Meskipun punya hubungan sejarah, tidak lantas membuat orang dari Indonesia mendapat kemudahan untuk masuk ke Belanda. Pemegang paspor Indonesia tetap harus memiliki visa untuk berkunjung, apalagi jika akan menetap.
Dalam hal orang-orang yang datang untuk bekerja, proses pencarian visa dan ijin tinggal bisa berbeda-beda. Ini sangat tergantung bagaimana orang tersebut memulai bekerja di Belanda. Saya sendiri kemarin direkrut lewat sebuah recruiting agency yang bersedia memberikan sponsor dan mengurus visa kerja serta ijin tinggal. Dalam kasus lain ada orang yang sudah kuliah di sini lalu lanjut bekerja. Ada juga orang yang datang dulu ke Eropa, dapat visa kerja, baru mencari pekerjaannya. Banyak jalan menuju Roma.
Waktu itu dalam kasus saya, setelah melalui serangkaian interview dan offering selayaknya proses melamar kerja di Indonesia, saya diminta untuk mengirimkan beberapa data dan dokumen, diantaranya:
Untuk diri saya:
1. Data pribadi: first name, surname, tanggal lahir, status perkawinan, alamat, no HP, etc
2. Scan paspor
3. Foto diri
4. Akta lahir dalam bahasa Inggris
5. Antecedent form, form pernyataan bahwa tidak pernah terlibat tindak kriminal atau tinggal secara ilegal
Untuk istri:
1. Data pribadi: first name, surname, tanggal lahir, status perkawinan, alamat, no HP, etc
2. Scan paspor
3. Sponsorship form, menyatakan bahwa dia berada dalam tanggungan saya
4. Akta lahir dalam bahasa Inggris
5. Antecedent form
6. Buku nikah dalam bahasa Inggris
Jika sudah ada anak, maka dokumen berupa akta lahir, form sponsorship, dan paspor juga akan diminta. Untuk akta lahir dan buku nikah harus dalam bahasa inggris (minimal bilingual) dan di-apostille. Silakan cek apakah dokumen Anda sudah bilingual Indonesia-Inggris atau belum, jika sudah maka good to go tinggal di-apostille saja. Jika belum silakan cari penerjemah tersumpah atau untuk akta lahir bisa cetak ulang akta terbaru di dukcapil. Selanjutnya untuk proses apostille saya tuliskan secara lengkapnya di sini:
Apostille
Setelah saya kirimkan data dan dokumen di atas, recruiting agency ini membuatkan kontrak resmi untuk signing, di sana tercantum data pribadi dan paspor saya sebagai ID. Karena sebelumnya saya sudah diberikan summary kontraknya, maka saat signing ya tinggal tanda tangan saja. Setelah itu dengan kontrak yang sudah di-sign, form-form imigrasi, akta lahir, dan buku nikah, rekruiter ini memulai pengajuan visa kami. Sejujurnya saya tidak tahu bagaimana persisnya pengajuan ini karena semuanya diurus oleh mereka. Mereka hanya bilang untuk menunggu selama beberapa minggu sampai approval keluar. Selama menunggu ya tidak ada hal-hal administratif yang dilakukan, paling nyicil browsing apartemen dan mengurus resign dari kantor lama.
Beberapa minggu kemudian approval dari IND (Instansi Imigrasi Belanda) keluar. Selanjutnya kami dibuatkan appointment untuk datang ke Kedubes Belanda di Jakarta serta memberikan list dokumen yang harus dibawa:
- MVV form yang sudah diisi
- 2 lembar pas foto 3.5 x 4.5 standar visa Belanda
- Surat dari IND
- Paspor asli dan copy, minimal valid sampai 6 bulan ke depan dan punya setidaknya 3 halaman kosong
- Buku nikah
Studio foto biasanya sudah paham dengan kriteria foto visa tiap-tiap negara, jadi cukup menyebutkan negara tujuannya apa mereka sudah tahu standarnya. Kami kemarin foto di Indah Foto Studio Pamulang, tapi cetaknya di Bona Foto Lebak Bulus. Kenapa foto dan cetaknya di tempat yang berbeda, panjang ceritanya. Alhamdulillah pas foto diterima dengan baik.
