Di Penghujung #1 : Bahkan Untuk Berharap Sama Allah Masih Butuh Belajar
Bahkan untuk ikhlas berharap sama Allah saja saya masih butuh latihan.
Waktu itu bulan April, salah seorang teman sedang mengurus kebutuhan administrasi untuk magang di Airbus di Jerman. Dia berencana sekalian menyelesaikan tugas akhir (TA) di sana. Oleh karena itu cukup banyak dokumen yang perlu diurus termasuk membuktikan bahwa sks-nya sudah habis sehingga bisa ditinggal mengerjakan TA di luar kampus. Nggak main-main, Airbus men, ada tawaran 1 slot tugas akhir di bidang Computational Fluid Dynamic (CFD), fully funded.
Suatu sore tiba-tiba grup angkatan heboh. Ternyata dia mendapat masalah dalam pengurusan dokumennya di fakultas. Teman saya ini dianggap belum memenuhi kuota mata kuliah pilihan luar prodi. Begitu tahu masalah ini, dia menjelaskan di grup angkatan dan ternyata ada belasan orang yang baru sadar memiliki masalah yang sama.
Jadi ternyata selama ini kami miss-informed. Dulu kami diberi tahu bahwa mata kuliah S2 Aeronotika dan Astronotika (AE) adalah mata kuliah luar prodi, ternyata bukan. Ternyata S1, S2, dan S3 AE dianggap sebagai prodi yang sama. Padahal sudah banyak mahasiswa yang terlanjur menggunakan matkul S2 ini untuk mengisi jatah luar prodi. Got it ?
Saya sendiri merasa berada di zona abu-abu. Saya sudah mengambil matkul prodi Teknik Material 2 sks dan kuliah umum 2 sks. Dilihat dari jumlah ini sudah cukup (minimal 3 sks), tapi rencana awal saya sebenarnya bukan begini.
Jadi di Prodi AE ada jatah 15 sks mata kuliah pilihan yang klasifikasinya sebagai berikut :
6 sks kuliah pilihan terarah (ditentukan kuliah apa saja yang masuk kategori ini)
6 sks kuliah bebas
3 sks kuliah luar prodi
Rencana awal saya adalah begini :
6 sks kuliah pilihan terarah : Conputational Fluid Dynamic (3 sks) dan Finite Element Method (3)
6 sks kuliah bebas : Teknik Pengendalian Korosi (2), Keprofesian AE (2), Jurnalisme Sains (2)
3 sks kuliah luar prodi : Teknik Simulasi Terbang (3), ini kuliah S2 AE, dianggap luar prodi.
Tapi jika mengasumsikan kuliah S2 AE adalah kuliah dalam prodi maka skemanya 'terpaksa' diubah jadi begini :
6 sks kuliah pilihan terarah : Conputational Fluid Dynamic (3 sks) dan Finite Element Method (3)
6 sks kuliah bebas : Teknik Simulasi Terbang (3), Keprofesian AE (2) ---> 5 sks
3 sks kuliah luar prodi : Jurnalisme Sains (2), Teknik Pengendalian Korosi (2) ---> 4 sks
Saya merasa di zona abu-abu karena kuota kuliah bebas baru terisi 5 sks sementara luar prodi kelebihan 1 sks. Salahnya saya adalah merencanakan lulus dengan 'hanya' 144 sks tanpa mengambil sks lebih yang sebenarnya sangat memungkinkan.
Waktu itu saya sempat down juga. Kalau masalah ini tidak terselesaikan segera maka rencana lulus Oktober akan terganggu. Kaprodi yang merasa bersalah karena ikut andil dalam kesalahan informasi ini membantu kami (mahasiswa yang bermasalah) untuk melakukan advokasi ke fakultas bahkan rektorat.
Masalah ini berlanjut hingga awal Juni, saat masa pendaftaran semester pendek. Semester pendek bisa dibilang cara terakhir bagi mahasiswa 'bermasalah' ini untuk menyelesaikan urusannya. Dengan biaya 300 ribu per sks dan hanya butuh 2 atau 3 sks maka oke saja lah. Walaupun ada juga yang merasa keberatan jika harus membayar.
