Feature : Tahura Djuanda Sang Penyangga Kehidupan
Ditulis untuk melengkapi tugas mata kuliah Jurnalisme Sains dan Teknologi
Setahun yang lalu
Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda
adalah suatu wilayah yang berada sekitar 7 km di utara Kota Bandung. Tahura
Djuanda adalah sebuah kawasan seluas 590 hektare yang dimanfaatkan sebagai
wilayah konservasi terpadu antara alam sekunder dan hutan tanaman. Tahura
Djuanda terletak di Kampung Pakar, Desa Ciburial, Kecamatan Cimenyan dan berada
pada ketinggian antara 770 mdpl hingga 1330 mdpl. Selain sebagai daerah
konservasi, Tahura Djuanda juga dibuka bagi masyarakat umum yang ingin
menikmati konsep wisata alam yang menarik dan komplit. Tahura Djuanda bisa
menjadi opsi destinasi bagi Anda yang ingin menyegarkan pikiran sambil berolahraga
dan menambah wawasan.
Taman Hutan Raya Djuanda dapat
dijangkau dengan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor serta kendaraan umum
misal taksi atau angkot. Jika ingin merasakan sensasi wisata sambil
berolahraga, Anda bisa menggunakan sepeda atau berjalan kaki. Saya adalah salah
satu orang yang memilih berjalan kaki untuk sampai ke tempat ini.
Saat memasuki pintu masuk komplek Taman Hutan Raya
Djuanda saya disambut oleh Plaza Tahura yang di tengahnya berdiri patung Ir. H.
Djuanda sekaligus prasasti peresmian kawasan ini menjadi Taman Hutan Raya.
Taman Hutan Raya Djuanda diresmikan pada … oleh Presiden Republik Indonesia
kala itu yaitu Presiden Soeharto. Sebelumnya, kawasan ini diresmikan sebagai
kebun wisata pada 23 Agustus 1969 oleh Gubernur Jawa Barat saat itu yaitu
Brigjen Mashudi yang ditandai dengan penanaman sebuah pohon beringin yang masih
ada hingga sekarang. Di sekitar pintu
masuk ada pula panggung terbuka, taman bermain, museum, dan fasilitas umum.
Jika Anda berkunjung ke Tahura
Djuanda hanya untuk menikmati museum, taman, dan monumen yang ada di depan,
saya pikir Anda akan berubah pikiran. Seperti yang saya alami, niat awal hanya
ingin bersantai dan mencari udara sejuk di taman, pandangan saya tergoda dengan
adanya papan penunjuk arah yang menunjukkan jalan ke beberapa situs lengkap
dengan jaraknya. Papan tersebut menunjukkan jalan yang akan membawa pengunjung
ke arah Gua Jepang, Gua Belanda, Curug Koleang, Penangkaran Rusa, Batu Batik,
Curug Kidang, Curug Lalay, dan Curug Omas Maribaya. Papan menunjukkan jarak ke
Gua Jepang 700 meter hingga yang paling jauh Curug Omas Maribaya sejauh 4,8 km.
Penasaran dengan tempat-tempat tersebut, akhirnya saya melangkah menyusuri
jalan setapak kombinasi paving blok dan tanah hingga satu per satu tempat saya
kunjungi dan sampailah saya di Curug Omas Maribaya yang menjadi pusat daya
tarik.
Tahura Djuanda sangat cocok jika
dijelajahi dengan berjalan kaki atau bersepeda. Dengan berjalan kaki seperti
yang saya lakukan, pengunjung bisa menikmati segarnya udara di sana dan
mengunjungi satu per satu obyek yang ditawarkan. Tidak perlu khawatir kelelahan
atau kehausan, di beberapa titik sepanjang perjalanan tersedia warung-warung
yang siap mengisi kembali tenaga Anda setelah menempuh perjalanan alam ini.
Warung-warung tersebut menjajakan beberapa jenis makanan seperti nasi kebuli, pop mie, jagung bakar, dan gorengan,
serta aneka jenis minuman dingin atau hangat. Tetapi jika Anda ingin lebih
cepat dan tidak lelah, ada jasa ojek yang bisa dimanfaatkan untuk sampai ke
Curug Omas Maribaya.
Taman Hutan Raya Djuanda bukan sekedar
tempat wisata atau hanya sebagai paru-paru Kota Bandung. Tetapi Tahura Djuanda
adalah suatu sistem alami yang menunjang kehidupan manusia dan makhluk hidup
lain di Bandung, Pulau Jawa, bahkan
Indonesia. Sepanjang perjalanan saya sering berhenti untuk membaca papan
interpretasi yang terpasang di beberapa titik. Papan interpretasi adalah sebuah
papan berisi tulisan dan gambar ilustrasi yang menjelaskan situs-situs yang ada
di Tahura Djuanda beserta perannya bagi ekosistem dan kehidupan manusia. Berdasarkan
papan interpretasi, saya memahami
jasa-jasa Tahura Djuanda misalnya menyediakan air bersih bahan baku PDAM,
pemasok air bagi PLTA Bengkok, konservasi flora dan fauna, serta konservasi
situs sejarah.
Tidak ada air tidak ada kehidupan,
itulah sebabnya posisi Tahura Djuanda bagi kehidupan manusia sangat penting.
Keberadaan Tahura Djuanda tidak bisa dipisahkan dari aliran sungai Ci Kapundung
yang mengalir sepanjang kawasan Tahura Djuanda. Kombinasi bentang alam tahura
dan sungai Ci Kapundung menjadikannya bagaikan urat nadi kehidupan. Singai Ci
Kapundung mengalir sepanjang wilayah Tahura Djuanda mulai dari Curug Omas
Maribaya hingga bagian depan tahura. Di bagian tengahnya terdapat Bendungan
Bantar Awi yang membagi aliran air menjadi tiga. Aliran pertama adalah aliran
Sungai Ci Kapundung yang diteruskan ke Kota Bandung. Aliran kedua adalah aliran
yang dialirkan dan diolah untuk memasok air bagi PLTA Bengkok. Aliran ketiga
dialirkan untuk memasok kebutuhan PDAM dan Pakar mini plant.
Jasa lain dari Taman Hutan Raya
Djuanda adalah sebagai tempat konservasi flora dan fauna. Sepanjang jalan menuju
Curug Omas Maribaya, saya menemui banyak jenis tumbuhan terutama pohon-pohon
besar yang tumbuh subur. Pohon-pohon yang ada di sana tidak hanya berasal dari
Indonesia tetapi ada pula yang berasal dari Benua Afrika dan Benua Amerika. Di
sana saya menikmati Pohon Pinus Meksiko, Pohon Sosis, Pohon Mahoni Uganda,
Pohon Angsana, Pohon Kuray Anggur, Pohon Kayu Manis, dan Pohon Hantap Paray.
Daun-daun dari pohon-pohon tersebut mampu menjadi kanopi yang melindungi
pengunjung dari panas dan gerimis. Selain tumbuhan, ada pula binatang yang
hidup dengan nyaman di habitatnya maupun di penangkaran. Terdapat penangkaran
rusa dan lebah di Tahura Djuanda. Di sepanjang jalan saya beberapa kali menemui
monyet ekor panjang yang hidup bebas dan sering turun ke area sekitar
pengunjung.
Chandra Nurohman
13613001
0 comments :
Post a Comment