Bona Foto, recommended
Pada hari appointment kami datang ke Kedubes Belanda di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta. Saya menyarankan jika ada keperluan ke sana mending pakai taksi saja karena tidak ada parkiran kendaraan umum. The last thing you want to worry about when applying for a visa is your parkir motor/mobil. Pintu masuk kedubesnya via Jalan Besakih (samping) bukan Rasuna Said-nya, dan tentu well guarded. Kami datang agak kepagian jadi sebelum masuk makan mie ayam dulu di trotoar samping kedutaan.
Setelah melalui pemeriksaan badan dan barang bawaan, security menunjukkan jalan kemana kami harus menuju. Saya tidak bisa banyak cerita seperti apa di dalam apalagi mengambil foto, for security reason. Tapi proses di sana lumayan singkat, sekitar 15 menit saja per orang, ada beberapa pertanyaan dan pengambilan biometrik. Paspor asli ditinggal karena nantinya akan ditempeli stiker MVV (ijin masuk Belanda). Kami diberikan receipt untuk nantinya mengambil paspor yang selesai diproses pada tanggal yang sudah ditentukan, tanpa perlu membuat appointment lagi.
Pemandangan dari ruang tunggu Kedubes Belanda di Jakarta, bagian ini masih boleh difoto
Pada hari pengambilan kami datang lagi ke tempat yang sama. Alhamdulillah paspor sudah berstiker MVV yang artinya kami punya ijin masuk ke Belanda sampai 90 hari ke depan. Ibaratnya pintu terbuka selama 90 hari, tapi jika dalam waktu segitu belum berangkat juga maka harus mengulang proses pengajuannya. Setelah itu kami mampir dulu ke Erasmus Huis, sebuah perpustakaan yang ada di dalam komplek kedubes Belanda, sekedar untuk blow off steam karena proses ini lebih menegangkan aslinya daripada kedengarannya.
Untuk setiap proses saya selalu report ke perusahaan, supaya mereka tahu sudah sampai mana. Bukan hanya urusan administrasi tapi juga akomodasi seperti apartemen, tiket pesawat, hotel transit, dan jemputan bandara. Kami diskusi tanggal berapa sebaiknya kami datang ke Belanda, akhirnya diputuskan berangkat beberapa hari sebelum mulai bekerja. Untuk apartemen saya dapat short term place yang saya huni selama 3 bulan di Nijmegen (sekarang sudah pindah). Penerbangannya kami pilih Emirates karena transit di Dubai dan harganya termasuk murah. Beberapa komponen moving cost ditanggung perusahaan, jadi dalam waktu menunggu berangkat ini kami juga men-settle beberapa expense. Selain itu saya juga lanjut mengurus resign dan yang paling seru adalah menjual barang-barang mulai dari raket badminton, sepatu roda, kasur, meja kursi, lemari, kulkas, sampai kendaraan.
Pada hari H kami berangkat dari Bandara Soekarno Hatta diantar keluarga. Kami tidak pulang ke Jogja dulu, jadi orang tua yang datang ke Jakarta. Penerbangan dari Jakarta ke Dubai menggunakan Boeing 777, lalu dari Dubai ke Amsterdam naik Airbus 380. Sebagai penghobi penerbangan, sulit mendeskripsikan kekaguman pada 2 pesawat raksasa ini, engineering marvel. Belum lagi sistem entertainment yang lengkap dan makanan yang enak. Semua itu untuk harga yang lebih murah dibanding banyak maskapai lain.
A380 dan suguhannya
Kami tiba di Schiphol Amsterdam sekitar jam 1 siang waktu Belanda. Proses immigration check-nya agak lama, mungkin karena musim orang liburan. Setelah keluar bandara kami sudah dipesankan taksi oleh perusahaan yang akan mengantar kami ke hotel. Kami tidak langsung ke Nijmegen karena perlu mengambil resident permit dulu di suatu Kota. Sampai di hotel kami langsung check in dan ketemu salah satu orang dari pihak rekruiter. Dia menyerahkan kartu untuk naik transportasi umum dan ada beberapa paperwork yang perlu saya bubuhkan tanda tangan basah.