Karena saya masih ragu-ragu waktu itu, saya juga ikut mencari kesempatan semester pendek. Tidak seperti semester reguler yang kami bisa memilih suka-suka kuliah yang akan diambil, di semester pendek kami harus memastikan bahwa kami boleh mengambil kelas itu, sekalipun dari sistem online kampus jelas bahwa kuliah itu dibuka. Karena biasanya di ITB semester pendek hanya untuk menolong mahasiswa yang harus segera lulus misalnya yang sudah mendekati batas 6 tahun. Perlu diingat, mata kuliah yang diambil harus mata kuliah luar prodi. Kalau dalam prodi lebih gampang mengurusnya apalagi dengan adanya masalah ini,
Ya mungkin karena belum rejekinya, hampir tidak ada kuliah yang bisa kami ambil di semester pendek. Satu-satunya yang bisa diambil adalah Magang Industri dari Teknik Mesin. Tapi kuliah itu mengharuskan kami magang di perusahaan. Tentu ini berat untuk kami penuhi karena tujuan kami mengambil semester pendek adalah agar bisa lulus Oktober. Rencanya semester pendek dijalani sambil mengerjakan TA di kampus. Sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui.
Sampai akhirnya pada suatu hari kami di panggil oleh kaprodi, kabarnya surat jawaban dari rektorat sudah ada. Beberapa perwakilan mahasiswa datang ke ruangan kaprodi. Saya kaget ternyata nama saya tidak ada dalam surat 'pengampunan' itu, hanya nama saya yang nggak ada. Hayoloh !
Tapi setelahnya alhamdulillah kaprodi menjelaskan bahwa nama saya tidak ada karena memang tidak bermasalah. Karena saya sudah lulus 139 sks (5 sks TA ongoing) dan sudah ada sks luar prodi yang cukup maka clear. Screeningnya bukan per mata kuliah seperti skema pesimis saya di atas tapi dilihat sksnya. Jadi untuk kasus saya :
sks pilihan terarah (minimal 6) : 6 sks
sks luar prodi (minimal 3) : 3 sks
sks bebas (minimal 6) : 5 sks dalam prodi + 1 sks luar prodi.
Alhamdulillah saya juga jadi makin lega karena teman yang punya skema persis dengan saya lulus lancar-lancar saja pada wisuda Juli kemarin. Tapi tentu saya akan benar-benar lega kalau sudah lulus secara hakiki. Doakan yaa..
Hikmah
Ada sebuah pelajaran besar yang saya dapat dari rangkaian peristiwa itu. Saya jadi lebih mengenal diri sendiri. Saya jadi tahu bahwa bahkan untuk ikhlas berharap sama Allah saja saya masih butuh belajar dan mekanisme ujian seperti ini.
Saya sadar bahwa banyak sekali hal-hal yang berada di luar jangkauan kita. Tapi masih susah rasanya untuk istiqomah menyerahkan itu semua untuk di-solusi-kan oleh Allah SWT Yang Maha Tahu, bahkan Allah tahu kalau kita sedang menghadapi masalah. Hidup kita terasa rumit karena kita memaksakan mengurus hal-hal yang seharusnya diserahkan pada Allah. Saya baru saja menemukan ini dari tulisan seorang teman :
…dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. (Q.S Maryam : 4)
Saya tipe orang yang kurang bisa multitasking. Saya bisa membereskan sesuatu dengan cepat dan baik jika fokus dan hati kondusif. Tapi ketika ada sesuatu yang menggalaukan maka rate kerja saya bisa benar-benar terganggu.
Alhamdulillah nyaris tidak ada masalah teknis berarti dalam TA saya (InsyaAllah akan saya ceritakan di kesempatan berikutnya). Tapi kemarin selama kurang lebih 2 bulan saya berada dalam bayang-bayang masalah itu. Saya dipaksa mengerjakan TA sebaik-baiknya dengan kondisi internal yang kurang tentram. Saya belajar banyak dari ini. Learn to be stronger than before. Learn to be more complete than before.
Saya merencanakan lulus Oktober tapi sidang pada bulan Agustus, karena alasan tertentu, ingin juga saya ceritakan nanti. Draft tugas akhir alhamdulillah sudah hampir siap kumpul. Saya berharap tidak ada masalah non teknis dan semua tahap berjalan lancar ke depannya. Sehingga saya bisa menyelesaikan studi dengan baik sesuai rencana.
Sekarang yang terbaik yang bisa saya lakukan adalah berkhusnuzon kepada Allah atas segala hal yang mungkin terjadi yang berada di luar kuasa manusia. Tentu dengan terus berdoa dan meminta restu orang tua.
Do your best, let God do the rest