Sosok : Pak Sariban dan Kota Kembang Bandung
Ini adalah Pak Sariban. Sosok nyentrik yang wara-wiri di jalanan Kota Bandung dengan sepeda uniknya. Alhamdulillah saya sempat bertemu beliau bulan lalu. Waktu itu saya bersama Bapak jalan-jalan pagi di daerah Lapangan Gasibu - Gedung Sate. Long weekend saat itu, Bapak Ibuk ke Bandung menengok anak-anaknya.
Diantara orang-orang yang lari pagi, main bola dan badminton, atau sekedar duduk-duduk di taman tampak sosok Pak Sariban yang memang mencolok. Beliau mengenakan baju warna kuning terang dan ditemani sepeda dengan dekorasinya. Saya coba ngobrol-ngobrol dengan beliau dan minta foto.
Pak Sariban berusia sekitar 75 tahun. Beliau berasal dari Majenang, Jawa Tengah dan sudah di Bandung sejak tahun 1983. Sejak pensiun dari pekerjaannya beliau menjadi aktivis kebersihan di Kota Bandung. Saat ini beliau tinggal di daerah Cikutra, tidak begitu jauh dari Gedung Sate. Di usia sepuhnya beliau masih sangat bugar. Mungkin karena aktifnya raga beliau dalam menjalani hari-hari, dan tentu hati yang bahagia. Beliau adalah pahlawan kebersihan Kota Bandung
Setiap hari Pak Sariban bersepeda mengelilingi jalanan Kota Bandung. Beliau punya jargon : Tahan! Tidak membuang sampah sembarangan. Jargon itu tertulis di papan yang beliau bawa di sepeda dan dikalungkan di lehernya. Beliau juga membawa sebuah megaphone yang dipakai untuk mengkampanyekan budaya buang sampah tertib. Ada juga alat-alat kebersihan macam sapu dan trash bag. Sepedanya juga dilengkapi setir custom, spion, dan bendera merah putih di bagian depan.
Namanya sudah banyak terpampang di media. Mulai dari media lokal, nasional, bahkan internasional. Beliau juga berkali-kali mendapat penghargaan dari pemerintah. Rasanya beliau sudah tidak asing lagi bagi warga Bandung. Orangnya sangat ramah, orang yang ingin minta foto dilayani, bahkan diajak ngobrol ngalor-ngidul.
Tapi ada yang menarik dari obrolan kami kemarin. Saya baca-baca di internet dan tidak banyak menemukan informasi ini dalam wawancara mereka. Yaitu tentang pertanyaan "Kenapa Bandung disebut Kota Kembang ?"
"Orang Bandung sendiri juga banyak yang nggak tahu itu mah", kata Pak Sariban.
Dulu saya pikir kata "Kembang" muncul karena Bandung berada di dataran tinggi, wilayahnya asri, banyak bunganya. Jadi saya kira dulu kembang di situ artinya bunga. Atau kalau bukan itu bayangan yang muncul adalah kembang identik dengan gadis-gadis Sunda yang katanya cantik-cantik, geulis.
Tapi Pak Sariban punya pendapat sendiri. Kata kembang di sini adalah padanan dari kata developing. Bandung adalah kota yang berkembang pesat sejak jaman Belanda. Julukan Bandung sebagai "developing city" sudah ada sejak jaman Belanda, tapi saya lupa apa istilahnya dulu. Lalu istilah itu diubah ke Bahasa Indonesia menjadi Bandung kota Kembang.
Memang Bandung adalah kota penting sejak jaman pendudukan Belanda dulu. Padahal, mengingat kondisi saat itu dimana kehidupan berpusat di laut kebanyakan kota besar adalah kota yang punya budaya air. Sebut saya Jakarta (Batavia), Semarang, Surabaya, Palembang, Makassar, Bali, Maluku, dll. Sedangkan Bandung ? nggak punya pantai, sungai kecil-kecil, danau juga hanya untuk wisata dan pembangkit skala kecil.
Beliau berpesan agar kita-kita yang masih muda terus mencintai dan memajukan Kota Bandung. Menjadikan Bandung semakin juara. Banyak yang bisa dilakukan dan dikontribusikan untuk kota ini.
Itulah sedikit cerita saya tentang pertemuan dengan Pak Sariban kala itu. Kalau kamu-kamu mau ketemu beliau, lebih gampang di akhir pekan. Beliau ada di sekitar CFD Dago, Lapangan Gasibu, dan Gedung Sate. Oh ya saya juga belum lama tahu, Gasibu itu singkatan dari Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara.
Tahan! Tidak buang sampah sembarangan...
Chandra