Beberapa dekade yang lalu persaingan berpindah ke udara. Teknologi penerbangan dan persenjataan berkembang pesat akibat tuntutan dan kebutuhan perang dunia. Siapa lebih cepat mengembangkan teknologi militernya dia yang menang dan ditakuti. Era ini agaknya sudah mulai berakhir, sekarang dimana kita melihat sesama pesawat tembak-tembakan ? [5]. Yang ada, negara pengecut mengirim pesawatnya untuk mengebom negara lain yang nyaris tak bersenjata.
Saat ini perang mulai bergeser ke luar angkasa,
star wars. Perang bukan lagi melalui tembakan meriam atau missil, star wars lebih halus. Contoh operasinya adalah spionase, menempatkan satelit mata-mata di atas wilayah negara lain. Bagaimanapun, Rusia dan Amerika Serikat masih menjadi superpower dalam era ini.
|
Elon Musk |
RKA (Rusia) dan NASA (Amerika) punya segala sumber daya untuk menjadi kontestan perang bintang ini. Tapi yang menakjubkan adalah bagaimana seorang pria, Elon Musk, mampu masuk ke industri ini. Space technology adalah salah satu bidang teknologi paling mutakhir saat ini dan dia tampil menjadi seorang yang sangat diperhitungkan. Melalui SpaceX, Elon melakukan sesuatu yang luar biasa.
Chandra
11 September 2017
[1] Pada orbit geostasioner (GTO), benda apapun (misal satelit) akan bergerak di atas ekuator pada kecepatan yang sama dengan gerak rotasi bumi. Akibatnya satelit itu akan berada di atas titik yang sama di atas bumi sepanjang waktu. Satelit telekomunikasi biasanya ada di orbit ini agar dapat mengcover suatu wilayah (misal negara) setiap waktu.
[2] Indonesia sebenarnya punya keuntungan sebagai negara ekuatorial. Launch site, jika didirikan di Indonesia, bisa punya efisiensi yang tinggi dari segi sudut inclinasi awal peluncuran.
[3] Space debris adalah sampah antariksa berupa bekas-bekas roket, satelit yang sudah mati, dan obyek buatan manusia lain. Mengingat ukurannya yang mikro relatif terhadap ukuran ruang antariksa, space debris selama ini dibiarkan saja mengorbit. Namun, gagasan untuk membersihkan debris ini mulai muncul di kalangan engineer dan ilmuan antariksa.
[4] Kalau kamu menonton film Rudy Habibie, di sana ada tokoh bernama Liem Keng Kie (diperankan Ernest), beliau adalah salah satu engineer di Challenger yang juga merupakan tokoh dan dosen Teknik Penerbangan ITB.
[5] Selain faktor hubungan internasional dimana banyak negara sudah membuat perjanjian damai, pertempuran udara (
dodge fight) memang sudah tidak relevan lagi. Pemenang perang bahkan sudah bisa diramalkan secara akurat sebelum perang terjadi berdasarkan alutsista yang dimiliki. Buat apa mengorbankan pesawat dan pilot ?
sumber gambar :
Founderfund
Spacenews
LAtimes
NASA
Russian Space Web
Wikipedia