Bukber Yok!
Katanya mulai banyak iklan sirup adalah tanda sebentar lagi Ramadhan. Tapi Ramadhan bukan cuma itu. Lagu-lagu renungan dan religi ala Ebiet dan Bimbo naik lagi. Tayangan-tayangan khas sahur dan berbuka mengudara. Semoga lebih banyak yang bermutu daripada gimmick dan lelucon asal bunyi.
Alhamdulillahnya masjid jadi lebih rame dan meriah. Jalan-jalan rame penjaja makanan menjelang berbuka. Orang-orang bekerja lebih pendek dari biasanya. Tapi bisa jadi lebih produktif karena distraksi lebih sedikit, tidak ada makan siang, apalagi ngrokok. Atmosfernya dimana-mana jadi lebih riang.
Tapi ada kebiasaan yang berulang beberapa tahun ini semenjak lulus SMA dan merantau. Menjelang lebaran banyak ajakan buka bersama. Teman SD, SMP, SMA, dan circle-circle lain. Menjelang lebaran karena saat-saat itu lah teman-teman yang di luar kota pulang kampung. Menyenangkan sih, tapi kadang memakan 'jatah' ikut kajian menjelang buka puasa di mesjid..
Ada yang menarik yang saya perhatikan dari buber-buber yang sudah lewat. Yaitu soal gaya dan penampilan teman-teman pasca lulus SMA. Emang ya setelah lulus SMA dunia menjadi tampak jauh lebih luas, jauh. Banyak yang pindah ke luar kota berada di lingkungan baru, banyak aturan-aturan yang tidak lagi mengikat. pergaulan semakin luas dengan tipe-tipe orang yang berbeda, dll.
Saya memang suka memperhatikan orang dan menerka-nerka kenapa dia bersikap seperti itu hehe. Termasuk waktu ketemu teman-teman lama. Menjadi menarik karena dulu waktu masih sekolah hampir semuanya sama, seragam. Tapi setelah sekian lama berada di lingkungan yang berbeda gaya dan penampilan jadi beda. Semacam mimikri kali ya.
Kalau laki ada yang bergaya formal, menunjukkan sisi kedewasaannya. Ada yang swag, menunjukkan ke-gaul-annya. Ada yang menjadi lebih kalem, tampak cool tidak banyak omong. Yang mulai bisnis atau start up bicara soal proyek-proyek. Yang bekerja bicara soal kesibukannya. Yang masih kuliah bicara soal conference internasional. Kalau ada teman cewek di dekatnya memberat-beratkan suaranya. Hehehe nggak semua ding.
Kalau perempuan ada yang tampil dengan make up tebal dan pakaian 'masa kini', classy. Ada yang tampil kalem bersahaja dan keibuan. Ada yang cuek dengan penampilan, yang penting asik. Kalau apa yang mereka bicarakan, saya kurang tahu.
Tapi sah-sah aja kok yang namanya personal branding. Justru perlu dan baik. Ketika seseorang sudah menemukan style-nya maka sebagian masa pencarian dirinya sudah terlewati. Sudah lebih pantas disebut dewasa daripada ABG.
Jadi mau bergaya seperti apapun, asal masih dalam nilai dan norma, it's fine. Apalagi di masa-masa 'cari jodoh' seperti ini. Katanya orang cederung tertarik dengan yang setipe, sefrekuensi. Kenapa ?
Karena getaran dengan frekuensi yang sama akan mengalami interferensi. Semua benda, termasuk manusia. Frekuensi ini sudah ada sejak dulu. Tapi di usia dewasa muda ini amplitudonya sedang besar, sedang bergejolak. Makanya sensitif.
Amplitudo yang besar plus getaran yang sefrekuensi menghasilkan kekuatan yang dahsyat. Ini bener lho secara ilmiah, dan menurut saya berlaku juga untuk manusia. Hati-hati yaa..
Okay cukup bicara tentang itu.
Saya cukup yakin perubahan orang bukan cuma penampilannya saja. Tapi kedewasaan, kebijaksanaan, kematangan emosi, dll juga berkembang. Yang perlu dipastikan perubahan di luar dan dalam itu berjalan beriringan. Orang yang terlalu banyak pencitraan tanpa dasar sikap yang kuat akan mudah cemar namanya. Banyak public figure yang begini. Sebaliknya orang yang mendewasa tanpa berani tampil tidak akan dikenal orang.
Jangan saling judge sok-ini lah, sok-itu lah. Kita belum tentu lebih baik daripada orang yang kita nilai.
Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about. Be kind.
Tugas kita adalah menjadi yang terbaik dari versi masing-masing, gaya masing-masing. Kita perlu tahu kapan saatnya menjadi berbeda dan kapan saatnya ngumumi. Kapan saatnya tampil dan kapan saatnya menarik diri. Kapan teguh menjadi diri sendiri dan kapan luwes adaptif berkompromi dengan sekitar.
Ada nasehat yang sama baiknya dengan "Jadilah dirimu", bahkan lebih lengkap. Yaitu "menyatulah dengan sekitarmu, tapi milikilah pijakan yang kuat". Dinamika yang ada sekarang mengharuskan kita untuk dapat beradaptasi.
Untuk belajar kita harus menceburkan diri. Kita tidak akan belajar banyak jika hanya memandang dari permukaan. Seperti beberapa waktu lalu, urusannya karena penasaran ya, saya dan beberapa teman mencoba masuk ke kawasan lokalisasi Sarkem di Jogja. Ngeri, nggak usah coba-coba saya bilang. Tapi hikmahnya untuk tahu sesuatu kita harus total. Kalau tidak kita hanya akan tahu dari "katanya-katanya". Ingatlah bahwa fotokopian kalau difotokopi lagi akan semakin bruwet.
Harus total, tapi milikilah batas yang jelas. Batas untuk membedakan apakah kita sedang belajar atau kita terjerumus. Kuatkanlah pijakanmu, kita tidak bisa menguatkan orang lain jika kita sendiri tidak kokoh.
Dan jangan lupa bahagia, bukber yok :)
Chandra
0 comments :
Post a Comment