Pagi pertama di Belanda
Keesokan harinya kami sudah dibuatkan appointment untuk datang ke kantor pemerintah untuk mengambil residence permit. Bentuknya seperti KTP, menjelaskan siapa kami dan untuk alasan apa kami masuk dan tinggal di Belanda. Setelah data-data dan paspor dicek, kartu diberikan ke kami. Apakah dengan begitu urusan kependudukan selesai? Oh tentu saja belum.
Ada appointment berikutnya dengan Gemeente Nijmegen, kurang lebih untuk mendaftarkan diri sebagai warga baru. Kami datang membawa paspor, permit, akta english yang sudah diapostille, dan buku nikah yang juga sudah diapostille. Urusan-urusan kependudukan di sini kebanyakan appointment-based dan sudah ditentukan waktunya sampai per 15 menit, jadi tidak perlu antri lama karena tinggal datang di waktu yang sudah ditentukan. Beberapa hari setelah appointment ini, kami mendapat surat berisi konfirmasi bahwa kami sudah terdaftar dan informasi nomor BSN.
Tipikal loket di kantor layanan publik
BSN ini seperti NIK yang nantinya diperlukan untuk membuka rekening bank, mengambil asuransi, dan lain sebagainya. Jadi setelah mendapatkannya saya segera membuka rekening bank 'besar' supaya bisa dipakai gajian sejak bulan pertama. BSN ini juga saya informasikan ke perusahaan karena diperlukan untuk urusan pajak dan lain-lain. Selanjutnya saya juga subscribe asuransi untuk saya dan istri karena ini sifatnya wajib untuk seluruh penduduk. Untungnya di Nijmegen ini tempat yang kami huni sudah full furnished dan full utility sehingga saya tidak perlu buru-buru beli barang-barang dan mengurus tagihan listrik, air, pajak kota, dan internet/TV.
Appointment selanjutnya adalah untuk tes TBC. Jadi pendatang dari negara-negara yang masih beresiko TBC perlu menjalani screening di Belanda dalam kurun waktu 3 bulan sejak kedatangan. Untuk yang ini saya buat appointment sendiri, bukan seperti appointment-appointment sebelumnya yang dibuatkan oleh perusahaan. Tes TBC dilakukan di GGD, semacam dinas kesehatannya lah. Saya membuat janji dengan GGD Gelderland Zuid di Nijmegen. Untuk orang dewasa metodenya bisa milih antara rontgen atau tes darah. Kami pilih tes darah karena cukup dilakukan 1 kali, sementara jika rontgen besok setelah 6 bulan harus balik lagi. Alhamdulillah hasil tes kami negatif.
Kini kami sudah tidak tinggal di Nijmegen lagi. Dalam proses pindah ini ada urusan dengan Gemeente lagi tapi kali ini bisa online (ada sebuah aplikasi/sistem bernama DigId yang memfasilitasi berbagai macam urusan kependudukan secara online, sangat convenient). Proses ini intinya melaporkan bahwa kita pindah dari alamat lama ke alamat baru. Urusan ini relatif mudah dan cepat, yang lebih menguras tenaga dan waktu justru proses menyiapkan tempat tinggal. Tempat baru yang lebih permanen ini dideliver secara semi-furnished, sudah ada kamar mandi dan dapur yang fungsional tapi perabot lain belum ada. Jadi kami harus membeli beberapa furnitur, pasang internet, dan register account untuk utility. Masih ada urusan yang pending tapi itu bisa nanti, berat juga kalau semua mau diurus bersamaan.
Itu tadi proses yang kami lalui sejauh ini dalam rangka masuk ke Belanda, secara legal tentunya. Balik lagi ke disclaimer di atas, beda kondisi bisa beda pula alurnya. Beda waktu juga bisa membuat alur pengurusan jadi berbeda karena perubahan kebijakan dan regulasi. Ada banyak orang menulis ceritanya masing-masing, ini salah satu yang saya baca waktu itu :
Suka Duka Mendapatkan Long Stay Visa. Silakan dicompile dari berbagai sumber, InsyaAllah terbantu.
Beberapa detail dalam perjalanan saya sengaja saya samarkan untuk alasan privacy dan security, tapi kalau saya ditanya langsung dengan senang hati akan coba saya jawab. Semoga bermanfaat.
Thanks
Chandra
#visa #belanda #mvv #longstay #residencepermit #nijmegen #GGD #kedubesbelandajakarta #gemeente #BSN #recruting #netherlands